Darurat
Pengesahan RUU Advokat yang Baru
Frans H Winarta ; Ketua
Umum PERADIN dan Anggota Dewan Penyantun YLBHI
|
KORAN SINDO, 23 April 2015
Saat
ini negara kita bisa dibilang sedang dalam keadaan darurat, di mana profesi
advokat sedang disorot akibat banyak kejadian yang cukup mencoreng dunia
profesi advokat.
Beberapa
waktu terakhir, banyak advokat yang tertangkap tangan melakukan suap dan turut
serta dalam korupsi yudisial. Tentunya perbuatan yang dilakukan oleh
segelintir oknum ini sangat merugikan dunia profesi advokat pada umumnya.
Padahal budaya suatu bangsa tecermin dari perilaku para advokatnya.
Generasi
advokat saat ini sangatlah berbeda dengan generasi awal advokat Indonesia
yang memegang teguh kode etik profesi dan kepentingan klien. Terlihat dengan
jelas bahwa generasi advokat saat ini belum memahami dengan jelas kode etik
profesi yang digelutinya. Padahal fungsi, tugas, dan status advokat telah
diatur dengan tegas dan jelas, namun belum dapat dilaksanakan dengan baik.
Profesi
advokat memiliki idealisme di mana ada nilai keadilan dan kebenaran yang
diperjuangkan, jadi bukan semata- mata mencari nafkah saja seperti yang
terjadi saat ini dalam dunia profesi advokat. Di sinilah kehadiran organisasi
advokat sangat dibutuhkan untuk menjaga mutu dan kualitas dari seorang
advokat.
Pada
awalnya, ide wadah tunggal organisasi advokat dicetuskan agar organisasi
advokat bersatu, solid, dan berwibawa, dan tidak ada campur tangan dari pihak
mana pun termasuk pemerintah terhadap organisasi advokat karena profesi
advokat adalah profesi yang bebas dan mandiri.
Namun
semakin lama, ide wadah tunggal profesi advokat menjadi disalahgunakan dalam
misi dan visinya. Sudah merupakan rahasia umum bahwa monopoli organisasi
advokat dalam wadah tunggal belum dapat mencetak advokat tangguh dan
profesional serta jujur dan bersih seperti advokat era jaman dulu.
Di
mana yang dikejar adalah kepentingan materi dan memenangkan kasus dengan
berbagai cara yang melanggar etika dan hukum. Persaingan sehat antar advokat
adalah yang dibutuhkan di era sekarang, di mana idealnya semua dapat
diwujudkan dalam sistem wadah jamak atau biasa disebut dengan sistem multi-bar association.
Dalam
sistem multi-bar association,
persaingan bebas yang sehat antar organisasi advokat dapat lebih dijaga
karena sifat masyarakat Indonesia yang pluralis. Mengingat banyaknya
organisasi advokat saat ini dengan berbagai karakteristik advokat di
dalamnya, maka advokat-advokat Indonesia tidak dapat dipaksakan berada di
bawah naungan satu organisasi advokat wadah tunggal yang pada faktanya saat
ini juga sudah terpecah belah.
Persaingan
bebas yang sehat antar organisasi advokat diharapkan dapat mencetak advokat
yang berkualitas, independen, dan profesional. Ke depannya diharapkan semakin
banyak advokat yang berkualitas, jujur, berintegritas tinggi, dan bermutu
dalam rangka memberikan jasa hukum kepada masyarakat.
Apalagi
saat ini negara-negara sedang memasuki era pasar bebas dan MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN), di mana sumber daya manusia dituntut untuk bersaing dengan
sumber daya manusia internasional. Diharapkan advokat Indonesia mampu
bersaing secara fair pula dalam dunia internasional.
Hal-Hal Penting
Di
dalam RUU Advokat yang baru, ada beberapa hal penting yang patut diperhatikan
dalam rangka perbaikan mutu advokat ke depan, antara lain pendidikan khusus
profesi advokat yang dapat diselenggarakan sendiri oleh organisasi advokat,
namun standar pendidikan khusus profesi advokat ditetapkan oleh Dewan Advokat
Nasional.
Hal
ini tentunya merupakan hal baik. Karena untuk dapat menghasilkan advokat yang
mandiri, terampil, profesional, tangguh, dan memenuhi kebutuhan akan
pemberian jasa hukum yang berkualitas bagi masyarakat, khususnyapara pencari
keadilan (justitiabelen) di dalam
era globalisasi yang sarat dengan persaingan,
dapat
dilakukan melalui pendidikan advokat dan ujian advokat yang terarah dan
bermutu yang diselenggarakan secara nonkomersial melalui kurikulum yang
disusun oleh organisasi advokat bekerja sama dengan negara c.q Menteri Hukum
dan HAM RI dan Mahkamah Agung RI serta universitas-universitas negeri atau
yang disetarakan dengan itu.
Pendidikan
dan pelatihan advokat yang diselenggarakan tersebut sebaiknya juga diarahkan
kepada kebutuhan praktik dan era globalisasi. Hal ini didukung dengan
penentuan standar pendidikan khusus oleh Dewan Advokat Nasional yang terdiri
dari unsur praktisi hukum, akademisi, dan anggota masyarakat.
Selain
itu, organisasi advokat juga harus berbadan hukum, dan memiliki kepengurusan
100% dari jumlah provinsi, paling sedikit 30% dari jumlah kabupaten/kota pada
setiap provinsi yang bersangkutan. Jika ditilik secara kritis, harus
dipertimbangkan lagi apa maksud dan tujuan dari pasal ini. Apalagi organisasi
advokat bukanlah organisasi masyarakat yang bersifat massal, di mana harus
memiliki anggota yang ditentukan dari kuantitas, bukan kualitas.
Organisasi
advokat tidak bertujuan untuk menarik simpati dan suara dari konstituen
sebanyak mungkin (vote getters).
Lebih lanjut, dalam RUU Advokat ditegaskan dengan jelas bahwa anggaran
pendapatan dan belanja organisasi advokat bersumber dari iuran anggota dan
sumbangan yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Ini
penting, karena sudah seharusnya suatu organisasi advokat tidak
mengomersialisasikan organisasinya dalam bentuk apa pun. Sehingga tujuan
organisasi advokat untuk dapat menghasilkan advokat yang berkualitas,
independen, mandiri, terampil, profesional, tangguh, jujur, dan memberikan
jasa hukum yang berkualitas bagi masyarakat, bisa terwujud.
Yang
terpenting adalah ketentuan konsep wadah tunggal yang telah dihilangkan di
dalam RUU Advokat, sehingga kekuasaan tunggal yang dihasilkan dari wadah
tunggal yang berakibat untuk tujuan komersialisasi tersebut juga akan lenyap
dalam UU Advokat yang baru nanti.
Apalagi
konsep wadah tunggal ini juga tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Dasar 1945 yang menjamin hak masyarakat (dalam hal ini termasuk advokat)
untuk mendapat perlakuan yang sama (persamaan di hadapan hukum) serta
kemerdekaan untuk berserikat dan berkumpul dan mengemukakan pendapat.
Pengembangan Mutu Advokat
Pro
dan kontra mengenai pengesahan RUU Advokat yang berada di DPR saat ini terus
berlanjut di kalangan advokat Indonesia. Namun yang perlu diperhatikan demi
kepentingan profesi advokat adalah bagaimana mengembangkan mutu advokat
Indonesia ke depan. Bukan lagi masalah kepentingan pribadi atau golongan demi
komersialisasi organisasi advokat.
Untuk
itu, harus ada revolusi moral. Ke depannya organisasi advokat harus
menjalankan prinsip ”good governance ” dan bersaing secara sehat dalam sistem
multi-bar association . Pendidikan berkelanjutan atau continuous legal education
harus diimplementasikan dengan baik dalam pengembangan mutu advokat
Indonesia. Pelatihan dan training juga harus terus dilaksanakan agar advokat
mendapatkan ilmu terbaik di bidangnya.
Seminar
atau workshop mengenai kode etik juga penting. Terlebih lagi kode etik
profesi advokat harus ditegakkan dan pengaduan pelanggaran kode etik harus
diperiksa dan diputus. Kesemuanya itu saat ini tergantung pada pengesahan RUU
Advokat di DPR.
Oleh
karena itu, DPR harus cepat mengesahkan RUU Advokat dengan sistem multi-bar
association karena dengan persaingan bebas nantinya yang diuntungkan adalah
pencari keadilan (justitiabelen)
dan masyarakat karena akan memperoleh pelayanan hukum secara profesional,
jujur, bersih, mengedepankan kepentingan klien, ahli dan memahami hukum dan
fungsinya sebagai advokat dengan baik dan luas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar