NIIS
dan Janji Surga
M Jusuf Kalla ; Wakil
Presiden RI Periode 2014-2019;
Tulisan disadur dari pidato pembukaan seminar
internasional tentang Perkembangan NIIS di Indonesia dan Penanggulangannya
(23/3/2015)
|
KOMPAS, 24 April 2015
Malala
Yousafzai, wanita inspiratif dari Pakistan, mengatakan,”They can shoot my body, but they can’t shoot my mind (siapa pun
dapat membunuh atau menembakku, tetapi mereka tidak bisa melumpuhkan pikiranku).”
Berbicara
tentang Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), maka kita berbicara tentang
sebuah tindakan yang bersumber dari sebuah pikiran ideologis yang melahirkan gerakan
ekstrem, radikal, fundamentalis, dan brutal. Namun, NIIS tidak berdiri
sendiri, dia ibarat virus yang berkembang biak dalam organ tubuh negara karena
kerusakan dan kelemahan sektor ekonomi, politik, dan militer yang penyebabnya
adalah faktor internal maupun eksternal.
NIIS buah dari penghancuran
Mulanya
NIIS disebut Islamic State atau dalam bahasa Arabnya, Daulah Islamiyah.
Namun, dalam tempo 3-4 tahun dengan cepat berkembang menjadi Al-Daulah al-Islamiyah fi al-Iraq wa
asy-Syam, atau NIIS. Sebuah keinginan nostalgik kembali pada masa awal
Islam yang menganut sistem khilafah, dengan menjadikan Irak dan Suriah
sebagai wilayah. Tetapi, tentu NIIS hadir dengan niat besar,untuk menyebarluaskan
paham universal ke negara (berpenduduk) Islam khususnya.
Kenapa
fenomena NIIS ini merebak pada dewasa ini? Kita bisa belajar dari sejarah kemunculan
Al Qaeda. Cikal bakal Al Qaeda mulanya tumbuh dengan niat baik, sebagai mujahidin
pembebasan Afganistan dari pengaruh komunis serta pendudukan Rusia. Oleh
karena itu, negara-negara Barat pun tak segan memasok senjata, serta
menggelar pelatihan personel militer.
Namun,
merasa ditelantarkan, mujahidin berubah menjadi suatu ideologi yang
menakutkan bagi umat manusia, termasuk terhadap orang atau negara yang dulu
membantunya.
Kemunculan
NIIS tak jauh berbeda dengan Al Qaeda. Bahwa apa yang terjadi sebelumnya
adalah hasil pergolakan negara-negara Arab lima tahun lalu, atau Arab Spring,
yang berawal dari Tunisia pada 18 Desember 2010 dan ditandai oleh tumbangnya
Presiden Zine al-Abidine Ben Ali.
Revolusi
pun berlanjut hingga ke Suriah, namun ia menemui jalan berliku karena
menumbangkan Bashar al-Assad tak semudah menumbangkan rezim Arab otoriter
lainnya. Akibatnya, banyak negara bersatu membantu mujahidin untuk mengeroyok
Assad dengan mengirim relawan, bantuan materiil, dan bahkan persenjataan.
Suriah
diamuk perang saudara,CNN menyebutkan sebanyak 4 juta orang mengungsi
menyelamatkan diri ke sejumlah kamp pengungsian dan 1,3 juta jiwa di
antaranya ke Jordania, sedangkan korban tewas menembus angka 200.000 jiwa.
Revolusi pun menjadi liar karena belakangan muncul sebuah gerakan dengan
ideologi baru yang menamakan dirinya NIIS merangsek menembus keIrak.
NIIS, surga atau neraka
Kenapa
NIIS munculdi Irak dan Suriah? Karena Perang Teluk II yang melumpuhkan Irak
bermuara pada kejatuhan rezim Saddam Hussein. Jatuhnya Saddam berakibat
hancurnya seluruh struktur di Irak, yakni kekuatan militer, ekonomi, politik,
dan pemerintahannya. Suka atau tidak suka, efek samping dari pelemahan—bahkan
penghancuran—pemerintahan otoriter di Irak justrumemudahkan munculnya
berbagai gerakan destruktif, termasuk gerakan bersenjata, seperti NIIS.
Ini
artinya sebuah ideologi tak ubahnya seperti virus, dia akan menyerang tubuh
manusia saat daya tahannya lemah. Karena itu, tidak mengherankan jika gerakan
semacam NIIS tidak hanya bersarang di Irak dan Suriah, tetapi juga di Libya, serta
Nigeria dengan kemunculan Boko Haram. Di negara-negara yang dilanda konflik
atau negara gagal seperti ini, rakyat memang mudah terpengaruh mencari sistem
lain karena merasa tidak terlindungi oleh negaranya.
NIIS
merupakan suatu keinginan untuk kembali kepada kekhalifahan Islam yang tidak
mengenal kompromi. Pada saat Islam sebenarnya mengajarkan kemajuan dan keselarasan
dengan zamannya, sehingga umat Islam tentu tidak sepaham dengan
praktik-praktik brutalisme.
Apa
sebenarnya yang dikejar dan apa pemersatu ideologis NIIS? Bisa ditebak tidak
lain adalah jannah, surga, paradise, yang dengan murah dijual oleh pemimpin
NIIS. Sebab, bila mereka mengejar harta belaka, tentunya tidak ingin bunuh
diri. Apabila ingin mengejar takhta dan kedudukan, mereka juga tidak memilih
jalan mati. Tanpa iming-iming tersebut, niscaya seseorang tak akan tergiur
berjuang ke negeri gurun pasir yang panas serta dingin menusuk tulang. NIIS
disebutkan mempunyai kemampuan finansial hingga 2 miliar dollar AS serta
penguasaan atas ladang minyak di Timur Tengah.
Padahal,
Islam memiliki hukum perang begitu manusiawi, di mana dalam situasi perang pun,
Islam tidak membolehkan membunuh perempuan, anak-anak, dan orang-orang tak
berdosa. Bahkan, pohon pun tidak bisa sembarang ditebang sehingga hukum ini tegas
mengatakan membunuh sesama dengan alasan yang sesat adalah dosa.
Makmurkan Indonesia
Pelajaran
yang bisa kita petik dari rangkaian peristiwa di Timur Tengah maupun Asia
Barat dan Asia Selatan adalah, kita harus bersatu memperbaiki bangsa kita
sendiri. Karena negara yang stabil dan makmur tidak mudah dirasuki ideologi destruktif.Tetapi,
sebaliknya bila negeri ini tidak stabil dan saling terpecah, kemudian
ekonominya lemah, maka dengan mudahnya menjadi sasaran ideologi destruktif
semacam NIIS.
Karena
itulah bangsa ini harus bersatu, menjaga stabilitas politik dan keamanannya,
kemampuan ekonomi yang sekaligus menciptakan kesejahteraan yang adil dan
merata bagi segenap bangsa. Dengan kemampuan seperti itu, Indonesia memiliki
daya tahan yang sulit ditembus bermacam ideologi, serupa NIIS sekalipun.
Meskipun
berat mengubah pikiran manusia, seperti kata Malala, pikiran dan ideologi
yang benar harus dibangun melalui para pemimpin agama, para pemimpin negeri
ini dengan memberi teladan yang benar kepada seluruh rakyat. Sejarah Islam di
Indonesia adalah sejarah Islam moderat. Pemikiran moderat inilah yang harus
terus diberi tempat dan disebarkan sebagai sumbangan Indonesia bagi dunia,
khususnya dunia Islam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar