Kamis, 30 April 2015

Urgensi Pendirian Bank UMKM

Urgensi Pendirian Bank UMKM

Anik Maslachah  ;  Sekretaris FPKB dan anggota Komisi C DPRD Jatim
JAWA POS, 29 April 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

SHUJIRO Urata dalam buku Policy Recommendation for SME Promotion in The Republic of Indonesia (2000) mengatakan bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki peran vital dalam perekonomian Indonesia. Setidaknya peran penting tersebut terepresentasi dalam fungsinya sebagai penyedia kesempatan kerja bagi mayoritas masyarakat kecil-menengah. Dengan begitu, secara langsung UMKM berkontribusi terhadap pengembangan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut disebabkan modal pendirian UMKM tidak sesulit pendirian perusahaan besar. Konsekuensinya, UMKM pun dengan mudah merekrut tenaga kerja, mengingat kualifikasi tenaga kerja yang bisa masuk struktur produksi UMKM tidak seketat perusahaan-perusahaan besar. Dengan kata lain, UMKM adalah cermin dari unit usaha yang tidak padat modal, tapi padat karya. Karena itu, secara riil UMKM telah menjadi perisai bagi Indonesia ketika negeri ini dilanda turbulensi ekonomi (Kuncoro, 2006).

Namun, meskipun memainkan peran penting, ternyata kontribusi sektor UMKM terhadap total produk domestik bruto (PDB) nasional tidak bisa menyamai sektor usaha skala besar. Berdasar data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 2014, sumbangsih UMKM terhadap PDB nasional memang lumayan besar, yakni 60,34 persen. Namun, capaian tersebut merupakan akumulasi kinerja dari seluruh UMKM di Indonesia yang berjumlah 57,89 juta unit usaha. Bandingkan dengan kontribusi sektor usaha formal/besar. Meskipun ”hanya” menyumbang pembentukan PDB nasional sekitar 40 persen, capaian tersebut dihasilkan sektor usaha besar yang jumlahnya hanya 1 persen dari total keseluruhan jumlah unit UMKM di Indonesia. Akibatnya, kontribusi UMKM dalam neraca ekspor nonmigas Indonesia kalah jauh bila dibandingkan dengan sumbangsih sektor usaha besar. Yakni 14,06 persen berbanding 85,94 persen.

Artinya, sekalipun kurang tepat untuk membandingkan apple-to-apple antara UMKM dan sektor usaha besar, setidaknya ada poin penting dari perspektif komparatif tersebut. Yakni, sektor UMKM pada umumnya hanya besar secara kuantitas, tapi masih lemah secara kualitas. Sebab, dengan jumlah sebanyak itu, seharusnya kontribusi sektor UMKM bisa lebih besar lagi terhadap postur PDB nasional maupun neraca ekspor nonmigas Indonesia.

Sebenarnya sektor UMKM punya potensi untuk merealisasikan impian tersebut. Namun, untuk dapat mencapai kondisi ideal itu, sektor tersebut harus memperbesar skala usahanya yang tentu saja mensyaratkan ketersediaan dan kecukupan rasio modal usaha. Sedangkan persoalan klasik mengenai ketercukupan modal selalu sulit dipenuhi para pelaku usaha kecil-menengah sebagai konsekuensi dari kurangnya akses UMKM terhadap insentif-insentif pembiayaan sektor perbankan (unbankable).

Disfungsi Intermediasi Perbankan

Tentu saja persoalan minimnya akses pelaku usaha kecil-menengah terhadap dunia perbankan tersebut bukan semata-mata kesalahan para pelaku usaha. Sebab, pihak perbankan sendiri (dalam hal ini perbankan umum atau konvensional) juga punya andil dalam lemahnya koneksi antara sektor UMKM dan skema pembiayaan yang ditawarkan. Bahkan, sesungguhnya fenomena itu merupakan ”penyakit” lama dunia perbankan kita yang cenderung suka menyalurkan kredit-kredit besar kepada pelaku usaha besar dan korporasi raksasa.

Indikasinya dapat dilihat dari dinamika angka LDR (loan to deposit ratio) yang dihasilkan bank-bank di Indonesia. Meskipun semua bank di Indonesia punya unit layanan kredit dana usaha terhadap sektor UMKM, mayoritas kinerja unit usaha tersebut masih berada di bawah ekspektasi. Termasuk juga minimnya perhatian perbankan terhadap sektor pertanian dan perikanan. Padahal, sebagaimana sektor UMKM, pertanian dan perikanan merupakan sektor ekonomi padat karya.

Berdasar data Bank Indonesia (BI), rasio penyaluran kredit modal usaha dari perbankan masih kurang dari 5 persen. Kondisi tersebut memicu BI untuk mengeluarkan regulasi bahwa mulai 2015, rasio kredit perbankan terhadap sektor UMKM minimal 5 persen dari keseluruhan kredit yang disalurkan sebuah bank. Bahkan, pada 2016, BI punya ambisi meningkatkan rasio tersebut hingga 10 persen dan diharapkan dapat menyentuh level 20 persen pada akhir 2020.

Kondisi tersebut ironis, mengingat salah satu fungsi dasar dari lembaga perbankan umum (konvensional) adalah menjalankan peran intermediasi (penghubung) antara pihak yang surplus dana/modal dan pihak yang minus (kurang) modal. Caranya, pihak bank berupaya merayu para pemilik dana lebih agar bersedia menitipkan sebagian modal untuk dikelola bank sebagai kredit produktif. Skema tersebut biasanya dinamakan sebagai pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) (Suwarno dkk, 2014). Secara umum, selama ini berbagai bank hanya giat mengumpulkan DPK, tapi tidak cukup giat untuk membuat skema penyaluran kredit usaha bagi sektor usaha kecil-menengah maupun pertanian dan perikanan rakyat. Kalaupun muncul skema kredit usaha, hal itu ditujukan untuk sektor usaha besar dan korporasi raksasa. Argumennya, sektor tersebut lebih bankable bila dibandingkan dengan UMKM.

Melihat besarnya potensi UMKM terhadap postur perekonomian nasional, sudah seharusnya pemerintah melakukan intervensi fiskal untuk mengembalikan salah satu fungsi mendasar bank umum di Indonesia. Caranya, harus ada skema insentif dari pemerintah agar sektor UMKM dapat lebih mudah mengakses modal perbankan dan meningkatkan skala usaha.

Pelajaran dari Jawa Timur

Kesadaran atas pentingnya insentif kepada para pelaku UMKM sebenarnya mulai dirintis Pemprov Jawa Timur (Jatim) melalui kebijakan pendirian Bank UMKM Jatim yang eksis sejak 2009. Sejauh ini, kinerja bank tersebut cukup impresif. Kredit usaha yang telah diberikan sekitar Rp 1,51 triliun. Artinya, ada peningkatan 470 persen lebih jika dibandingkan dengan capaian 2009. Demikian juga besaran DPK yang dikelola, sekitar Rp 1,5 triliun lebih atau naik hampir 250 persen jika dibandingkan dengan capaian 2009. Karena itu, total aset Bank UMKM Jatim diestimasikan mencapai Rp 1,128 triliun atau naik 350 persen lebih jika dibandingkan dengan awal mula pembentukannya pada 2009.

Karena itulah, Bank UMKM Jatim harus terus mendapatkan dukungan banyak pihak, terutama dukungan finansial, sehingga pada APBD 2015 dilakukan penambahan modal Rp 250 miliar untuk perluasan cakupan pada sektor pertanian. Hal tersebut dilakukan agar sektor UMKM dan pertanian dapat meningkatkan kontribusi terhadap PDRB, penyediaan lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Belajar dari formulasi kebijakan yang dilakukan Jatim, seharusnya apa yang sudah dirintis Pemprov Jatim itu dapat dijadikan gerakan kolektif di level nasional agar UMKM kita bisa kukuh dan mandiri dalam menyongsong MEA akhir tahun ini.

1 komentar:

  1. Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM, Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan ditolak, maka saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya menipu dan saya kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan pemberi pinjaman yang berbeda karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapatkan pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya, Harum kemudian memperkenalkan saya kepada Ny. LASSA JIM, seorang pemberi pinjaman di sebuah perusahaan bernama ACCESS LOAN FIRM sehingga teman saya meminta saya untuk melamar ibu LASSA, jadi saya mengumpulkan keberanian dan menghubungi Ms. LASSA.

    Saya mengajukan pinjaman 2 miliar rupiah dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui tanpa tekanan dan semua pengaturan dilakukan dengan transfer kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan keamanan untuk transfer pinjaman yang saya hanya katakan kepada untuk mendapatkan perjanjian lisensi, aplikasi mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari 48 jam uang pinjaman telah disetorkan ke rekening bank saya.

    Saya pikir itu lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa akun saya dikreditkan dengan jumlah 2 miliar. Saya sangat senang bahwa Tuhan akhirnya menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang memberi saya keinginan hati saya. mereka juga memiliki tim ahli yang akan memberi tahu Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan cara menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda. Semoga Tuhan memberkati Mrs. LASSA JIM untuk membuat hidup saya lebih mudah, jadi saya sarankan siapa pun yang tertarik mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Mrs. LASSA melalui email: lassajimloancompany@gmail.com

    Anda juga dapat menghubungi ibu LASSA JIM nomor whatsApp +1(301)969-1955

    Akhirnya, saya ingin berterima kasih kepada Anda semua karena telah meluangkan waktu untuk membaca kesaksian sejati hidup saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa agar Tuhan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Sekali lagi nama saya adalah INDALH HARUM, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: (Indalhharum@gmail.com)

    BalasHapus