Pelemahan
Ekonomi
Umar
Juoro ; Ekonom Senior
di Center for Information and Development Studies dan
Habibie Center
|
REPUBLIKA,
11 Agustus 2014
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2014 menurun pada tingkatan
5,12 persen. Pada 2014, diperkirakan hanya sekitar 5,2 persen lebih rendah
daripada yang ditargetkan pemerintah. Seluruh komponen pertumbuhan mengalami
penurunan, konsumsi, pengeluaran pemerintah ekspor, dan investasi dibandingkan
triwulan yang sama tahun lalu. Pelemahan ekonomi ini terjadi seiring dengan
tingginya defisit transaksi berjalan, sekitar tiga persen PDB, dan besarnya
pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM, ditambah lagi dengan penurunan
penerimaan pajak.
Prospek ekonomi belum dapat dikatakan baik. Pertumbuhan ekonomi
dunia masih lemah. Ekonomi Cina masih tumbuh 7,5 persen, namun impor
komoditasnya menurun. Sekalipun ekonomi AS membaik, perbaikan ekonomi AS ini
akan mempercepat peningkatan suku bunga oleh bank sentral AS, kemungkinan
awal 2015. Pengaruhnya pada Indonesia adalah BI juga harus menaikkan suku
bunga lagi. Jika ini terjadi, modal keluar akan meningkat dan likuiditas
perbankan akan semakin ketat.
Pelemahan ekonomi ini sebagai konsekuensi logis dari tingginya
suku bunga yang menurunkan pertumbuhan kredit. Sekalipun konsumsi tidak
menurun secara berarti, impor minyak bahkan terus meningkat yang memberikan
sumbangan besar pada defisit transaksi berjalan. Dengan tingginya defisit
transaksi berjalan, BI tidak dapat menurunkan suku bunga untuk menstimulasi
ekonomi karena akan memperbesar defisit dan melemahkan nilai rupiah.
Kemampuan pemerintah untuk menstimulasi ekonomi juga minim
karena besarnya anggaran rutin dan subsidi BBM. Menurunnya penerimaan pajak
juga membuat pemerintah kesulitan untuk mendapatkan sumber penerimaan
lainnya.
Pemerintahan baru akan menghadapi kondisi ekonomi yang cukup
berat. Pertumbuhan menurun, suku bunga tidak dapat diturunkan, bahkan
kemungkinan akan naik lagi, defisit transaksi berjalan yang besar, subsidi
BBM yang besar, dan penerimaan pajak yang cenderung menurun.
Kebijakan yang harus ditempuh pada umumnya harus melalui
penurunan ekonomi lebih lanjut sebelum mengalami perbaikan. Mengurangi
subsidi BBM akan meningkatkan inflasi dan juga biaya produksi yang semakin
melemahkan ekonomi. Namun, langkah ini harus ditempuh untuk membuat alokasi
anggaran pemerintah lebih rasional sehingga terbuka ruang untuk stimulasi
ekonomi.
Jika bank sentral AS menaikkan suku bunga, BI juga harus menaikkan
suku bunga untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dan mencegah aliran modal
keluar yang besar. Ini berarti likuiditas perbankan akan semakin ketat yang
membuat pertumbuhan kredit menurun. Namun, setelah itu, harapannya ekonomi
dunia akan membaik dan memberikan peluang bagi ekspor dan investasi
Indonesia.
Masa transisi ini sulit, tetapi harus dilalui. Selanjutnya,
perubahan bersifat struktural harus dilakukan yang membuat ekonomi dapat
tumbuh dengan lebih berkesinambungan. Sektor manufaktur harus ditransformasi
menjadi lebih kompetitif dan memberikan sumbangan lebih besar pada ekspor.
Sektor energi harus ditransformasi untuk dapat menghasilkan produksi yang
lebih tinggi untuk menopang perkembangan ekonomi. Sektor pangan harus
ditransformasi untuk dapat meningkatkan produksi dan ketahanan pangan
nasional.
Transformasi tersebut tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa,
tetapi membutuhkan penahapan dan pelaksanaan yang jelas. Tanpa transformasi
tersebut, ekonomi Indonesia menjadi semakin tidak seimbang antara ekspor dan
impor, antara kegiatan produktif dan konsumtif, dan antara penerimaan dan
pengeluaran pemerintah yang akan semakin melemahkan ekonomi. Transformasi
ekonomi sekalipun berat untuk dilalui, akan membuat ekonomi Indonesia lebih
seimbang dan dapat berkembang secara berkesinambungan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar