Minggu, 10 Agustus 2014

Anak Didik Bermasalah

Anak Didik Bermasalah

Agustine Dwiputri  ;   Penulis kolom “Konsultasi Psikologi” Kompas
KOMPAS, 10 Agustus 2014

                                                                                                                                   

Saya seorang guru di SMP, menemui kesulitan dalam membimbing satu anak yang istimewa. Anak tersebut berasal dari keluarga anak jalanan, tanpa ayah yang pasti. Sejak kecil, anak tersebut telah diajari untuk berbohong, menipu, dan tahan banting, (apa pun yang telah dilakukan jika ketahuan harus berkata tidak). Anaknya bandel dalam diam. Apabila dinasihati atau dimarahi guru karena kesalahannya, tidak pernah membantah atau berkomentar, hanya tersenyum dan diam. Namun tidak pernah terjadi perubahan apa pun, tetap mengulang kesalahan yang sama.

Kepada teman-temannya, ia melakukan provokasi supaya melakukan hal-hal jelek, jika ketahuan guru, sangat pintar untuk memutarbalikkan fakta supaya terhindar dari kesalahan. Hukuman kekerasan selalu dilakukan sang ibu jika terjadi percekcokan.

Selain itu, anak ini mudah sekali jatuh cinta kepada setiap laki-laki, tidak pernah memilih dan menyeleksi baik sifat ataupun fisik. Bahkan terkesan sangat murahan. Di kelas suka melamun, malas mengerjakan tugas-tugas, belajar, dan mengikuti pelajaran. Terlihat secara nyata tidak pernah belajar.

Kami telah mencoba membimbingnya, tetapi belum terlihat hasil secara signifikan. Tahun ini, anak tersebut akan ujian, keberhasilannya sangat menentukan sorotan mutu bagi sekolah kami. Bagaimana cara mengatasi yang tepat untuk membawa anak tersebut ke jalan baik, sewajarnya sebagai pelajar tingkat SMP. Mohon arahan Ibu. Terima kasih.

AH
-----------------------------

Pertama-tama, saya mengucapkan salut dan terima kasih atas kepedulian mendalam dari Ibu Guru AH untuk membantu murid yang mempunyai masalah. Saya yakin ada banyak guru yang juga bersikap seperti Ibu AH. Meski sebenarnya tugas utama keluarga/orangtua, dalam kasus ini sang ibu kandunglah yang sangat diharapkan untuk mengasuh dan membimbing anaknya ke arah perilaku yang lebih positif. Mudah-mudahan Ibu Guru AH dapat menjalin kerja sama dengan ibunya agar bersama-sama sejalan memberikan bimbingan yang lebih efektif. Mari kita kupas dulu permasalahan sang murid.

Analisis masalah

Jika dapat saya rangkum, sang murid sejak kecil telah mengalami defisit (kekurangan) akan perhatian, kasih sayang, rasa aman terhadap perlindungan dari sosok ayah (yang disebutkan dengan ’tanpa ayah yang pasti’) maupun sosok ibu (yang dikatakan ’lebih memberikan hukuman kekerasan jika cekcok’). Kondisi demikian, disertai dengan keterpaparan pada lingkungan kehidupan yang mengajarkan lebih banyak hal negatif, bukan menanamkan nilai moral sebagai anak sekolah yang tekun dan termotivasi untuk belajar.

Hal ini ditambah dengan usianya yang tengah menginjak masa remaja, wajar terjadi ketertarikan terhadap lawan jenis. Menjadi tidak wajar karena ia terlihat tak mampu mengendalikan diri terhadap dorongan yang muncul, hal yang memang tidak pernah ia latih sebelumnya. Ia justru terkondisi untuk berperilaku berbohong, tidak patuh, dan bertindak mengikuti keinginan sesaatnya saja.

Hal yang khas padanya adalah bahwa ia tidak terlihat sebagai seorang yang agresif menentang aturan ataupun menantang orang lain. Yang dilakukannya adalah memengaruhi teman untuk berbuat negatif juga, tak mau mengakui kesalahan dengan cara berdiam diri atau senyum-senyum saja, istilah ibu, dia ’bandel dalam diam’. Semua tindakannya sebenarnya bermuara pada keadaan perasaan tidak tenang dan defisit akan kasih sayang tadi. Ia berontak dan mencari perhatian orang lain dengan caranya sendiri. Dia berpikir bahwa satu-satunya cara untuk melindungi diri dari hukuman adalah dengan tidak terbuka untuk mengakui kesalahan dan tidak menyesali diri. Hal demikian jika terus-menerus bertahan, akan mengembangkan perilaku tidak sosial yang makin menetap dan sulit diubah.

Saran

Pertama, diperlukan kesabaran dan daya tahan untuk menghadapi perilaku negatifnya karena mungkin tak bisa berubah dalam satu atau dua kali upaya, perlu pengulangan terus-menerus dan sikap yang konsisten.

Pendekatan pribadi perlu dilakukan agar ia dapat percaya kepada bu guru sebagai sosok yang memberinya rasa aman dan perlindungan, yang merupakan akar masalahnya selama ini. Mengambil hatinya dapat dilakukan dengan memberinya perhatian yang tulus justru ketika ia berperilaku baik, lebih banyak memberinya pujian ketimbang hanya menegur jika ia berperilaku buruk.

Temukan aspek-aspek positif pada dirinya sebagai bahan pembicaraan awal. Apabila ia telah mau diajak bicara, secara bertahap bahaslah hal-hal yang lebih pribadi, seperti kegalauan perasaan yang tampil padanya. Usahakan untuk tidak membahas mengenai ”kenakalan” atau perilakunya yang negatif atau bertanya mengapa dia begini atau begitu, tapi tunjukkan bahwa bu guru peduli akan kondisi dia yang tidak optimal menggunakan potensi atau kelebihannya.

Juga gali perasaan dia ketika melakukan tindakan berdiam diri, misalnya. Semua ini perlu ditanggapi dengan empati, sikap optimistis bahwa dia dapat berubah dan cara mendengarkan yang baik. Artinya bu guru perlu memusatkan perhatian pada pikiran dan perasaan sang murid, bukan pada keinginan dan sudut pandang bu guru, jadi terimalah apa pun yang murid katakan, tanpa memberi penilaian atau penyangkalan, apalagi memberi nasihat. Dalam tahap ini, murid perlu memperoleh rasa diterima secara total lebih dulu sehingga kepercayaan kepada bu guru mulai berkembang. Bersikap lebih sebagai teman, yang diwarnai sikap santai dan humor, bukan sebagai sosok otoritas akan sangat membantu di sini.

Apabila hubungan saling percaya telah terbentuk, disertai dengan contoh perilaku yang dapat bu guru tampilkan dalam kegiatan sehari-hari, diharapkan lebih mudah menanamkan berbagai perilaku yang positif kepadanya. Jika perlu, bentuklah kelompok kecil bersama murid-murid lain, baik yang menunjukkan masalah perilaku maupun yang tidak bermasalah, untuk melakukan kegiatan menarik, seperti permainan dalam melatihkan nilai-nilai mau membantu, kejujuran, kesetiakawanan, hormat kepada orang lain, keberanian, ingin berprestasi dan lainnya. Bu guru dapat mencari modul yang siap pakai untuk kegiatan ini pada ahli pendidikan atau di toko buku.

Jika kegiatan ini secara rutin dilakukan seminggu sekali atau dua kali selepas jam belajar, diharapkan dalam waktu setahun ke depan telah dapat memberi hasil yang nyata. Meski dirasa belum juga mencukupi, paling tidak telah membekali sang murid tadi maupun murid lainnya dalam berperilaku yang lebih positif.

Semoga berhasil, bravo Ibu Guru!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar