Momentum
Reformasi Riset
Heru Susanto ; Guru Besar Universitas Diponegoro, Semarang;
Pengajar di Jurusan Teknik Kimia, Universitas Diponegoro
|
KOMPAS,
05 Agustus 2014
TERPILIHNYA presiden-wakil
presiden baru, Jokowi-JK, bisa menjadi momentum reformasi riset. Riset
berperan penting menentukan keunggulan kompetitif dan pertumbuhan ekonomi
suatu bangsa karena kompetisi global tidak lagi berbasis sumber daya alam,
melainkan ilmu pengetahuan.
Meski dalam debat yang bertema
”Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Iptek)” tidak tampak adanya terobosan baru untuk meningkatkan efektivitas
dan kemanfaatan riset di Indonesia, pemerintahan baru diharapkan terbuka
menerima berbagai masukan untuk mereformasi riset.
Ada beberapa hal yang
dapat diadopsi ke depan.
Pertama, peningkatan
efektivitas tata kelola riset Indonesia. Saat ini, banyak lembaga, baik di
bawah kementerian maupun non-kementerian, yang mengelola riset, antara lain
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Teknologi,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, dan litbang-litbang di bawah
kementerian lain. Ironisnya banyaknya lembaga pengelola riset ini tidak diikuti
sistem database yang terintegrasi.
Efektivitas pengelolaan
Semangat lembaga-lembaga riset
memang membanggakan, tetapi efektivitas pengelolaannya belum tampak. Yang ada
tumpang tindih pengelolaan, baik dalam penentuan tema penelitian, jenis
penelitian, maupun skema penelitian antarlembaga pengelola riset. Juga tidak
tampak adanya peta jalan (road map) pengembangan tema-tema penelitian yang
menunjang pembangunan bangsa. Mereka lebih berperan sebagai ”panitia seleksi”
proposal-proposal penelitian kompetitif.
Cara paling mudah mengelola
riset adalah dengan ”meng-copy-paste” negara-negara yang berhasil, seperti
Amerika dengan National Science Foundation (NSF) ataupun negara-negara yang
kondisi awalnya tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Sebut saja Tiongkok dengan
National Natural Science Foundation of China (NSFC), Korea dengan The
National Research Foundation of Korea (NRF), dan Iran dengan Iran National
Science Foundation (INSF). Contoh yang baik bagi Indonesia mungkin Spanyol,
yang pada tahun 1989 membentuk Comisión
Nacional de Evaluación de la Actividad Investigadora (National Commission for the Evaluation of Research
Activity, CNEAI).
Keberhasilan Spanyol dalam
riset setelah pembentukan komisi ini dapat dilihat dengan jelas, yaitu
Spanyol menempati urutan ke-9 dunia dalam produktivitas saintifik
(www.scimagojr.com). Secara umum dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan
kualitas riset perlu tata kelola terintegrasi dengan membentuk Lembaga Riset
Nasional yang mengintegrasikan semua lembaga pengelola riset.
Lembaga Riset Nasional bertugas
mengevaluasi pengelolaan riset saat ini dan selanjutnya menangani
perencanaan, pengelolaan, pembentukan dan perluasan jaringan riset, serta
pembiayaan riset dalam berbagai bidang ilmu. Dengan demikian, lembaga
tersebut bertanggung jawab menyusun peta jalan, penentuan indikator, dan
target keberhasilan.
Anggaran riset
Anggaran adalah salah satu urat
nadi pengembangan riset. Negara-negara dengan kualitas riset baik
mengeluarkan biaya riset dan pengembangan di atas 1 persen dari GDP. Sebagai
contoh Malaysia dan Tiongkok berturut-turut 1,01 persen dan 1,81 persen dari
GDP, sedangkan Indonesia masih berkisar 0,08 persen (Data Bank Dunia).
Selain anggaran riset, hal
krusial lain yang perlu disiapkan adalah kapasitas SDM. Anggaran riset yang
tidak didukung kualitas peneliti menghasilkan penelitian dengan kemanfaatan
rendah. Rendahnya kualitas SDM dapat dilihat dari minimnya jumlah peneliti.
Dosen berkualifikasi pendidikan doktor masih di bawah 10 persen dari jumlah
keseluruhan dosen.
Peningkatan kapasitas SDM dapat
dilakukan dengan mendorong para peneliti melanjutkan studi ke program doktor,
penyediaan program-program postdoctoral, sabbatical, dan perluasan kerja sama
riset. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah ”memanggil” peneliti-peneliti
Indonesia di luar negeri untuk pulang dengan jaminan kesejahteraan dan
dukungan infrastruktur riset.
Sebuah penelitian merupakan
proses panjang yang harus dijalankan dengan jujur, benar, dan mengikuti
tahapan-tahapan ilmiah yang berlaku. Tentu semua orang setuju bahwa pada
akhirnya suatu penelitian harus dapat diaplikasikan. Namun, riset-riset dasar
di laboratorium sebagai landasan pengembangan, proses peningkatan kapasitas,
dan seterusnya merupakan tahapan yang tidak boleh dihindari.
Perlu dipahami bahwa produk
penelitian bukan hanya teknologi atau ilmu yang dapat diaplikasikan,
melainkan juga publikasi karya ilmiah, paten, buku, ataupun pengembangan
sumber daya manusia. Semua produk riset tersebut harus dikembangkan secara
bersama-sama karena merupakan komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan
untuk pengembangan iptek yang berkelanjutan.
Dalam hal produktivitas karya
ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi, Indonesia
masih menempati urutan keempat di Asia Tenggara setelah Malaysia, Singapura,
dan Thailand. Secara khusus, produktivitas karya ilmiah internasional
Indonesia dibandingkan dengan Malaysia adalah 1:7.
Manajemen anggaran
Salah satu problem yang
dihadapi peneliti Indonesia adalah manajemen anggaran. Ini sebenarnya problem
klasik, tetapi belum terpecahkan. Penganggaran riset masih mengikuti pola
APBN, dengan mekanisme pencairan dan pembelajaran yang tidak sesuai dengan
karakteristik penelitian.
Mekanisme APBN menyebabkan
pencairan dana penelitian untuk tahun anggaran tertentu selalu dilakukan di
tengah tahun anggaran atau paling cepat di kuartal pertama. Sementara proses
pelaporan penelitian harus dilakukan tepat waktu. Hal ini jelas berdampak
pada kualitas penelitian.
Pembiayaan penelitian sering
juga disamakan dengan mekanisme pengadaan barang dan jasa. Dalam hal ini,
peneliti sering diposisikan sebagai pihak penyedia barang atau jasa yang
harus memberikan dana talangan terlebih dulu jika ingin menjalankan
penelitian. Lebih lanjut, peneliti lebih disibukkan dengan pembuatan SPJ
keuangan yang sangat rumit.
Singkatnya, fungsi-fungsi riset
sering termarjinalkan oleh manajemen anggaran. Sudah saatnya pemimpin negeri
ini menentukan manajemen anggaran tersendiri untuk kegiatan penelitian agar
produktivitas yang akuntabel dapat dicapai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar