Irak
Pascamelemahnya ISIS
Ibnu Burdah ;
Pemerhati Timur Tengah dan
Dunia Islam,
Dosen
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 21 Agustus 2014
SEIRING keterlibatan
AS dalam perang melawan ISIS--yang kini bernama IS--di Irak, kekuatan negara
teror itu terus melemah. Jatuhnya ibu kota `khilafah' Mosul sepertinya
tinggal menunggu waktu. Kelompok itu sangat mungkin akan segera kembali
menjadi kelompok gerakan radikal sebagaimana sebelumnya, bukan lagi penguasa
`negara dan pemerintahan'.
Di luar fakta itu, tak
banyak yang memahami adanya hikmah luar biasa besar dari kehadiran ISIS bagi
Irak. Hikmah itu ialah bersatunya tiga unsur utama kekuatan Irak yang selama
ini terus bertikai. Mereka adalah kelompok Syiah, Sunni, dan Kurdi. Sebelum
dan ketika ISIS masih menjadi kelompok yang belum mendeklarasikan negara,
masyarakat Irak masih terbelah dan terlibat konflik panjang. Sebagian
kelompok Sunni condong kepada ISIS.Sementara itu, kelompok Syiah memandangnya
sebagai ancaman besar. Banyak kelompok Sunni baik milisi maupun kekuatan suku
bahkan sempat membantu ISIS merebut Irak Utara dari pasukan Irak.
Setelah ISIS
mendeklarasikan khilafah baru yang antikemanusiaan dan profil mereka yang
brutal semakin terkuak, kelompok Sunni yang semula mendukung ISIS lambat laun
menjauh. Bersama momentum mundurnya PM Irak Nouri Maliki dan diganti Abadi
yang lebih diterima kelompok Sunni, kelompok Sunni mulai berderap bersama
kelompok Syiah dan Kurdi melawan ISIS.Mereka menyatu menghadapi ancaman yang
sama. Kesatuan ini lebih awal terjadi di wilayah Anbar berkat dukungan fatwa
ulama Sunni di sana untuk menghadapi ISIS.
Pascamelemahnya ISIS
di Irak, konflik tajam antara kelompok Sunni dan Syiah kembali dipertanyakan.
Musuh sang `pemersatu' itu tidak sekuat dulu lagi kendati belum benar-benar
tumbang. Tak ada kekuatan yang memaksa mereka untuk harus bersatu seperti
saat ada ancaman serius dari ISIS. Namun, situasi sekarang sedikit berbeda. Pemerintahan
baru di bawah Abadi memberi harapan penting akan masa depan hubungan
Sunni-Syiah di Irak. Akan tetapi, hal itu juga belum cukup untuk serta-merta
menghentikan permusuhan SunniSyiah. Konflik Sunni-Syiah di Irak sudah terlalu
jauh dan melibatkan dimensi kawasan yang begitu kental.
Yang lebih mencemaskan
ialah kemungkinan lahirnya poros konflik baru di utara, yaitu hubungan dua
kelompok tersebut atau pemerintahan baru Irak melawan suku Kurdi yang terus
memperjuangkan berdirinya negara Kurdistan merdeka. Mereka sangat yakin
sekaranglah momentum yang tepat untuk mewujudkan citacita panjang mereka itu.
Masalah Kurdi
Pasca-ISIS, sekali
lagi isu baru di Irak yang mungkin segera membesar ialah isu Kurdi. Dalam
rangka menghadapi ISIS, dukungan terhadap `tentara' Otoritas Kurdi
(Peshmerga) semakin besar.Dukungan itu bukan hanya datang dari dalam negeri
terutama pemerintah Irak dan mobilisasi rakyat Kurdi, melainkan juga datang
dari luar negeri. Dukungan itu berasal dari beberapa negara besar yang tak
bisa diremehkan terutama Prancis dan Jerman.
Persoalannya bagi masa
depan Irak terletak pada aspirasi Kurdi untuk melepaskan diri dari negara
tersebut dan menjadi negara merdeka. Mas'ud al-Barzani, pemimpin tradisional
dan Otoritas Kurdi, berulang kali menegaskan segera mengumumkan pelaksanaan
referendum dalam waktu dekat ini untuk menentukan masa depan Kurdi: apakah
tetap bersatu bersama Irak ataukah akan menjadi negara Kurdistan merdeka.
Aspirasi itu
gelagatnya didukung sejumlah pemimpin kawasan tersebut. Jika referendum
terlaksana, negara itu menjadi negara Kurdistan pertama di Timur Tengah.Etnik
Kurdi yang sangat besar mengumpul di tanah Kurdistan, relatif menyatu secara
geografis, dan terkenal sebagai warga Timur Tengah paling miskin sejak lama
memimpikan terwujudnya negara Kurdistan itu.
Jika itu terjadi, ini
merupakan sejarah penting Irak dan Timur Tengah di saat keutuhan wilayahnya
yang diiris begitu saja pada Perjanjian Sykes-Picot (1916) itu terbelah di
sebelah utara.Keterbelahan itu tak menjadi persoalan besar jika seluruh
proses referendum dan pembentukan negara tersebut berlangsung secara damai.
Yang dikhawatirkan ialah proses itu tak berjalan mudah dan menimbulkan friksi
yang keras. Warga Kurdi sudah terlalu letih dengan kemiskinan panjang dan
penderitaan akibat diskriminasi sistematis dan terstruktur dari
pemerintahan-pemerintahan Irak sebelumnya.
Kekhawatiran pecahnya
kekerasan itu tak berlebihan.Pasalnya, kekuatan `tentara' Kurdi saat ini tak
bisa lagi diremehkan. Mereka sudah memiliki pengalaman penting dalam
menghadapi situasi konfl ik dan perang. Mereka juga memiliki dukungan politik
dari aktor-aktor besar kawasan dan internasional yang tak bisa dianggap
enteng. Turki, salah satu aktor kawasan paling menonjol, gelagatnya berada di
pihak Kurdi.
Jika proses pendirian
negara itu tak bisa berlangsung damai, kompleksitas konflik di Irak akan
kembali bertambah. Kompleksitas itu semakin rumit lagi apabila Kurdi Suriah
yang juga membentuk angkatan perang sendiri terlibat dalam upaya pendirian
negara Kurdistan di negara tersebut, entah untuk mendukung negara Kurdi yang
di Irak, mendirikan negara Kurdistan di Suriah sendiri, atau menggabungkan
wilayah keduanya. Opsi yang terakhir tak akan mudah sebab yang mereka hadapi
adalah empat negara sekaligus, yaitu tempat mereka tinggal. Kurdistan terbagi
ke dalam empat negara dan semuanya di perbatasan, yaitu di Irak, Suriah,
Iran, dan Turki. Kurdistan Raya pasti akan dilawan habis-habisan oleh empat
negara itu.
Keterbelahan Irak di
sisi utara barangkali akan sulit dihindari dalam beberapa waktu ke depan
kendati sekarang telah tercapai konsensus cukup luas terhadap pemerintahan
baru di bawah PM Abadi. Yang terpenting dan harapan kita ialah, rakyatlah
yang menentukan masa depan mereka sendiri baik melalui referendum ataupun
mekanisme demokratis yang lain jika ada. Proses itu berlangsung damai tanpa
ada kekerasan yang membawa korban dan kerusakan.
Konflik dan kekerasan
di Timur Tengah terbukti berpengaruh terhadap keamanan dan keislaman di Tanah
Air.Persoalan di Timur Tengah itu semakin terbukti menjadi bagian dari
persoalan yang nyata bagi kita bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kita
berharap terwujudnya perdamaian di kawasan itu. Wallahu a'lam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar