Membaca
Semitioka Surat Karen
Gunawan Permadi ;
Wartawan Suara Merdeka
|
SUARA
MERDEKA, 21 Agustus 2014
“Pesan yang mengemuka adalah sedemikian dahsyat pertarungan
kekuasaan yang terjadi di sektor migas”
PENGUNDURAN diri Dirut
Pertamina Karen Agustiawan, meski dengan alasan pribadi, tetap membuat publik
bertanya-tanya. Adakah sesuatu yang salah atau tidak normal dalam pengunduran
diri itu, yang diajukan hanya selang dua bulan sebelum pemerintahan baru
berkuasa?
Penjelasan ”resmi” dari Menteri
BUMN Dahlan Iskan menyebutkan, Karen mengundurkan diri karena alasan yang
bersifat sangat pribadi dan ingin mengajar di Universitas Harvard, Amerika
Serikat. Jika membaca penjelasan itu secara tekstual, semuanya disimpulkan
berada dalam situasi yang wajar-wajar saja. Bukankah hak seseorang untuk
menentukan sendiri pilihan profesi dan karier profesionalnya?
Namun, penjelasan tekstual saja
mungkin tidak cukup karena pembacaan peristiwa itu secara tekstual telah
menutup kemungkinan pertanyaan-pertanyaan kritis. Karen juga tidak pernah
atau belum mengeluarkan pernyataan secara terbuka, kecuali melalui ”surat
perpisahan” yang ditulisnya untuk para pekerja Pertamina. Surat perpisahan
Karen membuka peluang untuk mengamati lebih seksama tabir yang menyelimuti
keputusan itu.
Tampaknya, inilah surat
perpisahan yang kali pertama ditulis seorang pejabat publik di Indonesia yang
mengundurkan diri. Posisi Karen sebagai pemimpin perusahaan minyak yang
menentukan segala gerak publik, menjadi sangat penting untuk dicermati
sebagai latar belakang pembacaan surat perpisahan itu secara kritis. Analisis wacana kritis (critical discourse analysis)
menyediakan metode untuk membaca teks itu tidak sebagai teks, tapi sebagai
pesan yang mengandung muatan-muatan ideologis-politis dan mengungkap relasi
kekuasaan.
Banyak pertanyaan muncul,
antara lain apakah Karen mundur karena selama menjabat banyak mendapat
tekanan? Ataukah dia ditekan untuk mundur? Apakah benar ia mengundurkan diri
karena alasan pribadi? Menyimak surat perpisahan Karen secara kritis akan
sedikit membuka jalan untuk menjawab, atau setidak-tidaknya,
mengidentifikasi, pertanyaan itu.
Secara kontekstual, surat
perpisahan itu bukanlah kelaziman. Seorang pejabat publik pemimpin perusahaan
penting sudah sewajarnya, dan sudah seharusnya, memberikan pernyataan
langsung secara terbuka kepada publik berkait keputusannya. Karen memilih
menggunakan surat perpisahan itu untuk menyampaikan pesan, dan karena itu
sangat penting untuk membedah surat itu secara kritis.
Mengapa analisis teks penting?
Analisis teks akan mengungkap tabir politik, yang tidak lain adalah kompetisi
kekuasaan untuk memberlakukan gagasan sosial, ekonomi, politik tertentu dalam
praktik. Bahasa memainkan peran utama dalam kompetisi kekuasaan itu. Dalam
kerangka analisis wacana kritis, bahasa berfungsi dalam kerangka psikologis,
kultural, dan sosial. Sangat penting untuk mencermati bahwa surat itu banyak
menggunakan kata ”saya”. Ada 18 kali
penggunaan kata ”saya”, 8 kali penggunaan kata ”Anda” dan empat kali
penggunaan kata ”kita”.
Pertentangan Ideologis
Atribut penting dari surat itu
adalah ”saya”, dan konsentrasi utama dalam pesan itu adalah ”saya”, yakni
Karen. Struktur kronologis surat dari paragraf pertama hingga keenam adalah
pengungkapan pesan telah berkarya lama (frasa ”memimpin Pertamina” muncul
empat kali), sebuah tugas yang menuntut pengorbanan (kata ”sumbangsih”), dan
memimpin perusahaan untuk ”lepas landas” menuju world
class national energy company. Dapat ditafsirkan, surat itu adalah pesan
Karen sebagai pemimpin Pertamina, bukan sebagai pribadi, meskipun dengan
menggunakan alasan yang bersifat pribadi.
Sebagai seorang eksekutif
tertinggi, dia memiliki ruang dan kanal yang sangat leluasa untuk
menyampaikan pesan kepada koleganya. Mengapa harus melalui surat?
Interpretasinya, pesan itu adalah untuk publik, sebagai salah satu pemangku
kepentingan urusan sektor minyak dan gas. Lantas, pesan apakah yang hendak
disampaikan melalui pesan yang seolah-olah bersifat pribadi?
Surat itu memuat 17 kata atau
frasa yang bersifat subjektif-emosional (cintai, banggakan, pribadi, dan
seterusnya) dan 14 kata atau frasa yang bersifat kualitatif (manusia biasa,
terbaik, luar biasa, dan lain-lain), atau secara total 31 kata yang merujuk
pada referensi subjektif-kualitatif.
Surat itu adalah sebuah pesan
tentang suasana kebatinan emosional yang kental, yang merujuk pada sebuah
keputusan yang jelas-jelas diambil dalam relasi kekuasaan yang di luar
kendali subjek yang bersangkutan.
Meskipun menyebut ”pertimbangan
yang bersifat pribadi”, dia mengakui bahwa keputusan itu ”sama sekali bukan
hal yang mudah”. Kesimpulannya, bukan
”tekanan” yang menyebabkan pengambilan keputusan itu melainkan ”ada tekanan
untuk mengambil keputusan itu”. Dalam konteks waktu, jabatan itu akan diemban
sampai 2018 setelah diperpanjang dari periode jabatan sebelumnya, sehingga
percepatan purnatugas itu tidak wajar dari segi periode masa bakti.
Bahasa mudahnya, Karen
kemungkinan besar bukan tidak tahan pada tekanan, tetapi dipaksa untuk
mundur. Siapa memaksa, mengapa ditekan, itu memang tidak tersurat secara
tegas dalam pesan surat itu.
Adakah komponen ideologis yang
tersurat dan tersirat? Penggunaan kata ”pekerja Pertamina”, ”sumbangsih bagi
BUMN”, ”bagi kemajuan bangsa dan negara”, ”perubahan pada ketidaknyamanan”,
merujuk pada pemahaman tentang teknokrasi, profesionalisme, nasionalisme,
iklim ketidakpastian, dan sikap diri yang menekankan pada meritokrasi.
Komponen-komponen ideologis itu
lebih jelas tampak jika dianalisis fokus retorika politis yang muncul pada
masing-masing paragraf.
Paragraf pertama menekankan
pada keputusan yang sangat sulit untuk diambil, paragraf kedua menyebut
penghayatan dedikasi profesional, disusul dengan pembeberan pendekatan
humanistik pada paragraf ketiga, keberhasilan kepemimpinan pada paragraf
keempat, dan ditutup dengan opini kekhawatiran akan adanya perubahan sistemik
setelah keputusan pengunduran diri itu.
Dengan menyandingkan
komponen-komponen ideologis dalam analisis semiotika itu dan struktur
retorika politis tiap paragraf, sangat tampak ada pertentangan ideologis yang
kuat antara diri subjek dan sistem lingkungan yang dihadapi: seorang yang
sedemikian berprestasi tetapi harus meminggirkan kepemimpinannya. Konklusi
dari pesan itu secara keseluruhan, Karena mencoba menarik problematika
profesional ke ranah emosional.
Artinya, keputusan mundur itu
sesungguhnya tidak dikehendaki oleh yang bersangkutan, yang mengimplikasikan
ada tekanan-tekanan sedemikian hebat sehingga menimbulkan ”keguncangan
emosionalitas” hingga dan setelah keputusan itu diambil.
Subjek sangat menekankan
prestasi kepemimpinannya dan ada kekhawatiran bakal terjadi perubahan setelah
dirinya tidak lagi memimpin Pertamina. Hal itu jelas sangat bertolak belakang
dari pernyataan resmi yang menyebut keputusan mundur itu karena alasan
personal belaka.
Pembacaan secara singkat
melalui analisis wacana kritis itu memang masih memiliki beberapa kekurangan,
antara lain analisis ini hanya bersifat diakronis. Analisis lebih mendalam
terhadap dokumen terkait akan lebih menunjukkan kedalaman makna.
Namun, dalam konteks persoalan
yang sedemikian ruwet di sektor migas, pesan yang mengemuka adalah sedemikian
dahsyat pertarungan kekuasaan yang terjadi di sektor itu.
Apakah dengan mundurnya Karen
akan makin mempermudah upaya membongkar pertarungan itu atau justru bakal
makin mempersulit? Pesan itu seharusnya membawa publik untuk lebih dalam
mengontrol sektor yang menjadi hajat hidup banyak orang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar