Selasa, 12 Agustus 2014

Menggagas Indonesia Shipping Incorporated

              Menggagas Indonesia Shipping Incorporated

Siswanto Rusdi  ;   Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Jakarta
KORAN SINDO, 12 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

Usai sudah kampanye dan pencoblosan untuk memilih presiden baru. Kini kita sedang menunggu hasil dari sengketa pemilu setelah sebelumnya pada 22 Juli Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah melakukan pengumuman hasil Pilpres 2014.

Akhir dari semua ini tentu saja pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014-2019. Kita tidak ingin ada kegagalan dalam pemilu, apa pun itu. Saat ini semua visi dan misi calon presiden saat kampanye lalu pastilah ada yang menguap begitu saja, namun ada pula yang relatif bertahan.

Salah satunya gagasan tol laut. Gagasan ini memicu pro dan kontra di antara pengamat, akademisi, danpelaku usaha pelayaran hingga saat ini. Namun, tidak berarti gagasan MP3EI milik capres yang satu lagi tidak kontroversial. Penulis lebih menyoroti tol laut karena ia relatif masih pada tataran konsep, sementara MP3EI sedikit-banyak sudah berjalan. Penulis salah satu pihak yang sebetulnya mengkritisi ide tol laut. Karena paling tidak ada beberapa kelemahan dalam konsep itu.

Pertama , istilah yang dipergunakan, tol laut, merupakan istilah yang sudah dipakai terlebih dahulu di lingkungan komunitas maritim internasional sehingga orisinalitas gagasan sangat rendah. Kedua , jalan tol laut tidak didiskusikan dengan kalangan pelayaran terlebih dahulu. Padahal, dalam konsep tol laut, operator kapal didorong untuk mengoperasikan kapal-kapal yang lebih besar kapasitasnya (3.000TEUkeatas).

 Ketiga , jalan tol laut akan menghadapi kendala masih beragamnya jenis kemasan (packaging) barang di berbagai pelabuhan domestik. Di sisi lain tol laut amat terkait pelayaran peti kemas. Ini berarti kita harus mendorong migrasi pengemasan barang yang akan dikapalkan menggunakan peti kemas. Namun, tidak semua barang dapat dikemas pengangkutannya dalam peti kemas.

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, pada 2011 jumlah kargo nasional mencapai 890,9 juta ton. Tetapi, dari data itu, tidak diketahui berapa yang dikemas pengangkutannya dalam peti kemas. Tidak terdata dengan baik jumlah barang yang diangkut dalam peti kemas, termasuk juga barang-barang general cargo atau break bulk , karena pencatatan bongkar dan muat barang di pelabuhan (tally) tidak berjalan.

Padahal, mulai dari UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Pasal 31), PP No 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan hingga Permenhub No 15 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Tally di Pelabuhan, kegiatan pendukung bisnis pelabuhan ini memiliki hak untuk eksis. Karena itu, siapa pun presidennya nanti ia harus mampu mendorong berjalannya kegiatan tally, terutama yang independen, agar tak terjadi anarki statistik kepelabuhanan.

Keempat , tidak jelasnya pelibatan pelayaran rakyat (pelra). Padahal, kontribusi kapal pelra dalam mendistribusikan barang di dalam negeri sudah tidak perlu diragukan lagi. Armada pelralah yang mendistribusikan berbagai kebutuhan masyarakat ke daerah-daerah terpencil yang tidak pernah mau dilayari oleh kapal-kapal besar. Harap diingat, jumlah armada pelra relatif banyak dibanding kapal besi.

Indonesia Shipping Incorporated

Dengan segala kelemahan yang dimiliknya, tol laut tetap memiliki arti bagi publik yakni ia menyadarkan kita bahwa Indonesia membutuhkan kapalkapal dengan daya angkut besar. Hanya, dalam konsep Indonesia Shipping Incorporated kapal tersebut tidak dioperasikan pada lintasan domestik, melainkan mereka ditempatkan pada trayek internasional yang sampai saat ini hampir sepenuhnya dikuasai kapal-kapal asing (lebih dari 90%).

Penguasaan pengangkutan ekspor-impor oleh pelayaran asing mencakup hampir semua komoditas; peti kemas, break bulk, bulk dan sebagainya. Ambil contoh, dari total ekspor batu bara nasional yang mencapai 208 juta ton (data 2010), hampir seluruhnya diangkut oleh kapal asing. Dalam Indonesia Shipping Incorporated kapal besar yang dibutuhkan bukan hanya tipe pengangkut peti kemas, melainkan juga mencakup bulker atau tanker.

Kapal-kapal ini diadakan oleh sebuah korporasi yang dibentuk khusus untuk itu dengan melibatkan pengusaha-pengusaha pelayaran (swasta maupun BUMN). Korporasi ini berfungsi sebagai pool atau model lain, bergantung kesepakatan para pihak yang terlibat. Keterlibatan pelaku usaha bisa dalam bentuk saham atau bisa juga dalam bentuk penempatan kapal dalam pool.

Lagi, keputusan terkait masalah ini diselesaikan berdasarkan kesepakatan para stakholder dan perhitungan bisnis yang prudent. Pengoperasian kapal-kapal besar ini dalam lintasan yang telah dilayani oleh berbagai perusahaan asing bersifat kompetitif, sedapat mungkin tidak diberikan subsidi. Tapi, subsidi tidak diharamkan sama sekali. Banyak negara besar dalam bisnis kemaritiman memberikan subsidi kepada pelayaran nasionalnya.

Ada subsidi operasi (ini dilakukan oleh Prancis). Atau, Italia yang memberikan subsidi kepada pelayaran nasional saat mereka membuat kapal baru. Karena barang yang diangkut milik nasional, Indonesia Shipping Incorporated tentu berpeluang besar mendapatkan kontrak pengangkutan.

�ny��@S ian, pemimpin organisasi dapat memanfaatkan sepenuhnya aplikasi big data untuk meraih kinerja organisasi yang efektif seperti kisah sukses tim nasional Jerman. Banyak pihak masih bersikap skeptis atas penggunaan big data untuk meningkatkan kinerja perusahaan.


Namun, data berbicara. Menurut studi yang dilakukan MIT, perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai data-driven company memiliki produktivitas yang lebih tinggi sebesar 5% dan lebih menguntungkan sebesar 6% dibanding mereka yang tidak. Secara filosofis, mengadopsi penggunaan big data adalah mengubah cara pengambilan keputusan di dalam organisasi.

Sebelumnya keputusan diambil oleh pemimpin tertinggi dalam organisasi mengacu pada berbagai pengalaman yang telah mereka alami. Organisasi juga mungkin mengundang ahli yang berasal dari luar organisasi untuk menyusun rekomendasi atas permasalahan tertentu yang dihadapi organisasi. Banyak pemimpin organisasi mengacu pada intuisi dan pengalaman, namun tidak merujuk penuh pada data.

Sebuah organisasi yang data-driven adalah organisasi yang selalu bertanya ”apa yang kita tahu” bukan ”apa yang kita pikirkan”. Pertanyaan tersebut membantu kita untuk mencoba meninggalkan insting dan mengambil keputusan berdasarkan data. Di sebuah era baru di mana data tersedia di mana-mana dan peningkatan dari segi volume, kecepatan, dan variasi data, pemimpin organisasi dapat memanfaatkannya sebaik-baiknya untuk pengambilan keputusan.

Saat ini kita memang belum bisa menyimpulkan bahwa big data akan mentransformasi pengambilan keputusan. Namun, sebuah keniscayaan bahwa mengambil keputusan berdasarkan data akan menghasilkan keputusan yang lebih efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar