Rabu, 06 Agustus 2014

Gaza Menangis, Gaza Tragis

                                     Gaza Menangis, Gaza Tragis

Faisal Ismail  ;   Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
KORAN SINDO, 05 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

Akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, gerakan antisemitisme meluas di Eropa. Antisemitisme adalah sikap prejudis, diskriminasi, dan kebencian terhadap kaum Yahudi sebagai kelompok bangsa, etnis, agama, dan ras.

Adolf Hitler, diktator Nazi Jerman (1934- 1945), mengeksekusi orang-orang Yahudi dalamkamp-kampkonsentrasi. Peristiwa ini dikenal sebagai holocaust. Mengalami nasib tragis, kaumYahudi banyak meninggalkan Eropa. Tokoh-tokoh Yahudi seperti Theodor Hazel (kelahiran Budapest) pada 1896 melakukan gerakan menghimpun komunitas Yahudi untuk memperoleh tanah air sendiri. Atas prakarsa Inggris, Balfour Declaration diumumkan pada 1917 dan pada 1948 negara zionis- Israel didirikan di wilayah Timur Tengah (tanah Palestina). Bagi bangsa Arab, pendirian negara Israel merupakan “pencaplokan” wilayah mereka.

Konflik terus memanas dan pecahlah perang Arab-Israel pada 1967 yang melibatkan Mesir, Syria, Yordania, dan Palestina. Perang Arab-Israel hanya berlangsung enam hari dengan kekalahan pihak Arab. Akibat perang ini, banyak wilayah Palestina dan Dataran Tinggi Golan (milik sah Suriah) dicaplok Israel. Israel memindahkan ibu kotanya dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tidak dapat dibagi (undivided capital). Pemindahan ibu kota ini tidak dapat diterima terutama oleh rakyat Palestina dan negara-negara Arab.

Sebenarnya Yerusalem adalah kota suci tiga agama: Yahudi, Kristen, dan Islam. Seharusnya Israel membiarkan dan mempertahankan status Yerusalem sebagai kota suci tiga agama ini karena historisnya memang demikian.

Agresi Israel Tahun 2008

Pada 2006 Hamas memenangkan pemilu dan menempatkan Ismail Haniyah sebagai perdana menteri Palestina. Jabatan presiden Otoritas Palestina diberikan kepada Mahmoud Abbas (faksi Fatah) yang bersikap moderat. Konflik Hamas-Fatah, yang memanas sejak awal pembentukan pemerintahan, berakhir dengan “kemenangan” Hamas dan faksi ini “menguasai” Gaza.

Hamas, dengan ideologi garis kerasnya, terus terlibat konflik dengan Israel. Atas prakarsa Mesir, sempat terjadi gencatan senjata antara Hamas-Israel selama enam bulan. Tetapi, gencatan senjata remuk karena masing-masing pihak saling menyalahkan. Hamas meroket Israel, sedang Israel melancarkan serangan terhadap Hamas. Konflik Hamas-Israel memuncak pada 27 Desember 2008. Tentara Israel menyerang Gaza secara masif, eksesif, dan brutal. Tiga pekan Israel menggempur Gaza dan berakhir pada 18 Januari 2009.

Berton-ton bom dijatuhkan oleh Israel ke Gaza yang berpenduduk sangat padat. Langit Gaza dipenuhi oleh kilatan api dan asap hitam. Israel melancarkan serangan dari darat, udara, dan laut dengan persenjataan yang modern dan canggih. Sementara Hamas hanya mengandalkan roket. Akibat serangan membabi buta Israel, lebih dari 1.300 orang Palestina tewas dan lebih dari 3000 orang Palestina lukaluka. Dua pertiga dari mereka adalah anak-anak dan wanita (rakyat sipil) yang tidak berdosa. Banyak gedung, masjid, sekolah yang dikelola oleh PBB, dan rumah penduduk Palestina hancur dan remuk berantakan.

Fasilitasfasilitas umum seperti aliran listrik, telepon, dan saluran air bersih rusak dan hancur. Gaza gelap gulita pada malam hari. Israel dilaporkan hanya mengalami korban sebanyak 13 orang tewas dan beberapa orang terluka. Gaza sangat mengalami kekurangan makanan, air, dan aliran listrik secara serius. Rumah sakit—dengan tenaga dokter, paramedis, dan peralatan yang amat terbatas—sangat kewalahan merawat ratusan korban (anak-anak, perempuan, dan rakyat sipil) yang terluka.

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi No 1860 (Amerika Serikat abstain) yang isinya menyerukan Israel menghentikan serangan, tetapi Israel terus menggempur Gaza habis-habisan. Tak ada tempat yang aman di Gaza. Gaza terluka, Gaza berduka. Gencatan senjata akhirnya disepakati untuk menghindari jatuh korban yang lebih banyak, destruktif, dan tragis.

Agresi Israel Tahun 2014

Sejak 8 Agustus 2014 Israel kembali menggempur Gaza. Pola serangan brutal Israel seperti pada 2008-2009. Negara zionis-Israel itu terlebih dulu membombardir Gaza lewat serangan udara dengan menjatuhkan bom-bom ke titik-titik sasaran di Gaza kemudian melancarkan serangan dari darat dengan mengerahkan pasukan yang besar. Akibat serangan udara dan darat yang dilancarkan tentara Israel secara masif, eksesif, dan brutal, banyak rumah penduduk, masjid, sekolah (termasuk sekolah yang dikelola PBB), universitas, gedung, dan fasilitas umum seperti aliran listrik, saluran air bersih, dan saluran telepon di Gaza luluh lantak.

Jumlah orang Palestina yang tewas dan luka-luka dalam agresi Israel pada 2014 lebih besar dari jumlah orang Palestina yang tewas dan luka-luka dalam serangan Israel pada 2008-2009. Di pihak Israel, 132 tentaranya tewas dan beberapa orang Israel terluka terkena serangan roket dari Gaza. Seperti akibat serangan Israel pada 2008-2009, penduduk Gaza mengalami krisis makanan, air bersih, dan obat-obatan yang sangat parah. Keadaannya bahkan lebih parah dari situasi pada 2008-2009 mengingat jumlah korban (baik yang tewas maupun yang terluka) jauh lebih besar.

Rumah sakit sangat kewalahan melayani dan merawat warga Gaza yang terluka akibat serbuan tentara Israel. UNRWA menyediakan 86 tempat penampungan darurat bagi ribuan pengungsi Gaza. Tak ada tempat yang aman di Gaza. Tentara Israel dengan tank-tank dan persenjataannya yang modern dan canggih memasuki wilayah Gaza dan mereka menggeledah rumah penduduk, mencari seorang perwira tentaranya yang diduga ditawan oleh Hamas.

Tentara Israel meledakkan terowongan yang diduga dipakai Hamas meluncurkan roketnya ke wilayah Israel. Masyarakat internasional, termasuk Indonesia, mengecam keras agresi militer Israel ke Gaza. Unjuk rasa di berbagai kota seperti di Washington dan Paris muncul dan menyerukan Israel menghentikan serangannya ke Gaza. Venezuela dan Bolivia memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel sebagai bentuk protes keras terhadap kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina. Berbeda dari kebanyakan negara di dunia yang mengutuk kekejaman Israel, Amerika Serikat (AS) justru mendukung serangan Israel yang, menurut AS, mempunyai hak membela diri.

Bukan hanya mendukung, lebih dari itu AS bahkan memasok senjata ke Israel dan Kongres AS menyetujui bantuan sebesar USD 225 juta kepada Israel untuk mengembangkan sistem persenjataan antirudal. Kecaman dan kutukan terhadap Israel terus mengalir dari berbagai bangsa beradab. Israel dituduh telah melanggar hukum internasional dan telah melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza.

PBB juga menilai serangan brutal Israel ke Gaza sebagai tindakan penjahat perang. Mendengarkah rezim zionis-Israel tentang hal ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar