Kamis, 23 April 2015

Sejuta Rumah untuk Rakyat

Sejuta Rumah untuk Rakyat

M Basuki Hadimuljono  ;   Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
KOMPAS, 23 April 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Memiliki rumah adalah impian setiap orang. Namun, tidak semua orang mampu menjangkau kebutuhan primer tersebut.

Harga rumah yang terus meningkat tanpa diikuti peningkatan pendapatan masyarakat merupakan persoalan klasik, baik di negara maju maupun berkembang. Karena itu, kehadiran negara sangat diperlukan untuk memfasilitasi, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dalam memenuhi kebutuhan dasar memiliki rumah.

Sejatinya sejak 1970-an Pemerintah Indonesia melaksanakan program subsidi perumahan dengan berbagai inovasi. Harapannya, masyarakat yang kurang mampu terfasilitasi kebutuhannya memiliki rumah. Namun, faktanya, masih banyak masyarakat yang tidak punya rumah.

Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 mencatat, kesenjangan perumahan masih cukup besar, mencapai 13,5 juta unit. Hal ini disebabkan masyarakat bersama pengembang hanya mampu menyediakan sekitar 400.000 unit rumah per tahun, padahal kebutuhan rumah setiap tahun mencapai 800.000 unit.

Hak dasar rakyat

Rumah adalah hak dasar bagi setiap warga negara Indonesia, sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 28 h, yaitu setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang sehat serta memperoleh layanan kesehatan. Hal itu juga ditegaskan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Isu tentang rumah yang layak pun sejak lama menjadi perhatian internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948, Deklarasi Vancouver tentang Perumahan dan Permukiman tahun 1976, serta Agenda Habitat tahun 1996 mengakui dengan tegas bahwa rumah dengan lingkungan yang baik merupakan hak dasar setiap orang.

Pemerintah Indonesia juga menyadari hal itu. Sejak 1970-an, berbagai program dengan segala macam inovasi dan kebijakan disusun, khususnya untuk memfasilitasi MBR, termasuk pekerja buruh. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang dinyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan rumah dan mewujudkan kota yang bersih diperlukan pembangunan 1,2 juta unit rumah per tahun.

Cita-cita itu ditegaskan kembali dalam salah satu Nawacita Presiden Joko Widodo dalam wujud Program Pembangunan Sejuta Rumah untuk Rakyat. Dengan terpenuhinya kebutuhan rumah yang akan menjadi aset penting bagi masyarakat MBR dan buruh, program ini akan menjadi instrumen peningkatan kesejahteraan rakyat.

Rumah sebagai kebutuhan dasar setiap manusia yang mencerminkan budaya bangsa bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan menjadi tanggung jawab semua pihak, sebagaimana ditegaskan UU No 1/2010 tentang Perumahan dan Permukiman serta UU No 20/2011 tentang Rumah Susun.

Mengatasi ketertinggalan

Ketertinggalan pemenuhan kebutuhan rumah yang mencapai 13,5 juta unit akan menjadi perhatian pemerintah. Karena itu, mulai tahun 2015, pemerintah menargetkan agar semua pemangku kepentingan dapat membangun satu juta rumah setiap tahun dan terus meningkat. Pemerintah akan memberikan dukungan melalui berbagai bantuan dan revitalisasi regulasi, khususnya rumah bagi MBR.

Sebagai langkah awal, pemerintah mulai melaksanakan Program Sejuta Rumah untuk Rakyat per akhir April 2015. Menurut rencana, Presiden Joko Widodo akan mengawali ground breaking pembangunan perumahan yang dipusatkan di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, serempak diikuti oleh 18 provinsi yang lokasi pembangunannya sudah siap dan tidak bermasalah. Kegiatan ground breaking mewakili 245.161 unit rumah yang akan dibangun pada tahap pertama, terdiri dari rumah tapak, rumah susun milik, rumah susun sewa, dan rumah khusus.

Provinsi yang akan mengikuti pencanangan adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua, DKI Jakarta, dan Sulawesi Tenggara.

Selain itu, pemerintah melalui Bank BTN telah menyiapkan program uang muka KPR hanya 1 persen—sebelumnya 5 persen—per tahun dan mendorong penguatan daya beli MBR dengan cara menyediakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Dengan demikian, bunga KPR menjadi 5 persen dengan jangka waktu tenor 20 tahun.

Juga disediakan bantuan uang muka Rp 4 juta untuk membantu masyarakat tidak mampu. Bagi masyarakat dengan penghasilan terbatas (tidak mampu mencicil), pemerintah memberikan fasilitas rusunawa untuk disewa.

Revisi regulasi

Guna mempercepat realisasi Program Sejuta Rumah untuk Rakyat, diperlukan beberapa regulasi yang mampu mendorong daya beli masyarakat umum, pekerja/buruh, PNS, dan pengembangan pasar perumahan. Beberapa regulasi yang diusulkan untuk direvisi adalah:

a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan, agar mewajibkan pemerintah kabupaten/kota memberikan keringanan retribusi IMB untuk bangunan sosial, budaya, serta bangunan hunian bagi MBR guna meningkatkan pasokan rumah MBR.

b. Meningkatkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang guna menjamin pasokan rumah bagi MBR menjadi peraturan pemerintah.

c. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, agar dapat meningkatkan investasi berupa tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan seluruhnya dari paling tinggi 5 persen menjadi paling tinggi 30 persen, guna meningkatkan pasokan rumah bagi pekerja/buruh perusahaan.

d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1993 tentang Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil, untuk meningkatkan nilai iuran yang semula berdasarkan golongan menjadi 2,5 persen dari pendapatan untuk semua golongan, guna meningkatkan kemampuan pelayanan dan daya beli bagi PNS dalam memiliki rumah.

e. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 290/PMK.05/2010 tentang Penetapan Pusat Pembiayaan Perumahan pada Kementerian Perumahan Rakyat sebagai Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Menjadi BLU Perumahan, dengan usulan memperluas tugas memfasilitasi pembiayaan pengadaan lahan.

f. PP Nomor 15 Tahun 2004 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional diusulkan memperluas fungsi Perumnas dengan memberi kewenangan dalam membangun perumahan murah untuk rakyat dan fungsi sebagai badan pengelola perumahan guna meningkatkan pelayanan pembangunan rumah bagi MBR.

g. PP Nomor 31 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai. Usulan perubahan ini sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 20/PRT/M/2014 tentang Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan dalam Rangka Perolehan Rumah Melalui Kredit/Pembiayaan Kepemilikan Rumah Sejahtera bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, guna memperluas jangkauan pelayanan masyarakat.

h. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008 jo Nomor 19 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, dengan usulan agar pemberian fasilitas pinjaman tidak dibatasi.

Penutup

Untuk merealisasikan target pembangunan sejuta rumah, pemerintah telah memetakan kapasitas semua pelaku pembangunan perumahan. Target sejuta rumah tersebut direncanakan dapat memfasilitasi kebutuhan rumah bagi MBR sebanyak 603.516 unit serta kebutuhan bagi kelompok masyarakat menengah dan atas sebanyak 396.484 unit. Program ini tidak hanya mencakup pembangunan rumah baru milik, tetapi juga mencakup pembangunan rumah susun sewa, pembangunan rumah swadaya baru dan peningkatan kualitas, serta rumah khusus.

Dengan demikian, masyarakat, pekerja atau buruh yang tidak mampu memiliki rumah atau belum ingin memiliki rumah dapat tinggal sementara di rumah susun sewa. Program rumah susun sewa ini menjadi perhatian pemerintah karena data BPS menyebutkan, sekitar 22 persen masyarakat Indonesia masih menempati rumah sewa/kontrakan.

Pada 2015, pemerintah telah memprogramkan sasaran pembangunan 20.500 satuan rumah susun sewa, yang terdiri dari 20 tower rumah susun sewa yang diperuntukkan bagi buruh dan pekerja industri. Juga akan dibangun 2.845 unit rumah khusus untuk nelayan dan 5 menara rumah susun nelayan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar