Rabu, 29 April 2015

Go ASEAN

Go ASEAN

Firmanzah  ;  Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia
KORAN SINDO, 27 April 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           


Delapan bulan menjelang berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada Desember 2015 merupakan masa yang krusial bagi kita semua. Upaya serius dari segenap elemen bangsa akan menentukan apakah kita mampu mengoptimalkan peluang dan potensi pasar yang besar di kawasan ASEAN atau kita hanya menjadi penonton dan sibuk mengurusi ihwal yang elementer. Dibutuhkan perubahan mindset dan paradigma tentang bagaimana kita melihat MEA.

Selama ini wacana yang berkembang fokus pada ancaman MEA bagi produk dan jasa di pasar domestik sehingga mindset kita cenderung defensif dan protektif di tengah peluang yang semakin terbuka. Sementara kita kurang sekali mendiskusikan potensi yang dapat kita manfaatkan bagi produk/jasa dan investasi di pasar ASEAN. Saat negara lain mulai melakukan kebijakan ini, kita semakin membutuhkan kebijakan yang lebih agresif untuk masuk ke pasar-pasar potensial.

Tidak hanya melalui ekspor, tetapi juga investasi langsung ke Vietnam, Myanmar, Laos, Kamboja, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Go ASEAN sebenarnya bukan hanya strategi yang diambil sejumlah negara di kawasan ASEAN untuk meningkatkan perdagangan dan investasi di kawasan.

Perusahaan multinasional telah melihat kawasan ASEAN sebagai kawasan yang memiliki prospek pertumbuhan ekonomi yang sangat stabil. Pertumbuhan ekonomi ASEAN pada 2012 mencapai 5,8%, 2013 5,2%, 2014 4,6%, dan pada 2015 diproyeksikan 5,1%. Ratarata pertumbuhan ekonomi yang stabil dalam beberapa tahun membuat ASEAN sebagai kawasan yang sangat atraktif bagi investasi asing langsung (foreign direct investment-FDI).

Bahkan tercatat pada 2013, total FDI pada ASEAN-5 (Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina) lebih tinggi daripada China. ASEAN- 5 mendapatkan total FDI sebesar USD128,4 miliar, sementara China hanya USD117,6 miliar. Terjaganya stabilitas politik dan keamanan kawasan juga salah satu faktor penting pendukung stabilnya perekonomian kawasan.

Produk domestik bruto (PDB) ASEAN pada 2020 diperkirakan mencapai USD3 triliun. Menurut AC Nielsen, pada 2020 terdapat 400 juta penduduk ASEAN yang masuk dalam middle-income-class dengan pengeluaran USD16-100 per hari. Jumlah kelas menengah yang semakin besar memberikan kepastian dari sisi permintaan.

Sementara dari sisi penawaran, kawasan ASEAN juga memiliki beragam kekayaan alam dari mulai sektor mineral-tambang, perkebunan, pertanian, dan kelautan. Di sisi lain, semakin membaiknya perekonomian, kualitas ke akses pendidikan yang lebih baik juga menjamin semakin tersedianya tenaga kerja terampil sebagai salah satu variabel penting bagi daya saing perusahaan.

Posisi strategis ASEAN sebagai jalur perdagangan dunia yang menghubungkan transportasi laut dari Eropa, Afrika, India ke China, Jepang, dan Korea Selatan juga menjadi alasan mengapa kawasan ini menarik banyak investor global. Semangat, mindset, dan paradigma Go ASEAN bagi dunia usaha di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan. Namun, upaya dan kebijakan pemerintah agar hal ini dapat berjalan lebih sistematis dan terstruktur perlu dilakukan.

Selama ini Go ASEAN dilakukan secara parsial atas inisiatif sendiri-sendiri dari pengusaha dan perusahaan nasional. Misalnya saja beberapa BUMN kita seperti WIKA yang menggarap Bandara Oe-Cusse di Timor Leste dengan nilai proyek senilai Rp1 triliun. Semen Indonesia pada 2013 telah mengakuisisi Thang Long Cement di Vietnam.

Sementara Pupuk Indonesia bekerja sama dengan Myanmar Agriculture Public Cooperative-MAPCO untuk distribusi pupuk ke pasar Myanmar. BUMN perbankan seperti Bank Mandiri dan BNI juga telah beroperasi di sejumlah negara ASEAN. Beberapa perusahaan swasta nasional seperti Ciputra, Lippo Group, Indofood, Sidomuncul, dan Es Teler 77 juga telah ekspansi ke banyak negara ASEAN.

Strategi dan kebijakan Go ASEAN semakin membutuhkan dukungan dan kebijakan yang lebih terstruktur dengan semangat Indonesia Incorporated dari pemerintah. Kita dapat mencontoh upaya sejumlah negara yang mampu membawa dan mendorong dunia usahanya secara sistematis ekspansif ke pasar internasional yang potensial.

Ini dilakukan oleh Jepang di bawah Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri (MITI) yang selalu membawa dan mengajak serta mendorong pelaku usaha Jepang memanfaatkan peluang perdagangan dan investasi di luar negeri. Selain itu, kerja sama kemitraan antarperusahaan Jepang juga terus diperkuat.

Berbagi best-practice dan knowledge keberhasilan investasi di pasar internasional secara intensif terus dilakukan sehingga menciptakan gelombang maju bersama sesama perusahaan Jepang meski di sejumlah kesempatan antarmereka juga berkompetisi. Tidaklah mengherankan bila saat ini Jepang memiliki banyak sekali perusahaan multinasional yang beroperasi di berbagai negara dan kawasan.

Pemerintah perlu mengajak asosiasi pengusaha seperti Kadin, Apindo, Hipmi, dan Hippi untuk menggalang kerja sama memanfaatkan peluang dan potensi yang terbuka di pasar ASEAN. Pemerintah juga perlu meningkatkan koordinasi baik lintas kementerian maupun koordinasi pusat-daerah.

Koordinasi dan kerja sama lintas kementerian mutlak diperlukan mengingat sejumlah sektor usaha terbagi dalam kementerian dan lembaga yang terpisah. Paling tidak sejumlah kementrian seperti Kementerian Luar Negeri, Kementrian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kemenetrian BUMN, Kementerian Koperasi dan UKM, serta BKPM perlu duduk bersama membuat skema kebijakan untuk mendorong dunia usaha nasional lebihekspansif ke pasar ASEAN.

Tidak hanya pengusaha besar, tetapi sektor UMKM juga perlu lebih sistematis lagi untuk diarahkan memanfaatkan pasar yang semakin terbuka di kawasan. Kebijakan ekspansif ke pasar ASEAN melalui Go ASEAN bukan berarti lantas melupakan penguatan pasar domestik.

Yang ingin saya sampaikan adalah hanya memperkuat keamanan pasar domestik dari serbuan produk dan jasa dari luar negeri tidak memadai untuk bisa menjadi pihak yang mendapatkan manfaat terbesar dalam liberalisasi pasar dan investasi. Kebijakan tersebut perlu dilengkapi dengan upaya dan strategi yang ekspansif memanfaatkan peluang dan potensi pasar di luar negeri.

Ini sesungguhnya juga telah dilakukan oleh banyak dunia usaha nasional melalui aksi korporasi. Yang kita butuhkan sekarang adalah political dan good-will dari pemerintah untuk mampu menggalang segenap potensi dunia usaha nasional memanfaatkan peluang investasi di banyak negara ASEAN.

Saya optimistis gabungan antara aksi korporasi dan upaya sistematis dan terstruktur dari pemerintah akan semakin membuat Indonesia mengambil banyak manfaat dari MEA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar