Merdeka
sebagai Bangsa Maritim
Y Mulyadi ;
Disarikan dari diskusi bersama K. Sambodho
dan Ermawan W. dari Poros Maritim
|
JAWA
POS, 21 Agustus 2014
GEMURUH 69 tahun kemerdekaan diharapkan menjadi titik balik
perjalanan bangsa Indonesia menuju sebuah kedaulatan bangsa. Kita, bangsa
Indonesia, patut bersyukur kepada Tuhan YME karena telah dikaruniai sumber
daya alam yang melimpah. Karena itu, sangatlah tepat Indonesia terus berupaya
berdaulat pangan, energi, ekonomi, hankam, dan teknologi.
Sektor laut yang selama ini diabaikan kini menjadi perhatian
kita semua. Potensi yang sangat besar dari sektor laut diharapkan dapat
menjawab permasalahan Indonesia di beberapa sektor.
Belum Merdeka
Produk ikan berasal dari dua model utama produksi: penangkapan
ikan liar (laut dan air tawar) dan panen dari budi daya akuakultur. Produk
ikan sangat penting dalam ekonomi global dan ketahanan pangan saat ini. Ikan
dan produk olahan ikan sanggup menyediakan bagi lebih dari 1 miliar orang
dengan sumber utama protein dan lebih dari 4,3 miliar orang dengan sekitar 15
persen dari rata-rata mereka kapita asupan protein hewani (FAO 2012a).
Indonesia mendominasi produksi perikanan dari kawasan ASEAN
dengan produksi tahunan 8.87 juta ton per tahun, diikuti Vietnam, Filipina,
dan Thailand (The World Fish Center,
2011). Walaupun produksi ikan dengan teknologi akuakultur menghasilkan
3,05 juta ton ikan per tahun dan tangkapan dari laut 5.81 juta ton per tahun
tahun, kondisi ekonomi nelayan tradisional sangat ironis. Masih banyak
golongan miskin.
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) 2011, jumlah nelayan
miskin di Indonesia sekarang mencapai 7,87 juta orang atau 25,14 persen dari
total penduduk miskin nasional yang mencapai 31,02 juta orang (Solicha,
2013). Potret nelayan tradisional Indonesia, sebagian besar masih menggunakan
teknologi kapal kecil dan sederhana, aktivitasnya di pantai-pantai laut
dangkal, bermodal kecil, pengolahan pasca tangkap yang sederhana, serta
manajemen pengolahan yang tradisional. Akibatnya, rata rata produktivitas dan
pendapatan nelayan tradisional relatif rendah, di samping penangkapan di laut
dangkal sudah berlebihan (overfishing)
(Susilowati, 2001).
Terasing dari Teknologi
Saat ini kondisi sebagian besar stok ikan dunia terlalu banyak
penangkapan (overfished). FAO
menyatakan, hampir 30 persen stok ikan dunia yang dieksploitasi secara
berlebihan mengalami sedikit penurunan produksi dari dua tahun sebelumnya.
Praktik penangkapan ikan intensif dengan kapal ikan yang modern mengakibatkan
menipisnya stok ikan.
Dengan hasil tangkapan ikan yang tidak menentu, minimnya
dukungan dana dan teknologi tangkap, serta buruknya tata niaga perikanan
tradisional, nelayan tradisional Indonesia masuk dalam golongan kelompok
miskin dengan pendapatan per kapita per bulan USD 7–USD 10.
Penerapan akuakultur di Indonesia masih didominasi pengusaha di
bidang perikanan kelas menengah ke atas. Kondisi tersebut perlu peran
pemerintah secara langsung untuk membantu nelayan tradisional bisa memiliki
teknologi akuakultur serta memperbaiki manajemen pengolahan dan tata niaga
perikanan. Secara ringkas, kondisi nelayan tradisional Indonesia dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
Teknologi kapal ikan nelayan tradisional yang sederhana membuat
nelayan hanya bisa menangkap ikan di perairan dangkal. Keterampilan nelayan
dalam mengelola hasil tangkapan ikan untuk menjadi produk olahan ikan yang
bernilai jual tinggi dan tidak cepat busuk sangat kurang. Tata niaga perikanan
tradisional dengan cara penjualan langsung di tempat pelelangan ikan (TPI)
memberikan peluang bagi tengkulak untuk memainkan harga serendah-rendahnya.
Kurangnya akses dana dari bank membuat nelayan meminjam dari para tengkulak
dengan sistem ijon.
Kebijakan Ekonomi Hijau
Akuakultur memiliki potensi untuk mendorong sektor perikanan ke
ekonomi hijau dengan mendorong keberlanjutan pengelolaan jangka panjang dari
sektor perikanan dan meningkatkan pasokan ikan. Selain itu, dengan penerapan
teknologi hijau melalui teknologi akuakultur, manajemen panen ikan menjadi
lebih baik, termasuk pemantauan pembesaran ikan, dan kesadaran pengawasan
lingkungan pesisir akan menjadi lebih diperhatikan.
Dalam hal penyerapan tenaga kerja, budi daya ikan dengan
akuakultur menyediakan berbagai pekerjaan dalam kegiatan seperti pembenihan,
pembesaran, pengolahan hasil panen, pengemasan, pemasaran dan distribusi,
manufacturing peralatan pengolahan ikan, manufacturing peralatan jaring dan
konstruksi akuakultur, manajemen, penelitian, serta administrasi.
Untuk memanfaatkan potensi panjang pantai Indonesia, perlu
diupayakan penerapan teknologi akuakultur di wilayah Indonesia yang mempunyai
perairan yang masih bersih. Peran pemerintah Indonesia untuk menata kembali
manajemen perikanan nasional dengan memanfaatkan teknologi akuakultur,
menghidupkan kembali peran koperasi nelayan, dan kemudahan pembiayaan
penerapan akuakultur harus dirancang dalam kebijakan pemerintah yang efektif.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, pengelolaan
sumber daya ikan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta perdagangan
ikan dan produk ikan yang adil merupakan tujuan pembangunan perikanan
nasional. Keterlibatan masyarakat lokal merupakan prinsip utama dalam
kegiatan yang menganut asas ekonomi hijau.
Secara ringkas, arah kebijakan perikanan Indonesia untuk
mengentas kemiskinan nelayan tradisional Indonesia dan menjaga ketahanan
pangan adalah sebagai berikut:
Memberikan bantuan teknis kepada nelayan tradisional untuk bisa
memiliki teknologi akuakultur melalui koperasi nelayan yang dibentuk di
basis-basis nelayan tradisional. Memberikan keterampilan kepada nelayan untuk
bisa membuat produk olahan ikan yang bernilai jual tinggi dan tidak cepat
busuk.
Memperbaiki dan memperkuat tata niaga perikanan tradisional
dengan membantu pemasaran, menyalurkan produk ikan olahan ke supermarket atau
tempat tempat khusus penjualan ikan olahan produk nelayan. Memberikan
kemudahan bagi nelayan tradisional untuk bisa mendapat dana dari bank guna
menjamin ketersediaan modal usaha.
Agar kebijakan tersebut terwujud, dibutuhkan komitmen pemerintah
yang kuat dan kerja sama yang baik antara masyarakat nelayan, industri
pengolahan ikan, pemerintah, koperasi nelayan, institusi bank, serta
institusi pelatihan/pendidikan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar