Minggu, 05 April 2015

Pemblokiran Situs Islam

Pemblokiran Situs Islam

Arfanda Siregar  ;  Pengamat Politik dan Gerakan Islam
KORAN TEMPO, 04 April 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

Melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), pemerintah memblokir 22 situs Islam atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Banyak yang kontra atas keputusan tersebut dan merefleksikan penolakan melalui media sosial, seperti Twitter, dengan membuat gerakan #KembalikanMediaIslam sebagai sarana netizen yang menolak pemblokiran 22 situs Islam itu.

Sementara itu, ada pula mereka yang mendukung pemblokiran, meskipun tak semasif gerakan penolak pemblokiran. Mana yang didukung?

Jika mau berpikiran jernih, sesungguhnya jauh lebih banyak situs Islam yang tak diblokir oleh Kemenkominfo dibanding situs yang dilarang mengudara di dunia maya. Situs Islam yang netral dalam menyajikan berita Islam, baik nasional maupun internasional, seperti yang dikelola Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, MUI, dan berbagai organisasi Islam lain masih tetap ada sebagai saluran dakwah Islam via dunia maya.

Jujur saja, hampir semua situs Islam yang diblokir tersebut berafiliasi dengan gerakan Islam yang berasal dari Timur Tengah, sehingga membawa misi dan visi yang berbeda dengan pemahaman Islam mayoritas bangsa Indonesia. Situs seperti arrahmah.com, voa-islam, dan azzamedia, sering kali melansir berita yang menyatakan dukungan kepada Al-Qaidah dan ISIS. Bahkan, pada halaman utama situs azzamedia terpampang bendera hitam yang selama ini dipakai oleh ISIS. Mereka pun nyata-nyata menyatakan diri sebagai Divisi Media Khilafah Islamiyah Berbahasa Melayu.

Begitu juga dengan situs lainnya, tak dapat dipisahkan dari gerakan Islam transnasional, seperti Hizbut Tahrir (HT), Salafiyah, dan Al-Qaidah, yang tumbuh subur di bumi Indonesia.

Masdar Hilmy dalam salah satu tulisannya mengatakan bahwa "Islam transnasional" adalah sebuah gerakan yang bukan asli Indonesia. Keberadaan organisasi politik ini tidak lahir dari pergumulan identitas keindonesiaan yang otentik, melainkan dipindahkan, dibawa, atau diimpor dari negara lain yang berbeda dengan pemahaman Islam di Indonesia.

Mereka cenderung membawa Indonesia menjadi negara seperti pemahaman Islam pendiri gerakan tersebut. Dengan kata lain, Islam transnasional merupakan organisasi politik yang lahir sebagai solusi dari berbagai persoalan politik yang terjadi di Timur Tengah. Adapun Islam nasional adalah organisasi sosial keagamaan atau organisasi politik yang lahir dari persoalan Islam di Indonesia, dan mereka tampil menjadi pemberi solusi.

Sebagai sebuah gerakan, perekrutan anggota pun menjadi keniscayaan. Saluran komunikasi, seperti media cetak, elektronik, dan dunia maya, menjadi sarana penyebar fikroh. Dan, Internet sebagai media komunikasi termurah menjadi penyebar propaganda, seperti meniup api permusuhan kepada pemerintah-dianggap kafir karena tak sesuai dengan pemikiran mereka-publik.

Dalam konteks seperti itulah berbagai situs yang sesungguhnya membawa kepentingan gerakan Islam transnasional tersebut dilansir ke tengah pengguna Internet Indonesia yang mayoritas umat Islam. Dan, wajarlah jika pemerintah yang berpaham Islam nasional merasa perlu memblokir situs Islam yang memiliki hidden agenda. Itu saja "mungkin" alasannya memblokir 22 situs Islam tersebut. Bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar