Batas
Kepemimpinan
Rudolf Tjandra ; Chief Marketing Officer & Director
Softex Indonesia
|
KORAN SINDO, 28 April 2015
“Ketika seorang pemimpin yang
efektif menyelesaikan pekerjaannya, orang-orang mengatakan bahwa itu terjadi
secara alami.”- Lao Tzu
Pemimpin dan kepemimpinan menjadi
salah satu isu yang paling penting belakangan ini. Kepemimpinan bangsa dengan
Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kepemimpinan Ibu Kota dengan Gubernur Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok), kepemimpinan Ibu Risma dalam penanganan bencana
AirAsia yang patut dipuji serta kepemimpinan dari berbagai organisasi publik,
pemerintah maupun swasta telah menjadikan saat ini waktu yang tepat untuk
melakukan refleksi:
sejauh manakah para pemimpin mampu
melakukan perubahan dan seberapa banyak perubahan dan/atau transformasi yang
dapat kita harapkan dari para pemimpin kita? “Manajemen adalah melakukan
dengan benar, kepemimpinan adalah melakukan hal yang benar,” kata Peter
Drucker.
Namun batasan antara kedua hal
tersebut menjadi kabur ketika kini muncul tuntutan agar manajer juga menjadi
pemimpin yang efektif dan pemimpin juga sekaligus menjadi manajer yang andal.
Tuntutan akan kepemimpinan yang mampu memberikan visi yang relevan dan
memastikan visi tersebut terterapkan dengan efektif menjadi semakin besar
karena baik dia seorang pemimpin bangsa dengan 250 juta penduduk, kota
megapolitan dengan jumlah penduduk mencapai 20 juta, perusahaan multinasional
dengan 1.000 profesional.
Atau perusahaan kecil dengan 20
karyawan; semuanya adalah organisasi yang membutuhkan atau lebih tepatnya
menempatkan sederet harapan kepada para pemimpinnya. Jadi apakah sebenarnya
yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin yang efektif? Keterampilan, kekuatan,
dan kepribadian seperti apa yang dibutuhkan seseorang untuk dapat memberikan
hasil yang nyata?
Kita melihat literatur
kepemimpinan penuh dengan kata-kata seperti “karisma”, “determinasi”, “komitmen”,
“passion /hasrat”, dan “visi”. Apakah benar demikian ada-nya? Apa semua
pemimpin efektifmutlakmemiliki trait atau karakter seperti tertera di atas?
Hasil riset berpuluh tahun yang dilakukan Prof Brian Morgan dari Cardiff
Business School ternyata membuktikan hal berbeda.
Tidak ada yang konsisten dari
daftar descriptor yang dapat membantu kita mengidentifikasi pemimpin yang
luar biasa. Pemimpin sukses ternyata sangat beragam. Beberapa eksentrik, yang
lain konformis, beberapa khawatiran, beberapa sangat santai, beberapa sangat
memesona dan hangat, beberapa memiliki kepribadian sangat kaku dan cenderung
pendiam.
Hasil riset ini sejalan dengan 20
tahun pengalaman saya sebagai profesional di berbagai organisasi. Saya
malahcenderung berpendapat bahwa tidak ada kepemimpinan yang bebas konteks
dan efektivitas kepemimpinan sebagian besar sangat bersifat situasional.
Pandangan saya ini sejalan dengan
teori kepemimpinan yang menyatakan, baik model kepemimpinan transaksional
maupun transformasional tidak dapat dipastikan selalu efektif dalam segala
situasi dan semua waktu. Filosofi seorang pemimpin harus cukup fleksibel
untuk dapat beradaptasi dengan situasi dan perubahan zaman.
Kita membutuhkan campuran teknik
kepemimpinan transaksional dan transformasional untuk dapat menyelesaikan
pekerjaan. Ide dasar di balik teori tersebut adalah seseorang harus mampu
menyesuaikan strategi dengan kondisi yang selalu berubah.
Hidup didefinisikan dengan cerdas
adalah suatu pencarian tanpa akhir terhadap pengetahuan. Jadi jika Anda
berpikir bahwa mengetahui segalanya yang ada, Anda mungkin telah sampai ke
akhir. Seorang pemimpin harus selalu membuka mata dan telinganya secara terus
menerus untuk selalu terbuka dalam menyerap pemikiran dan ide-ide baru,
terlepas dari mana pun mereka berasal.
Semua kesempatan untuk belajar
keterampilan baru tidak boleh diabaikan begitu saja karena itu akan
memberikan dorongan untuk berkembang. Manajemen dan kepemimpinan adalah
bidang yang sangat dinamis. Gaya lamadanideologiideologi menjadi kuno dan
yang baru akan menggantikan mereka. Apa yang berfungsi saat itu mungkin tidak
akan berfungsi sekarang.
Bisnis saat ini menuntut
pendekatan manajemen yang berbeda. Semua pemimpin tidak memiliki cara yang
sama dalam memandang suatu hal. Beberapa memilih pendekatan carrot, sementara
yang lainnya memilih pendekatan stick. Beberapa melihat kebebasan sebagai cara
mengembangkan kreativitas dan pemikiran individu, sementara yang lain percaya
bahwa sejumlah kontrol diperlukan untuk mencapai target dan menyelesaikan
pekerjaan.
Seorang pemimpin yang efektif
harus mampu dan bersedia untuk mengerti dan bekerja dalam keterbatasan dari
lingkungan tempat dia bekerja. Hal ini karena tidak ada sebuah lingkungan
yang sepenuhnya selalu kondusif sehingga proses menghubungkan kinerja dengan
kepemimpinan tidak pernah mudah.
Pemimpin harus sangat bersemangat
untuk membuat poin di mana mereka dapat membentuk visi yang jelas dan
memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mengomunikasikan rencana mereka
ke seluruh organisasi sehingga akan muncul kinerja luar biasa meski dalam
kenyataannya apa yang terjadi tidak akan pernah jelas sepenuhnya.
Ini terjadi karena dalam urat nadi
organisasi yang kompleks kepemimpinan dan pimpinan akan selalu berhadapan
dengan keterbatasan. Beberapa pemicu keterbatasan tersebut dapat dilihat dari
beberapa fakta. Pertama, fakta bahwa strategic choice sering membutuhkan
berbulanbulan atau bahkan bertahuntahun untuk muncul.
Perubahan sering kali dimulai dari
single-loop, pendekatan winwin daripada evolusi doubleloops atau
triple-loops. Chris Argyris (2002) mendefinisikan pembelajaran single-loop
sebagai pendeteksi dan koreksi kesalahan tanpa mengubah nilai dan kultur
organisasi. Sebagai contoh, termostat diprogram untuk menyala ketika suhu di
dalam ruangan dingin, matikan api jika ruangan menjadi terlalu panas.
Termostat adalah pembelajaran
doubleloops jika dapat menanyakan mengapa dia diprogram untuk mengukur suhu,
kemudian menyesuaikan suhu tersebut. Sebagai catatan perubahan yang
diperlukan dalam double loops membutuhkan sebuah aktualisasi Revolusi Mental
ala Presiden Jokowi yang seharusnya berarti perubahan menuntut kita melihat,
mempertanyakan dan bila perlu mengubah nilai-nilai dan kultur yang selama ini
berlaku.
Sumber kedua yang berpotensi
membatasi peran kepemimpinan dapat ditelusuri dari perbedaan tingkat urgensi
tahap proses evolusi perusahaan yang berbeda. Organisasi yang sedang dalam
kesulitan dan/atau organisasi baru mungkin akan jauh lebih bersedia untuk
beradaptasi dengan cepat dibandingkan dengan organisasi yang sudah berumur
dan organisasi yang sudah sukses.
Ini terjadi karena perilaku yang
konsisten diikuti sekian lama akan terakumulasi menjadi sebuah konsensus,
sebuah kebiasaan. Di saat itu dibutuhkan keberanian yang luar biasa untuk
membangun sebuah organisasi kelas dunia.
Salah satu aspek yang paling
menantang dari kepemimpinan adalah menciptakan keseimbangan yang tepat antara
pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin dan pembentukan atmosfer di
mana visi yang jelas dikomunikasikan dengan baik ke seluruh urat nadi
organisasi.
Visi yang dikomunikasikan dengan
baik harus meliputi komitmen dari pimpinan organisasi kepada semua anggota
organisasi tersebut dan sebaliknya. Menghargai dan rasa peduli yang nyata
kepada orang-orang dalam organisasi Anda adalah satu hal mendasar dari
kepemimpinan yang baik.
Manusia adalah aset yang paling
berharga dalam organisasi sehingga ini menjadi sangat esensial bagi seorang
pemimpin untuk menginvestasikan waktu dan tenaganya untuk mengembangkan
mereka dengan memberikan kesempatan- kesempatan yang ada, pengakuan jangka
pendek maupun panjang dan rasa memiliki yang kuat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar