Coretan
“Indonesia” di Gunung Fuji
Ahmad Arif ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
10 Agustus 2014
Tulisan cat semprot merah ”Cla-X”, ”Indonesia”, dan ”Rudal” pada
batuan di Gunung Fuji, Jepang, meramaikan jagat media, utamanya media sosial.
Vandalisme di gunung yang begitu dihormati masyarakat Jepang itu melukai
perasaan tidak hanya masyarakat ”Negeri Matahari Terbit”, tetapi juga
sebagian masyarakat Indonesia.
Pemusik Jepang yang mahir memainkan gamelan Jawa, Noriko
Cecillia Sasaki, memajang berita plus foto coretan itu di laman Facebook-nya
dengan komentar singkat: ”menyedihkan”.
Ketika beberapa kawan dari Indonesia menyampaikan rasa malu dan
berucap maaf, Noriko berkata, ”Belum tentu pelakunya orang Indonesia walaupun
tulisannya ’Indonesia’. Koran mana pun (di Jepang) tidak menulis pelakunya
orang Indonesia. Saya harap kasus ini cepat diselesaikan dan tak diulangi.”
Pelaku pencoretan di tiga lokasi di Gunung Fuji itu memang belum
dipastikan dari Indonesia. Saud Ringo, anggota staf Divisi Sosial Budaya dan
Informasi KBRI Tokyo, mengatakan, kedutaan telah menghubungi Kosaka Ishio,
koordinator Gunung Fuji, untuk mengetahui duduk soalnya. Disebutkan, coretan
pada batu di Gunung Fuji yang dianggap suci masyarakat Jepang itu memang ada,
seperti ramai diberitakan. Di Jepang, diberitakan di Fuji TV dan
FNN-News.com, Jumat (8/8).
Namun, menurut Kosaka Ishio, pihaknya belum punya bukti
pelakunya warga negara Indonesia (WNI). ”Perlu sedikit waktu,” ujar dia.
Sekalipun belum pasti pelakunya, Meta Sekar Puji Astuti, dosen
Jurusan Sastra Jepang Universitas Hasanuddin, Makassar, mahasiswa program
doktoral di Keio University, tak kaget apabila vandalisme itu dilakukan orang
Indonesia.
Menurut Meta, tulisan itu telah ditemukan patroli polisi Gunung
Fuji, 31 Juli 2014, di beberapa batuan di jalur pendakian. ”Rasanya terlalu
naif untuk tidak menuduh bukan orang Indonesia pelakunya, sekalipun sampai
sekarang belum diketahui persis siapa dia,” tutur dia.
Saat ke Jabal Rahmah, Arafah, Mekkah, tahun lalu, Meta menemukan
banyak coretan berbahasa Indonesia dan Melayu, selain aksara Arab di batuan
di gunung yang disucikan umat Muslim itu. ”Saya
juga menyaksikan perempuan jamaah Indonesia menulis dengan spidol besar di
batu tanpa rasa bersalah. Menyedihkan,” ungkap dia.
Penggunaan kata ”Cla-X”
kerap dipakai anak gaul untuk menyebut Kota Klaten di Jawa Tengah. Bahkan, di
Facebook ada ”Komunitas Cla-X (Klaten)”.
Seorang WNI, yang tinggal di Shizuoka, Jepang, di profil
Facebook-nya ada juga yang mencantumkan kata Cla-X sebagai nama keduanya,
berlatar belakang foto puncak Gunung Lawu. Beberapa foto di laman jejaring
sosialnya juga menunjukkan foto dirinya di Gunung Fuji.
Namun, saat dikonfirmasi soal heboh vandalisme di Fuji melalui
pesan di Facebooknya, yang bersangkutan diam. Tak lama, tulisan Cla-X di
profil Facebooknya menghilang, diganti kata Klaten.
Pada jejaring sosial Facebook dan Twitter, sikap masyarakat
Indonesia terbelah. Sebagian besar menghujat, tetapi ada juga yang mendukung.
Gentur Wicaksana, pengguna akun @dukalara di Twitter berujar, ”Sebagai Klaten Youth kubangga dengan
grafiti Cla-X Indonesia di Gunung Fuji.”
Perilaku sosial
Vandalisme pada bentang alam, terutama gunung-gunung di
Indonesia, lazim dijumpai. Hampir semua jalur pendakian hingga puncak gunung
tak lepas dari coretan tangan-tangan jahil. Vandalisme kadang berupa torehan
pisau di batu atau pohon.
Selain membuang sampah sembarangan, vandalisme juga merupakan
potret buruk perilaku sebagian pendaki di Indonesia. Saat mendaki Merapi,
Juni 2014, kami membawa turun sekarung sampah plastik, botol, kertas, hingga
kain bekas yang berceceran di sekitar Pasar Bubrah pada ketinggian 2.500
meter.
Kian bermasalah ketika coretan ”Indonesia” dan ”Cla-X” eksis di
Fuji, gunung yang dihormati masyarakat Jepang. Menurut Meta Sekar, setiap
tahun Kaisar Jepang menjamu tamu penting dari negara asing menggunakan air
kemasan dari mata air di Gunung Fuji. ”Di
catatan kuno Jepang, Gunung Fuji satu dari ’Kami’ atau Dewa dalam kosmologi
Jepang,” kata dia mengutip Byron Earhart, profesor emeritus Japanese religion dari Western Michigan University. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar