SK
Menpora Menggantung Bola
W Riawan Tjandra ; Pengajar Hukum Administrasi Negara pada
Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
|
KORAN SINDO, 27 April 2015
Menteri Pemuda dan Olahraga
(Menpora) akhirnya membekukan kepengurusan PSSI hasil Kongres Luar Biasa
melalui Surat Keputusan Nomor 01307 Tahun 2015 tertanggal 17 April 2015.
Cukup banyak pihak menilai bahwa
surat Menkumham tersebut sejatinya salah alamat karena seharusnya ditujukan
kepada PT Liga Indonesia, bukan kepada PSSI. Surat itu berisi pembekuan PSSI
karena tidak menanggapi surat teguran pertama (8 April) dan tidak memberikan
jawaban yang relevan dengan isi surat teguran kedua (15 April).
PSSI juga tidak menjawab surat
peringatan ketiga (16 April) sampai tenggat 24 jam berakhir. Semua surat
teguran tersebut berkaitan dengan kisruh kompetisi Liga Super Indonesia
(LSI). PSSI dan PT Liga Indonesia dinilai mengabaikan rekomendasi Badan
Olahraga Profesional Indonesia yang mencoret Arema Cronus dan Persebaya
Surabaya dari daftar peserta kompetisi LSI 2015 karena adanya klaim
kepemilikan ganda.
Namun ternyata kedua klub tetap
melaksanakan dua pertandingan di kandang masing-masing. Secara yuridis dan
organisatoris, kewenangan menanggapi rekomendasi pencoretan Arema dan
Persebaya dari BOPI ada pada PT Liga Indonesia selaku operator Liga Super
Indonesia alias QNB League.
Seharusnya Kementerian Pemuda dan
Olahraga melalui BOPI memberikan kesempatan lagi bagi Arema dan Persebaya
yang hanya tinggal menuntaskan urusan administrasi mengenai proses
rekonsiliasi kepengurusan di klub masing-masing. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan disebutkan, ormas hanya
bisa dibubarkan bila melanggar ideologi negara dan melakukan tindakan makar.
Sebagai ormas, PSSI hanya bisa
dibubarkan oleh pengurusnya menurut ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga PSSI. Dalam sepak bola Indonesia tidak terjadi pelanggaran atas
dua alasan hukum yang memungkinkan dilakukannya pembubaran PSSI sebagai suatu
ormas tersebut.
Sebagai ormas, PSSI tidak bisa
dibubarkan oleh Menpora. Soal kelembagaan ormas, kewenangannya ada di
Kementerian Hukum dan HAM RI, bukan berada di Kementerian Pemuda dan
Olahraga. Di titik inilah sejatinya Menpora perlu meninjau ulang surat
keputusan (beschikking) yang telah
telanjur ditetapkannya tersebut.
Dalam teori hukum administrasi
negara, suatu keputusan tata usaha negara yang telah dikeluarkan oleh seorang
pejabat tata usaha negara selalu terbuka kemungkinan untuk dicabut kembali
oleh pejabat tata usaha negara yang menetapkannya melalui mekanisme executive review.
Jika Menpora tidak bersedia
mencabutnya, UU Administrasi Pemerintahan membuka peluang bagi pengurus PSSI
yang baru untuk mengajukan upaya administratif terhadap SK tersebut melalui
langkah pengajuan keberatan (administratieve
bezwaar) kepada pejabat yang menetapkan (Menpora) maupun banding
administratif (administratieve beroep)
kepada atasan pejabat yang menetapkan suatu keputusan tata usaha negara
(baca: Presiden RI).
Jika setelah melalui kedua langkah
tersebut upaya hukum PSSI belum membuahkan hasil, masih tersedia upaya hukum
bagi pengurus PSSI untuk menggugat Surat Keputusan Menpora Nomor 01307 Tahun
2015 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Badan sepak bola dunia (FIFA) yang
bermarkas di Zurich, Swiss, belum bisa memberikan komentar lebih jauh tentang
pembekuan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang dilakukan
Menpora Imam Nahrawi. David Noemi, salah seorang juru bicara FIFA, menyatakan
sedang memantau dan mempelajari situasi mengenai pembekuan PSSI tersebut
sehingga belum bisa memberikan komentar atau mengambil sikap tertentu.
Noemi hanya mengingatkan bahwa
pada tanggal 10 April 2015 FIFA telah mengirim surat kepada Menteri Imam
Nahrawi tentang kriteria yang ditetapkan pemerintah terhadap klub-klub yang
hendak berpartisipasi dalam Liga Super Indonesia.
Dalam surat itu, FIFA
menginformasikan kepada Menteri Nahrawi bahwa para anggota FIFA harus
mengelola urusan mereka secara independen dan tanpa pengaruh dari pihak
ketiga seperti diatur dalam Pasal 13 dan 17 Statuta FIFA. Selanjutnya, FIFA
mengingatkan bahwa hanya anggota FIFA (atau liga yang terafiliasi) yang bisa
memberi lisensi dan bertanggung jawab mengatur dan memaksakan kriteria yang
harus dipenuhi klub yang berpartisipasi sebagaimana diatur pada butir ke dua
dan ketiga pada Peraturan Perizinan Klub FIFA.
Berkaitan dengan hal itulah,
substansi surat tersebut selanjutnya menyebutkan bahwa FIFA meminta
Pemerintah Republik Indonesia menahan diri agar tidak mencampuri urusan PSSI
dan memungkinkan PSSI memenuhi kewajibannya sebagai anggota FIFA.
Noemi menyampaikan bahwa kegagalan
Pemerintah Indonesia melakukan hal untuk tidak mencampuri urusan PSSI akan
membuat FIFA tidak punya pilihan selain menjatuhkan sanksi kepada PSSI.
Sejatinya, dunia sepak bola Tanah Air, khususnya liga profesional, kini
sedang merangkak naik untuk mulai menapaki jalur prestasi. Pembekuan PSSI
oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) merugikan sepak bola
nasional.
Kerugian itu berupa sanksi yang bisa
saja dijatuhkan FIFA karena adanya intervensi pemerintah. Sepak bola Tanah
Air akan mati jika FIFA menjatuhkan sanksi, ketika SK Menpora ”menggantung”
bola. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar