Selasa, 26 Agustus 2014

Hari Televisi

Hari Televisi

Iwel Sastra  ;   Komedian
KORAN TEMPO, 26 Agustus 2014
                                                


Tanggal 24 Agustus diperingati sebagai Hari Televisi Nasional, dan tanggal itu juga dikenal sebagai hari lahir TVRI dan dua stasiun televisi swasta, RCTI dan SCTV. Entah kenapa mesti ada penetapan Hari Televisi Nasional itu. Menurut saya, setiap hari adalah hari televisi, karena televisi hadir setiap hari dalam kehidupan kita. Ada berita yang menyebutkan, minat baca anak-anak sekarang dikalahkan oleh minat menonton televisi. Bahkan berita tersebut tidak saya baca, tapi saya tonton di televisi.

Sebagai komedian yang pernah bertahun-tahun membawakan acara talk show televisi, saya bisa menebak program acara yang dibawakan seorang presenter dari cara makannya. Kalau sebelum makan presenter tersebut melakukan pemanasan ringan dengan melemaskan otot jari-jari tangan dan mulut, ada kemungkinan dia presenter program olahraga. Kalau presenter yang sebelum makan mikir apakah harga makanan yang dibayar kemahalan atau kemurahan, ada kemungkinan dia presenter program ekonomi.

Tayangan televisi sering mendapat kritik dari pemirsa. Komisi Penyiaran Indonesia juga sering memberi teguran atas tayangan televisi yang dianggap tidak baik. Arah tayangan televisi di Indonesia sangat ditentukan oleh rating dan share. Saya bersama pakar komunikasi Effendi Gazali pernah mendiskusikan masalah rating dan share ini kepada Menkominfo yang saat itu dijabat Sofyan Djalil. Kami mengutarakan bahwa kecenderungan program dengan rating dan share tinggi tidak memberi manfaat pada aspek pendidikan pemirsa. Bahkan aspek hiburannya pun mengalami degradasi mutu dari segi isi. Ada juga sih program yang rating dan share-nya tinggi namun sangat dibutuhkan dan memberi manfaat bagi pemirsa, yaitu azan magrib pada bulan puasa.

Selain tayangan hiburan, tayangan informasi seperti infotainment mendapat kritik karena jauh dari unsur mendidik. Awalnya, diberitakan sepasang selebritas yang saling jatuh cinta kemudian memutuskan untuk menikah. Tak lama kemudian, diberitakan pasangan ini mengalami konflik rumah tangga dan saling membuka aib pasangannya hingga akhirnya bercerai. Gara-gara menonton berita ini, teman saya yang jomblo jadi takut menikah karena dia naif dalam mengambil kesimpulan. Menurut dia, buat apa menikah kalau akhirnya bercerai. Padahal saya tahu bahwa itu hanya alasannya untuk menutupi fakta sesungguhnya, bahwa dia kesulitan mendapatkan pasangan. Saya sarankan, daripada dia menonton infotainment, lebih baik menonton film kartun Cinderella yang happy ending.

Banyak orang tua yang sekarang mulai khawatir akan dampak buruk tayangan televisi bagi anak-anak mereka. Beberapa teman saya, ada yang dengan sangat ketat membatasi anak-anak mereka menonton televisi, bahkan ada yang lebih ekstrem dengan tidak lagi memiliki televisi di rumahnya. Bagi mereka, hidup tanpa televisi sangat menyenangkan dan menyehatkan. Saya pun sekarang sudah mengikuti jejak teman saya tersebut, sejak setahun terakhir, saya tidak lagi menaruh televisi di ruang tamu, tapi saya pindahkan ke kamar tidur. Menghindari tamu betah berlama-lama berkunjung, karena pas datang bertamu televisi menayangkan sinetron favorit mereka, he-he-he.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar