Kamis, 23 April 2015

Tantangan Surat Kabar di Tengah Pusaran Teknologi

Tantangan Surat Kabar di Tengah Pusaran Teknologi

Sugihandari  ;   Litbang Kompas
KOMPAS, 22 April 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Eksistensi surat kabar sebagai media informasi terus mendapat tantangan di tengah pesatnya laju teknologi. Media dengan format dan platform baru terus bermunculan menawarkan kecepatan dalam distribusi informasi. Lebih dari itu, kemajuan teknologi turut pula mengubah kultur masyarakat dalam mengonsumsi informasi.

Setelah kemunculan radio, teknologi televisi hadir dan berhasil menekan eksistensi surat kabar sebagai sumber informasi. Kemunculan teknologi baru ini memaksa media cetak untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru masyarakat dalam mengonsumsi informasi. Kini, teknologi internet melahirkan media informasi baru berupa laman daring yang menawarkan kecepatan informasi lewat segenggam gawai.

Salah satu indikasi tertekannya kehadiran media cetak di tengah gegap teknologi selama dua dekade terakhir adalah merosotnya penetrasi surat kabar. Sebaliknya, jumlah pengguna internet yang mengakses laman berita terus melesat. Fakta ini antara lain tersimpulkan dari hasil survei Nielsen Indonesia 2014 yang menunjukkan penetrasi koran di Pulau Jawa berbanding terbalik dengan media online dalam periode empat tahun terakhir. Penurunan penetrasi konsumsi koran dari 15 persen pada 2010 menjadi 11 persen pada 2014. Sebaliknya, penetrasi internet naik dari 17 persen menjadi 34 persen. Meski kondisi ini tidak terjadi di luar Pulau Jawa, tren di Pulau Jawa perlu dicermati karena di sinilah pasar terbesar, baik bagi koran maupun media daring.

Data Global WebIndex yang dirilis pada Januari 2015 menunjukkan jumlah pengguna internet di Indonesia 73 juta pengguna. Sekitar 74 persen dari jumlah tersebut merupakan pengguna aktif internet mobile. Setiap orang dalam sehari rata-rata mengakses internet selama 3 jam 10 menit melalui gawai. Hasil riset lain yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia-PusKaKom Universitas Indonesia pada 2014 menyebutkan, 60 persen pengguna memanfaatkan akses internet untuk mencari berita terkini.

Dengan teknologi mobile internet, distribusi informasi/berita dilakukan dalam hitungan menit, bahkan detik. Kemudahan dan kecepatan akses melalui gawai menjadi keunggulan utama media daring. Sementara media cetak mengklaim unsur kelengkapan dan kedalaman berita menjadi keunggulan yang membedakan surat kabar dengan laman berita daring.

Unsur kecepatan yang menjadi tekanan dalam proses produksi berita membuat media daring dianggap hanya mampu menghasilkan berita instan dengan isi yang kurang lengkap dalam mengungkap peristiwa. Padahal, unsur kelengkapan berita yang dikenal sebagai 5W+1H, yaitu what (apa), who (siapa), when (kapan), where (di mana), why (mengapa), dan how (bagaimana), serta unsur tambahan so what menjadi alat ukur baku sebuah karya jurnalistik.

Karakter penulisan berita daring memang berbeda dengan surat kabar. Sudah menjadi standar baku bahwa semua unsur pemberitaan disajikan secara lengkap dalam satu berita di surat kabar. Sementara dalam sebuah pemberitaan daring, hanya satu atau dua unsur berita yang diangkat. Meski demikian, media daring menyajikan berita-berita pendek secara parsial menjadi sebuah rangkaian pemberitaan. Rangkaian berita-berita pendek inilah yang secara terpisah, tetapi runut, menyajikan kelengkapan unsur berita yang menjadi syarat laporan jurnalistik. Kelengkapan berita yang selama ini menjadi klaim surat kabar ternyata juga dipenuhi oleh laman berita daring.

Kelengkapan berita "online"

Penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto (BW), Jumat, 23 Januari 2015, yang bernilai berita tinggi bisa menjadi contoh. Setiap 10 menit, enam berita mengenai kasus yang menjerat aktivis hukum ini dirilis laman kompas.com, detik.com, dan viva.co.id sepanjang hari itu. Sebanyak 516 berita melaporkan perkembangan peristiwa pasca penangkapan dari pukul 09.34 hingga 24.00, atau sekitar 14,5 jam.

Hanya dalam kurun 2,5 jam sejak kemunculan berita pertama pukul 09.34 di laman detik.com, pertanyaan mengenai apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana peristiwa berita disajikan lengkap. Bahkan, unsur so what pun disajikan, terutama terkait dengan maraknya dukungan publik yang membaca kasus ini sebagai serangan kepada KPK melalui kemunculan tagar #SaveKPK di jejaring sosial. Selain itu, pertanyaan atas posisi dan komitmen Presiden Joko Widodo terkait dengan kasus ini juga menjadi pengembangan lain (so what).

Setelah pukul 12.00, unsur berita why, how, dan so what menjadi fokus berita-berita online hingga Jumat itu berakhir. Berita yang menonjolkan unsur why melaporkan hasil konfirmasi dari pihak-pihak terkait dengan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010, termasuk pelapor (Sugianto Sabran) dan Bupati Kotawaringin Barat Ujang Iskandar. Spekulasi latar belakang tindakan polisi juga dikaitkan dengan penetapan status tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan oleh KPK dan upaya pelemahan pemberantasan korupsi.

Sementara itu, perihal bagaimana penangkapan terjadi (how) dipaparkan dalam berbagai versi kronologi penangkapan, termasuk gugatan publik terkait dengan cara penangkapan tersebut yang dianggap berlebihan. Tidak hanya dari pernyataan resmi polisi, tetapi juga dari saksi-saksi mata di lokasi kejadian, anak BW yang menemani saat penangkapan terjadi, hingga kisah BW sendiri melalui pengacaranya. Paparan meliputi peristiwa terkait lainnya juga disajikan secara lengkap oleh situs-situs berita daring. Hingga pukul 24.00, pemberitaan online sudah memaparkan secara rinci dan komprehensif terkait dengan kasus yang menjerat pimpinan KPK itu.

Apa yang tersisa untuk surat kabar?

Beragam sisi dari kasus penangkapan Bambang Widjojanto yang sudah dikupas lengkap oleh media daring tak menyisakan fakta berita baru untuk diangkat surat kabar yang baru terbit keesokan harinya. Hasil pantauan atas enam surat kabar nasional (Kompas, Media Indonesia, Republika, Koran Tempo, Koran Sindo, dan Indopos, edisi Sabtu, 24 Januari 2015) kembali mengangkat isu yang sudah diulas media daring meskipun ada upaya dari media cetak harian untuk memperdalam tulisan dengan mengangkat fokus terkait apa yang akan terjadi setelah peristiwa tersebut (unsur so what).

Sudut pandang pemberitaan yang diangkat surat kabar pada umumnya menempatkan Presiden Jokowi sebagai penentu nasib selanjutnya dari konflik KPK-Polri. Fokus ini pun sudah diangkat oleh laman berita sehari sebelumnya. Nilai pembeda berusaha dimunculkan oleh surat kabar dengan pendalaman berupa gambaran besar peristiwa lewat tulisan opini, baik berupa tajuk atau editorial maupun artikel opini oleh pakar/pengamat politik.

Ninok Leksono dalam tulisan berjudul Surat Kabar di Tengah Era Baru Media & Jurnalistik (2007) menjelaskan, semakin panjang jarak waktu pemberitaan dengan peristiwa terjadi, semakin dalam berita yang dihasilkan. Level satu, berita awal di mana semua informasi terkait dengan peristiwa dilaporkan. Level dua, berita perkembangan yang mulai menjelaskan peristiwa, latar belakang, dan hubungannya dengan hal lain. Level tiga, berita lanjutan yang mencoba menjawab pertanyaan lanjutan mengenai peristiwa awal. Terakhir, kesimpulan, yaitu kajian ulang atas peristiwa yang terjadi serta konsekuensinya.

Salah satu strategi yang bisa digunakan redaksi koran adalah fokus pada level penyajian berita yang tidak mampu dipenuhi laman berita dengan maksimal, yaitu kedalaman berita. Setelah fakta-fakta peristiwa terjawab melalui media elektronik, khalayak butuh memahami gambaran besarnya. Ulasan-ulasan yang mendudukkan perkara pada tempatnya menjadi tantangan jurnalis surat kabar.

Jajaran redaksi dan jurnalis surat kabar perlu berusaha lebih keras untuk merancang dan menulis berita-berita mendalam. Artikel opini pakar terkait isu yang berkembang menjadi pengayaan. Berbagai fakta dan wacana yang muncul setelah berita awal harus mampu disatukan dalam sebuah kerangka utuh. Di sinilah keunggulan surat kabar dengan waktu lebih "longgar' dan jurnalis yang terbiasa menulis secara kontekstual. Pada akhirnya, setiap platform media dengan karakternya masing-masing akan mampu bertahan melawan perubahan zaman jika fokus pada peluang yang tersedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar