Bung
Karno, KAA, dan Pariwisata
Sapta Nirwandar ; Praktisi
dan Pemerhati Pariwisata
|
KORAN SINDO, 23 April 2015
Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Afrika dan Peringatan KAA 1955 diselenggarakan di
Jakarta dan Bandung pada 19-24 April2015. KAA 2015 ini dihadiri 92 negara dan
berbagai utusan perwakilan internasional dan ribuan wartawan dalam dan luar
negeri.
KTT
Asia-Afrika 1955 diprakarsai Indonesia yang dikomandoi oleh Presiden Soekarno
dan dihadiri 29 negara tidak hanya menghasilkan asas yang sangat terkenal
Dasasila Bandung, tetapi juga secara nyata KTT Asia-Afrika telah mendorong
semangat dan keberhasilan negara Asia-Afrika lepas dari cengkeraman
penjajahan.
Hasilnya
lebih dari 70 negara menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat pasca-KAA
1955. Tidaklah berlebihan bila mengaitkan ini dengan petikan pidato Bung
Karno yang sangat terkenal: ”Let a new
Asia and New African Be Born”. Setelah 60 tahun KAA 1955 berlangsung,
kini Asia-Afrika telah dihuni oleh lebih dari 120 negara, berpenduduk 5,5
miliar (75% dari penduduk dunia) dengan GDP lebih dari Rp27 triliun (66% GDP
dunia).
Lalu
isu apa yang masih relevan di bahas dalam KAA pada 2015 ini? Tentu sederetan
agenda telah dipersiapkan, persoalan ekonomi tentu tetap menjadi isu hangat
terutama persoalan kemiskinan, pendidikan, kesehatan masih yang dihadapi
negara- negara Asia-Afrika. Permasalahan konflik dan radikalisme di negara
Asia-Afrika yang mengganggu keamanan dan pembangunan.
Pariwisata ”Gaya Bung Karno”
Kita
sudah sangat maklum bila agenda utama KAA 2015 berkisar topik hot seputar apa
yang ditulis di atas. Apakah pariwisata juga menjadi agenda dalam pembahasan new KAA strategic partnership?
Mestinya sektor ini masuk dalam pembahasan kerja sama ekonomi. Namun, secara
nyata dalam perspektif pariwisata KAA 1955 maupun KAA 2015 adalah tergolong
dalam kegiatan meeting, incentive,
conference, and exhibition (MICE), yang sangat strategis bagi dunia
pariwisata.
Biasanya
peserta konferensi akan sekaligus berwisata, pendapatan dari MICE yang
umumnya tiga kali lipat dibandingkan pendapatan dari wisman biasa (leisure). Kalau kita hitung secara
kasar, peserta yang hadir di KAA 2015 ini akan diikuti 92 negara. Bila setiap
negara hadir rata-rata 20 peserta ditambah dengan pengusaha yang direncanakan
akan hadir dalam ”Asia Afrika Business
Summit” dan para media yang meliput diperkirakan 1300 wartawan,
diperkirakan peserta secara keseluruhan berjumlah lebih dari 4500 peserta.
Bisa
kita perkirakan dan hitung berapa pendapatan yang bisa kita peroleh? Tentu
ini bukan tujuan utama penyelenggaraan KAA, namun dampak ekonomi dari
kegiatannya sangat nyata. Belum lagi ”news
valued” nilai berita dari KAA untuk promosi Indonesia baik budaya maupun
pariwisata dengan pemberitaannya. Dari sisi lain KAA telah menjadi ”branding” Indonesia.
”Countries and sectors within
countries (like
large companies), they can be
branded”. (Paul K, Oxford,2011)
Peranan Indonesia di KAA 1955 tidak saja penting peningkatan kesadaran bangsa
Asia-Afrika untuk melawan kolonialisme, tetapi juga menjadikan Indonesia
dikenal oleh bangsabangsa di dunia (brand
image). Brand image itu sebuah
reputasi.
Sejak
sukses KAA 1955 Indonesia sudah mempunyai global brand yang positif,
semestinya akan mempermudah untuk kerja sama (konektivitas) dari segi
ekonomi, politik, dan pariwisata kita. Karena begitu dikenalnya Bung Karno,
sering kita dengar hingga kini, Indonesia adalah Soekarno.
Untuk
mengenang Bung Karno, negara-negara Afrika Utara seperti Maroko, Tunisia, dan
Aljazair mengabadikan dengan memberi nama Jalan Asia-Afrika, Masjid Soekarno,
dan bahkan kalau tidak salah di Aljazair Museum Nasionalnya memajang foto
Bung Karno untuk mengenang jasanya di KAA 1955. Lebih dari itu, Bung Karno
dalam upaya melakukan upaya-upaya diplomasi, setiap berkunjung di negara
Asia-Afrika dan Eropa selalu memberikan suvenir sebagai tanda persahabatan.
Waktu
Bung Karno berkunjung ke Mesir menghadiahkan bibit buah mangga yang hingga
kini dikenal dengan Mangga Soekarno-Indonesia. Di Asia yang penulis ketahui
Bung Karno pernah memberikan hadiah bunga anggrek kepada Presiden Kim Il-sung
yang terpelihara hingga sekarang dan diberi nama Kimilsungia dan sangat terpopuler di Korea Utara.
Sekitar
1961, Bung Karno berkunjung ke Moscow, dalam masa kunjungannya itu Bung Karno
meminta kepada Presiden Uni Soviet Kruschev untuk berziarah ke makam Imam
Bukhari, ahli hadis yang sangat terkenal bagi umat muslim, di Samarkand. Pada
waktu itu, kalau bukan Bung Karno, mustahil permintaan itu dapat dipenuhi.
Pemerintah
Uni Soviet melarang segala bentuk kegiatan yang terkait dengan agama. Kini
makam Imam Bukhari telah menjadi sebuah museum megah terkenal di Uzbekistan
dan dikunjungi ratusan ribu peziarah. Tentu masih banyak lagi yang dilakukan
Bung Karno dalam melakukan politik bebas aktif dan menjaga persahabatan di
dunia. Dalam perspektif pariwisata tentulah Bung Karno telah mempromosikan
Indonesia di mata dunia.
Prospek ke Depan
Dewasa
ini negara-negara Afrika sudah lebih dari 100 negara, di antara negaranegara
itu sudah banyak yang dikategorikan berpendapatan menengah (middle class income) seperti Afrika
Selatan, Nigeria, Tunisia, dan Maroko sehingga mempunyai potensi untuk
menggalang kerja sama dalam bidang ekonomi dan perdagangan.
Begitu
juga secara politik dukungan negaranegara Afrika sangat penting dalam
memperjuangkan kepentingan Indonesia di dunia internasional. Indonesia
sebagai negara pencetus KAA harus mengapitalisasi secara optimal baik kerja
sama ekonomi maupun perdagangan dengan negara-negara Afrika.
Perdagangan
Indonesia dengan negara-negara Afrika relatif masih kecil dibandingkan dengan
RRC yang sudah sekitar USD200 miliar. Demikian juga di sektor pariwisata
jumlah kunjungan dari masyarakat Afrika masih relatif kecil (kurang dari 100
ribu kunjungan), bahkan belum ada penerbangan yang langsung ke negara-negara
Afrika dari Indonesia maupun dari negara Afrika ke Indonesia.
Karena
itu, sudah saatnya dengan usia KAA yang ke 60 ini harus diperluas kerja sama
di bidang politik, ekonomi, dan isu penting lain. Namun, aspek yang penting
dan bisa menjadi strategic entry point
adalah people to people contact
melalui pengembangan kerja sama pariwisata. Bagaimana dengan Bandung?
Sudah
selayaknya Bandung sebagai Capital City
of KAA menjadi pusat perdagangan kebudayaan sejarah dan persahabatan
negara-negara Asia- Afrika. Kita bisa membayangkan 10 tahun mendatang Bandung
akan mempunyai integrated convention
centre modern yang dapat menampung lebih dari 4000 orang peserta dengan
berbagai aktivitas.
Didukung
oleh sarana, prasarana jalan, hotel, restoran pusat informasi, dan yang
sangat penting tentunya airport yang benar-benar bertaraf internasional
sehingga dapat menampung pesawat berbadan lebar mendarat dan parkir di
Bandung, penyelenggaraan KAA mendatang relatif mudah karena akan berpusat di
Bandung sebagaimana awalnya dan Bandung akan menjadi brand -nya KAA.
Dengan
demikian, aktivitas pariwisata khususnya MICE yang mempunyai dampak berganda
dan tinggi akan semakin maju dan terus berkembang. Semoga. Dirgahayu KAA yang ke-60. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar