Momentum
yang Harus Dipelihara
James Luhulima ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS, 20 April 2015
Indonesia harus bisa menggunakan momen Peringatan 60 Tahun
Konferensi Asia Afrika ini untuk mengajak semua negara Asia Afrika menentukan
sendiri masa depan apa yang mereka inginkan. Tak dapat dimungkiri, hampir
seluruh konflik di dunia saat ini terjadi di Asia dan Afrika. Itu sebabnya
tidak berlebihan kita mengharapkan Indonesia mengajak semua negara yang hadir
mau melihat ke belakang, dan bersama-sama memikirkan apa sumbangan yang dapat
diberikan.
Memang kita tidak berharap dengan peringatan ke-60 ini semua
konflik dapat diselesaikan. Pasti tidak. Kita tidak dapat menyelesaikan semua
konflik itu dalam satu, dua, atau tiga hari. Paling tidak, kita dapat
mengingatkan, semua masalah yang terjadi di Asia dan Afrika adalah tanggung
jawab kita bersama. Dan, kita semua wajib turut serta membantu mengupayakan
penyelesaian lewat semua forum yang ada, baik itu regional maupun
internasional.
Indonesia pun tidak usah berpretensi untuk menjadi penengah,
atau mencoba memediasi konflik-konflik itu, baik yang jauh maupun yang dekat
dari Indonesia. Masalah yang dihadapi Indonesia saat ini cukup banyak,
menambahnya hanya membuat Indonesia semakin terbebani.
Persoalan yang dihadapi negara-negara di Asia dan Afrika sangat
banyak dan beragam. Mulai dari tumbang tindih klaim wilayah di Laut Tiongkok
Selatan di antara empat negara ASEAN (Brunei, Filipina, Malaysia, dan
Vietnam), dengan Tiongkok serta Taiwan. Lalu masalah serupa antara Tiongkok
dan Jepang di Laut Tiongkok Timur, serta masalah nuklir Korea Utara.
Kemudian, ada Al Qaeda di Afganistan, dan negara-negara sekitarnya.
Yang terkini adalah milisi Negara Islam di Irak dan Suriah
(NIIS), di wilayah Irak dan Suriah, serta simpatisannya di berbagai bagian
dunia, termasuk di Eropa, bahkan Australia. Dengan bantuan koalisi pimpinan
Amerika Serikat, pasukan Pemerintah Irak dapat mendesak milisi NIIS ke utara.
Pasukan Irak telah menguasai kembali Tikrit, dan kini tengah berusaha
mengambil alih Mosul dari milisi NIIS.
Selain NIIS, Suriah juga menghadapi konflik antara pemerintah
dan kekuatan oposisi yang tidak kunjung selesai. Di Yaman, kelompok Houthi
memerangi pemerintahan yang sah di Sana'a. Houthi berhasil menyingkirkan
Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi dari ibu kota Sana'a.
Arab Saudi memimpin koalisi dan memerangi kelompok Houthi dengan
serangan udara ke Yaman. Namun, milisi Houthi mendapat dukungan dari loyalis
Presiden Ali Abdullah Saleh yang digulingkan pada tahun 2012.
Pertempuran di Yaman yang semakin sengit memaksa Utusan Khusus
PBB untuk Yaman, Jamal Benomar, mundur pada 16 April setelah merasa gagal
mencegah kekerasan yang meluas. Ia merasa tidak didukung negara-negara Arab.
Iran memprotes serangan yang dilakukan koalisi pimpinan Arab
Saudi terhadap milisi Houthi. Presiden Iran Hassan Rouhani meminta Arab Saudi
menghentikan serangan udara yang berlangsung lebih dari dua minggu. Ia
menegaskan, negara-negara di wilayah itu harus berupaya membawa faksi-faksi
yang berkonflik ke meja perundingan. Namun, Arab Saudi balik mendesak Iran
menghentikan bantuan kepada kelompok Houthi. Arab Saudi menuduh Iran
diam-diam berada di belakang Houthi.
Di Afrika juga banyak persoalan. Yang paling menonjol adalah
penculikan gadis-gadis remaja yang dilakukan Boko Haram di Nigeria. Lebih
dari satu tahun kelompok Boko Haram menculik 219 gadis remaja Nigeria, yang
hingga kini keberadaan mereka tak diketahui. Presiden Nigeria Muhammadu
Buhari, yang baru terpilih 31 Maret, bertekad melawan Boko Haram.
Hanya cuplikan
Persoalan di atas hanyalah cuplikan dari banyak persoalan lain
yang tak kalah kompleks, yang membentang dari Asia hingga Afrika. Bagaikan
puncak gunung es. Itu sebabnya 60 tahun KAA sangat penting untuk diperingati.
Tahun 1955, ada 28 negara Asia Afrika, satu negara peninjau, dan satu utusan
hadir di Bandung. Mereka melahirkan Dasasila Bandung untuk dijadikan pegangan
menata Asia dan Afrika.
Inti terpenting dari Dasasila Bandung adalah menghormati
kemerdekaan, tak saling campur tangan, dan hidup berdampingan secara damai.
Itulah yang harus dijadikan pedoman bagi negara Asia Afrika dalam berhubungan
satu sama lain. Tak mudah untuk mencapainya, tetapi tak berarti tidak bisa
dicoba untuk diwujudkan.
Mungkin tiba waktunya bagi negara-negara Asia Afrika menundukkan
kepala sejenak bagi bangsa Palestina. Karena utusan yang hadir dalam KAA 1955
adalah utusan dari Jerusalem Palestina, yang hingga kini masih memperjuangkan
kemerdekaan mereka.
Menyamakan kerja sama Asia Afrika dengan kerja sama
Selatan-Selatan tidaklah tepat lagi, itu adalah ungkapan yang lazim digunakan
pada akhir tahun 1980-an, dan tahun 1990-an. Sebagai bagian dari warga dunia,
Asia dan Afrika sama pentingnya dengan Eropa, Amerika, dan Australia. Membagi
dunia menjadi Utara dan Selatan sudah kehilangan makna dan sudah bukan lagi
waktunya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar