Keindonesiaan
dan Keislaman (Bag 3 dari 3)
Salahuddin Wahid ; Mantan Ketua Umum PBNU
|
REPUBLIKA,
25 Agustus 2014
Artikel SW ini telah dimuat di KOMPAS 16 Agustus 2014
Budaya Islam nusantara sudah hidup ratusan
tahun di dalam masyarakat kita terutama di desa-desa. Shalawat Nabi, tanpa
atau diiringi rebana, sudah menjadi bagian dari kehidupan Muslimin di saat
acara syukuran atau selametan keluarga. Kini acara semacam itu juga menjadi
bagian dari kehidupan sosial secara luas. Menjelang pemilihan umum
legislatif, saya diminta memberi tausyiah dalam malam shalawat 1.000 rebana
di markas Polres Jombang.
Lagu-lagu Islam populer diciptakan oleh para
musisi kita yang dimulai oleh Trio Bimbo dengan syair karya Taufik Ismail.
Lagu-lagu karya Opick, Bimbo, Iwan Abdul Rahman, dan banyak lagi lainnya
menjadi lagu yang amat sering kita dengar apalagi saat bulan Ramadhan. Pendek
kata, kasidah yang semula dinyanyikan oleh masyarakat pinggiran, kini bergeser
ke tengah.
Arsitektur masjid yang semula didominasi oleh
kubah yang kurang terasa estetikanya, kini sudah berubah. Arsitektur Masjid
Salman di ITB karya Ir Ahmad Noe'man menjadi awal dari hadirnya arsitektur
masjid Indonesia. Banyak kampus maupun kota-kota yang menghadirkan arsitektur
masjid yang indah dan terasa sekali unsur arsitektur Indonesianya.
Terbitnya novel-novel dengan napas Islam
adalah bagian tak terelakkan dari perkembangan budaya Islam di Indonesia
khususnya pascaera Orde Baru. Novel Ayat-Ayat Cinta yang difilmkan dan
meledak sebagai salah satu film laris menjadi pertanda dari berkembangnya
budaya Islam di Indonesia. Hadirnya koran Republika pada awal 1990-an dan
diikuti dengan terbitnya sejmlah majalah Islam ikut mendorong berkembangnya
budaya Islam.
Fenomena penggunaan jilbab oleh perempuan
Islam adalah sesuatu yang menarik dalam perkembangan budaya Islam di
Indonesia. Seingat saya, nenek saya, ibu saya, dan ibu mertua tidak
mengenakan jilbab, mereka mengenakan kerudung. Ibu saya wafat pada 1994 dan
ibu mertua saya wafat pada 1990. Kini isteri saya dan adik-adiknya, kakak dan
adik saya, anak dan menantu saya selalu mengenakan jilbab. Sekolah-sekolah
Islam mewajibkan siswi atau santri berjilbab kalau ke sekolah.
Kelas menengah Indonesia yang makin banyak
jumlahnya, sebagian yang cukup besar adalah umat Islam yang makin sadar akan
keislaman mereka. Di antara mereka adalah para Muslimah yang menjadi artis,
kalangan profesional, dan akademisi, yang mengenakan jilbab. Tentu mereka
ingin tampil dengan baik saat mengenakan jilbab dan berbusana Muslimah.
Dengan sendirinya maka muncullah para perancang busana Muslimah Indonesia
yang mungkin akan membuat Indonesia menjadi salah satu pusat mode busana
Muslimah di dunia.
Khilafah Islamiyah
Di samping hal-hal positif yang diuraikan di
atas, kini kita juga melihat perkembangan yang amat berbeda. Sejumlah survei
mengungkap bahwa lebih dari separuh umat Islam Indonesia menginginkan
berlakunya syariat Islam di Indonesia, tapi tidak diuraikan lebih teperinci
syariat Islam seperti apa yang dimaksud. Apakah syariat Islam diterapkan
secara keseluruhan di Indonesia? Apakah ibadah mahdhoh perlu diatur dalam UU?
Selain itu kini juga muncul kelompok yang menginginkan berdirinya negara
Islam, seperti kelompok Abu Bakar Basyir dkk (MMI dan JAT). Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) yang menginginkan berdirinya khilafah Islamiyah aktif
berkampanye dan memperoleh pengikut yang cukup banyak termasuk di universitas
negeri. Mereka bahkan mengadakan konferensi internasional di Stadion Utama
Senayan.
Kemunculan kelompok-kelompok seperti MMI, JAT,
dan HTI itu adalah akibat dari bebasnya masyarakat untuk menyalurkan pendapat
hasil dari keterbukaan era pasca-Orde Baru. Sudah ada pihak termasuk
tokoh-tokoh NU yang meminta HTI dilarang aktif di Indonesia karena
membahayakan keberadaan Negara Republik Indonesia. Mereka bisa mengajukan
tuntutan pembubaran HTI itu ke pengadilan. Munculnya ISIS, terlepas dari
siapa pun yang berada di belakang mereka, yang menggunakan cara-cara kekerasan
untuk mendirikan khilafah Islamiyah membuat kita sadar bahwa cukup besar
potensi masalah yang bisa mengancam kita. Kita harus selalu waspada terhadap
potensi negatif itu.
Pertanyaannya ialah mengapa muncul banyak
kelompok yang menginginkan berdirinya negara Islam (daulah Islamiyah) dan khilafah Islamiyah? Mereka
berkesimpulan bahwa dasar negara Pancasila ternyata tidak mampu menghasilkan
negara yang adil secara hukum dan secara sosial, masih banyak orang miskin
dan kekurangan gizi. Masih banyak penduduk yang belum bersekolah. SDA kita
ternyata banyak dikuasai swasta (LN dan DN) yang tidak memberi kesejahteraan
kepada rakyat dimana SDA itu berada. Lebih dari 5 juta tenaga kerja terpaksa
bekerja di LN sebagai tenaga kasar karena kita tidak mampu menyediakan
lapangan kerja. Lebih buruk lagi, banyak buruh migran itu yang mengalami
penyiksaan dan tindakan tidak adil lainnya tanpa kita bisa melindungi mereka.
Dalam sebuah diskusi HTI di Surabaya, saya
jelaskan bahwa Pancasila itu baru ada di atas kertas, baru ada di bibir saja,
belum terwujud secara nyata di dalam kehidupan. Itu terjadi karena birokrasi
pemerintah dan pejabat banyak yang menyalahgunakan kekuasaan. Hukum belum
tegak sehingga penyalahgunaan kekuasaan itu begitu leluasa terjadi. Tidak ada
jaminan bahwa mendirikan daulah Islamiyah atau khilafah Islamiyah akan mampu secara langsung mewujudkan negara
hukum dan memperbaiki birokrasi pemerintah.
Selama ini perhatian kita terhadap Pancasila
lebih fokus pada sila pertama saja, tetapi sila keadilan sosial tidak banyak
dibahas apalagi diterapkan. Kalau sila kelima bisa kita wujudkan, maka
sila-sila yang lain akan mudah terwujudkan. Kita berharap program pelayanan
kesehatan melalui BPJS dapat terus ditingkatkan. Banyak yang mengatakan bahwa
sejumlah UU dan juga kebijakan ekonomi kita tidak sejalan dengan sila kelima
itu dan bertentangan dengan Pembukaan dan batang tubuh UUD.
Selama kita belum berhasil menerapkan
Pancasila didalam kehidupan nyata, yang dimulai dari sila keadilan sosial dan
sila ketuhanan YME, maka kita akan terus menghadapi kelompok-kelompok yang
beranggapan bahwa Pancasila harus diganti dengan Islam sebagai dasar negara.
Akan tetap ada pihak yang berpendapat bahwa negara Pancasila itu negara
thoghut. Bantahan berupa tulisan atau ceramah tentu dibutuhkan, tetapi
mewujudkan Pancasila dalam kehidupan nyata akan jauh lebih efektif dalam
menangkal paham-paham tersebut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar