Heboh
Pesta Bikini Pascaunas
Akh Muzakki ; Dekan FISIP dan FEBI UIN Sunan Ampel
Surabaya
|
JAWA POS, 28 April 2015
HARI-HARI ini situs
YouTube menjadikan sejumlah video pesta bikini anak SMA pasca ujian nasional
(unas) di Jakarta dan sekitarnya sebagai headline (berita unggahan utama).
Begitu situs itu diklik, langsung video-video pendek nan menghebohkan
tersebut nongol di laman depan. Judulnya macam-macam. Di antaranya Pesta
Bikini Anak SMA Pasca-UN, Heboh Pesta Bikini Kelulusan UN SMA, dan Video
Pesta Bikini.
Headline YouTube di
atas semakin melengkapi berita heboh tentang agenda dan praktik pesta bikini
siswa SMA beberapa waktu terakhir. Tentu, bukannya menyenangkan, apalagi
membanggakan, orang tua, pesta bikini itu membuat publik luas harus
mengernyitkan dahi.
Lihatlah komentar
waras yang muncul di bawah kotak video unggahan yang tayang di YouTube di
atas. Rata-rata berisi keprihatinan. Salah satunya berbunyi Kayaknya ini
bukan anak sekolah yang berhasil, saya turut prihatin. Yang lain menyatakan:
Ini seperti penyakit yang bisa menular, maka harus cepat disembuhkan sebelum
kita, adik, kakak, di Indonesia tertular.
Sejak awal rencana
penyelenggaraan pesta bikini tersebut, sejumlah kehebohan dan kontroversi
langsung muncul secara kuat. Pertama, kontroversi itu muncul karena di
undangan pesta tersebut disertakan nama sejumlah SMA sebagai pendukung utama.
Baik SMA negeri maupun swasta yang berbasis ormas keagamaan. Undangan itu
disebarkan secara fisik maupun menggunakan instrumen media sosial.
Beberapa sekolah
buru-buru sibuk menyangga keterlibatan dan dukungan mereka. Yang lain bahkan
harus membuat konferensi pers untuk memperkuat ketidakterlibatan mereka.
Meski begitu, video atau tayangan pendek menghebohkan di YouTube di atas
menjelaskan bahwa pesta bikini itu terjadi walau dengan tingkat
sembunyi-sembunyi yang tinggi.
Kedua, dari sisi ide
maupun praktiknya, pesta bikini pascaunas tersebut tak lain adalah turunan
langsung dari fenomena clubbing
yang banyak menggejala di perkotaan. Di antaranya dengan mengambil bentuk
pesta malam (night party) dan pesta
kolam renang (pool party). Temanya
juga begitu, mulai ladies night
hingga bikini night.
Pada video pendek nan
menghebohkan di YouTube di atas, sangat tampak jelas bagaimana anak-anak SMA
itu melakukan pesta bikini di kolam renang. Mulai pakaian hingga
jingkrak-jingkrak gerakan mereka tak ubahnya yang banyak menghiasi praktik clubbing di kelab-kelab malam.
Publik di negeri ini
sangat perlu memberikan perhatian khusus terhadap mulai menggejalanya praktik
heboh pada siswa SMA di atas. Sikap abai, apalagi pembiaran, hanya akan
membuat kita ke depan kehilangan pilihan hidup yang baik, rasional, dan
bermanfaat pada ruang publik. Ujungnya, penyesalan yang tidak bisa diputar
balik akan menjadi ratapan bersama.
Kita patut belajar
dari kasus pesta kelulusan anak SMA di Australia. Di Negeri Kanguru itu ada
pesta kelulusan SMA yang bernama schoolies
party. Pesta tersebut seakan sudah menjadi tradisi tahunan siswa SMA di
seluruh penjuru Australia.
Di pesta itu biasanya
mereka menyewa seluruh kamar hotel untuk digunakan secara eksklusif oleh
siswa sebuah sekolah atau kumpulan sekolah SMA. Tidak boleh ada orang dewasa
yang berada dan atau menyewa kamar hotel saat schoolies party tersebut berlangsung. Kepentingannya, tidak ada
kasus sexual assault oleh orang
dewasa, khususnya pedofilia.
Di hotel itu anak-anak
SMA, laki-laki dan perempuan, menikmati kebebasan yang luar biasa tanpa
kehadiran orang tua. Anything goes.
Apa pun bisa terjadi. Begitulah prinsip yang berlaku pada schoolies party tersebut.
Orang tua di Australia
mendapati situasi yang sulit saat anak-anak mereka lulus dari SMA. Di satu
sisi, kelulusan SMA menjadi penanda bagi anak untuk segera memasuki dunia
kerja atau studi lanjut di perguruan tinggi. Namun, di sisi lain, begitu
kuatnya tradisi schoolies party di
atas menghipnotis kesadaran anak-anak mereka hingga seakan tidak ada pilihan
untuk menyambut kelulusan, kecuali turut serta dalam pesta itu.
Menunjuk pada prinsip anything goes dalam schoolies party di atas, keresahan
tidak bisa disembunyikan para orang tua. Hingga ada di antara mereka yang
harus merayu anaknya agar tidak sampai ikut schoolies party. Sebagai ganti, mereka menawari si anak berwisata
ke luar negeri, seberapa pun jauh jarak dan mahalnya biaya perjalanan wisata
itu. Asal anak mereka mau untuk tidak ikut di schoolies party, mereka siap membiayai perjalanan wisata semahal
apa pun.
Tentu kita tidak layak
menunggu keresahan akut akan mengimpit kita bersama, terutama orang tua, saat
menghadapi kelulusan anak dari SMA. Karena itu, gejala pesta bikini yang
menghebohkan di atas harus bisa mendorong kita bersama mengambil langkah
preventif hingga kuratif yang strategis.
Para penyelenggara pendidikan
persekolahan dan kepengasuhan di rumah oleh orang tua sangat perlu melakukan
reorientasi terhadap pola pendidikan dan pengasuhan terhadap anak, terutama
dalam usia sekolah jenjang SMA. Bentuknya adalah penguatan kesadaran bahwa
lulus SMA merupakan babak hidup yang biasa, reguler, dan berlaku pada
semuanya.
Hal itu penting agar
kelulusan tidak membuat anak-anak kehilangan nilai, apalagi arah hidup pada
usia remaja. Alih-alih manfaat yang lebih bersifat internal-personal maupun
masalah yang bersifat interpersonal ke masyarakat luas bisa ditebar oleh
kegiatan penyambutan kelulusan.
Dalam rangka menjaga
nilai kemanfaatan dan kemaslahatan di atas, langkah strategis yang bersifat
sistemik harus diambil. Kewenangannya ada di tangan pemerintah. Menurut hemat
saya, kontrol dan pengawasan hingga berujung pelarangan atas praktik heboh
seperti pesta bikini adalah opsi langkah strategis berjarak pendek. Namun,
untuk lebih sistemik dan berjangka panjang, pemerintah perlu melahirkan
kebijakan serta instrumentasinya demi penguatan nilai karakter pada proses
kelulusan siswa.
Sebagai contoh,
pemerintah Kanada menerapkan kebijakan penguatan volunteerism dan karitas
untuk proses kelulusan anak SMA. Di Negara Bagian Ontario dan British
Columbia, Kanada, sebagai misal, sekolah-sekolah menerapkan kebijakan bahwa
siswa level SMA wajib melakukan pengabdian kepada masyarakat (community services) selama 40 jam.
Kewajiban itu harus ditunaikan sebelum masa kelulusan dan bisa dicicil selama
masa studi.
Pemerintah kita layak
melakukan ikhtiar sistemik seperti pemerintah Kanada di atas. Kepentingannya
adalah menjamin pengembangan karakter bangsa melalui proses pendidikan yang
dijalankan. Jangan sampai momentum kelulusan menjadi antitesis dari rangkaian
pengembangan nilai dan karakter luhur sebelumnya oleh guru serta orang tua. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar