Membumikan
Islam Nusantara
M Hasan Mutawakkil Alallah ; Ketua
Tanfidziyah PW NU Jawa Timur
|
JAWA POS, 24 April 2015
DERITA
rakyat di kawasan Timur Tengah yang tak kunjung berakhir akibat perang
saudara menjadi keprihatinan umat Islam di seluruh dunia. Tragedi kemanusiaan
di wilayah tumbuh dan berkembangnya muasal Islam tersebut memicu pertanyaan
penting: Di manakah nilai ukhuwah
watoniyah, islamiyah, dan basyariyah
yang telah diteladankan oleh Rasulullah Muhammad SAW ketika membangun
Madinah?
Juga,
di manakah aktualisasi Islam sebagai agama rahmatan lil alamin yang mengajarkan cinta kasih dan kedamaian?
Realitas yang terjadi di kawasan Timur Tengah itulah yang melatarbelakangi
keberadaan Islam Nusantara dipandang sebagai teladan ideal bagi aktualisasi Islam rahmatan lil alamin.
Genealogi Islam Nusantara
Terdapat
beberapa asumsi dan teori yang berbeda terkait dengan datangnya Islam di
Nusantara, baik mengenai tempat asal kedatangan Islam, para mubalig/pembawa
ajaran Islam, dan waktu kedatangannya. Dalam catatan Pijnappel, Snouck
Hurgronje, dan Moquette, Islam masuk ke Nusantara dari anak benua India atau
tepatnya dari wilayah Gujarat dan Malabar. Mereka tidak menjelaskan waktu
kedatangan Islam dari wilayah itu. Hanya, Hurgronje berasumsi bahwa abad
ke-12 merupakan periode paling mungkin dari permulaan masuknya Islam di
Nusantara.
Pendapat
yang berbeda dikemukakan Arnold. Menurut dia, walaupun Islam masuk ke
Nusantara dari Coromandel dan Malabar, perlu dipahami bahwa para pedagang
Arab dan Timur Tengah umumnya juga membawa misi penyebaran agama Islam ketika
mereka dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak awal Hijriah atau abad
ke-7 dan ke-8 Masehi (Azra, 1994:26).
Ajaran
Islam tersebar secara masif ke Nusantara. Khususnya di kawasan Jawa dan
Sumatera, penyebaran itu terjadi setelah masa akhir kekuasaan Kerajaan
Majapahit, ketika para mubalig yang di kemudian hari dikenal dengan sebutan
Wali Sanga berdakwah dan membagi tugas berdakwah di kawasan yang berbeda
sehingga memungkinkan Islam secara cepat tersebar ke berbagai wilayah.
Misalnya, Maulana Malik Ibrahim mengislamkan pesisir utara Pulau Jawa dan
pernah berusaha mengislamkan raja Majapahit yang bernama Wikramawardhana,
yang berkuasa pada 788–833 H/1386–1429 M.
Tetapi,
upaya penyebaran Islam oleh Maulana Malik Ibrahim tersebut tidak maksimal
hingga kedatangan Raden Rahmatullah, yang diriwayatkan masih memiliki
hubungan kekerabatan dari istri raja Majapahit yang berasal dari negeri
Campa. Dengan hubungan tersebut, Raden Rahmatullah mendapat fasilitas untuk
mengenalkan dan mengajarkan agama Islam. Dia, di antaranya, diberi sebidang
tanah di kawasan Ampel Denta untuk kegiatan dakwah sehingga masyhur dengan
sebutan Sunan Ampel.
Pada
masa yang sama, juga dikenal seorang mubalig yang bernama Syekh Nur Al Din
Ibrahim bin Maulana Izra’il yang tinggal di kawasan Cirebon, Jawa Barat. Dia
dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Seorang sayid terkenal lain adalah Maulana
Ishaq. Dia dikirim oleh sultan Pasai untuk mengislamkan raja Blambangan, Jawa
Timur, yang pada akhirnya dikawinkan dengan putri raja Blambangan. Dari
perkawinan itu, lahir keturunan yang kemudian dikenal sebagai Raden Ainul
Yaqin atau Sunan Giri.
Dari
generasi Wali Sanga itu, kemudian berkembang keturunan dan kader cemerlang
yang menjadi penerus perjuangan Islam pada abad-abad selanjutnya seperti
Syekh Nawawi Banten dan Syekh Mahfud Al Turmusi dari Termas. Dari didikan dua
ulama itulah muncul generasi ulama seperti KH Kholil, Bangkalan; KH Hasyim
Asyari dari Tebuireng, Jombang; KH Wahab Hasbullah; KH Bisri Samsuri; serta
banyak tokoh pesantren yang berkontribusi signifikan untuk tersebarnya Islam
di Nusantara. Para ulama tersebut merupakan jejaring intelektual yang
meneruskan ajaran Wali Sanga dengan mendirikan pondok pesantren dan
melestarikan risalah yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW dalam bingkai
ahlussunnah wal jamaah.
Ajaran Islam Nusantara
Islam
yang datang ke Nusantara merupakan Islam yang sudah paripurna karena telah
mengalami dialog intensif dengan berbagai peradaban besar dunia seperti
Turki, India, Tiongkok, Siam, dan lainnya. Akibatnya, ketika sampai di
Nusantara, Islam telah tampil dalam kondisi matang. Islam itulah yang
diajarkan di pesantren-pesantren di seluruh Nusantara, yang terbingkai dalam
ajaran ahlussunnah wal jamaah yang memiliki karakteristik tasamuh
(toleransi/fleksibilitas), tawassuth
(moderasi), serta tawazun dan i’tidal (menjaga keseimbangan).
Karakteristik
tersebut menjadi roh Islam Nusantara. Karena itu, dalam aktualisasinya, Islam
Nusantara memunculkan wajah yang ramah, damai, santun, dan menyejukkan.
Sebab, misi dan ajarannya dapat selaras dan senapas dengan lingkungan
sehingga terjadi akulturasi dengan kultur sosial masyarakat di sekitarnya.
Lenturnya ajaran Islam Nusantara dengan lingkungan masyarakat menjadikan
Islam Nusantara dinamis dan sumber inspirasi umat karena responsif terhadap
segala permasalahan umat, misalnya dalam menyelesaikan kasus aliran-aliran
yang dianggap menyimpang dari mainstream.
Islam
Nusantara mengedepankan tabayun dan dialog untuk menyelesaikan kasus sebelum
penyelesaian ditempuh lewat jalur hukum atau lainnya. Begitu pula dalam
menyikapi masalah kebangsaan, Islam Nusantara mengajarkan kecintaan kepada
negara secara utuh dengan landasan hubbul wathan minal iman. Acuannya adalah
ajaran Rasulullah SAW dan Al Khulafa’ Al Rasyidun dalam berpolitik dan
bernegara.
Dengan
praktik seperti itu, Islam Nusantara sangat responsif terhadap transformasi
sosial dengan memberikan solusi secara persuasif dan moderat dalam upaya
terciptanya baldatun thoyyibatun
warabbun ghaf?r. Spirit ajaran Islam Nusantara tersebut terlembagakan ke
dalam Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan organisasi penerus ajaran dan
dakwah Wali Sanga.
Atas
dasar itu, suatu keharusan bagi NU senantiasa mengukuhkan Islam Nusantara
untuk menjadi sumber inspirasi peradaban dunia. NU layak mendorong diri
melalui praktik utama terbaik agar Islam bisa memberikan manfaat besar bagi
kebangsaan dan kenegaraan Indonesia serta kemanusiaan dan kesemestaan luas.
Apa yang belakangan ini menimpa Timur Tengah harus memberikan kesadaran
kepada kita bersama atas pentingnya Islam Nusantara.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar