Emansipasi
untuk Saling Melengkapi
Parwati Surjaudaja ; Presiden
Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk
|
KORAN SINDO, 21 April 2015
Hari ini, tanggal 21 April, menjadi hari yang memiliki makna
tersendiri bagi kaum perempuan. Imajinasi serasa melayang ke Kota Jepara,
Jawa Tengah di tahun 1879, saat lahirnya RA Kartini, yang tumbuh menjadi
salah satu simbol perjuangan perempuan Indonesia.
Semasa kecil, Kartini termasuk anak yang rajin dan gemar membaca
buku hingga membuka kesempatan meraih beasiswa dan melanjutkan sekolah ke
Negara Belanda. Namun, kesempatan itu belum dimanfaatkan oleh Kartini karena
harus menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Perjuangannya tak sampai di
situ. Setelah menikah, dia mendirikan sekolah khusus perempuan di berbagai
tempat.
Berkat perjuangan beliau, kaum wanita yang tidak boleh sekolah
dapat mengenyam pendidikan seperti halnya kaum pria. Hal ini membuat seakan
dunia berubah seperti kumpulan tulisannya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah
Terang yang dikumpulkan Mr JH Abendanon. Perjuangan Kartini mendapat dukungan
penuh dari suaminya berhenti ketika dia mengembuskan napas yang terakhir di
usia yang muda, yaitu 25 tahun, pada 17 September 1904.
Petikan sejarah Kartini di atas membuat bangsa ini bangga akan
perjuangannya. Kesadaran beliau dalam mendapatkan hak perempuan untuk
mendapatkan pendidikan terus bergulir hingga kini. Sekarang perempuan sudah
mendapatkan akses pendidikan bebas sampai jenjang yang dia mampu. Kaum
perempuan masa kini tak lagi identik dengan sektor domestik (berperan sebagai
istri dan seorang ibu di rumah).
Namun mampu berperan di semua sektor dan profesi berbagai bidang
yang dapat mengangkat martabat bangsa. Perjuangan Kartini telah membawa
dampak yang sangat luar biasa. Saat ini wajar saja melihat perempuan berada
di posisi puncak, dan pasti bukanlah hal yang tabu lagi. Namun, adat
ketimuran bangsa ini mesti tetap kita junjung tinggi.
Oleh karena itu, sebagai kaum wanita hendaknya tidak melupakan
kodratnya yang memiliki tugas utama sebagai seorang ibu, meskipun kita
sebagai wanita karier yang berkarya dan berprofesi di bidang apa pun. Setelah
25 tahun bergelut di dunia perbankan, saya kian memahami makna perjuangan
Kartini dibandingkan saat di bangku sekolah dulu.
Khususnya saat harus memimpin salah satu bank besar di Tanah Air
saat ini. Apa yang diperjuangkan beliau semakin jelas, bukanlah sesuatu yang
kecil. Jika hari ini perempuan tidak lagi dibedakan dalam pendidikan, itu
tidak terlepas dari semangat perjuangan Kartini. Begitu pentingnya akses
pendidikan, dan menjadi dasar segala kemajuan yang kita capai hari ini.
Kita harus sadari, apa yang kita dapatkan hari ini bukanlah sesuatu
tanpa perjuangan. Sudah seharusnya hari ini menjadi momentum bagi kita untuk
melanjutkan, dan terus mengembangkan jejak pemikiran Kartini lebih baik lagi.
Perempuan Indonesia, kita harus berbangga bahwa hak kita saat ini tidak kalah
mewah dibandingkan negara maju di belahan dunia lainnya. Bahkan, jauh lebih
baik dibandingkan saudari kita di negara otoriter apalagi di kawasan konflik
sana.
Bersyukur juga kita dikaruniai tradisi budaya dan alam pikiran
berbineka, yang mendukung dan membuka banyak kesempatan bagi perempuan di
negeri ini. Lalu setelah mendapatkan luasnya kesempatan, maka pertanyaannya
bagaimana mengembangkannya lebih baik lagi? Dan setelah hak yang sama ini
maka jangan pula lalu melupakan kodrat kita, sebagai perempuan.
Dengan mudah kita lihat peran wanita Indonesia semakin terus
berkembang signifikan dengan kontribusi yang tidak bisa dikerdilkan. Ke
depannya peran itu pasti juga akan jauh lebih besar. Karena tidak terlalu
sulit membayangkannya, ketika semua sektor di manapun kini membutuhkan sosok
perempuan. Dan yang lebih membanggakan ialah pencapaian kita hari ini adalah
sesuatu yang alamiah. Bukan sesuatu yang dipaksakan dengan kuota, batas
minimal, atau semacamnya.
Namun sudah seharusnya, sesuai dengan kapasitas dan kemampuan perempuan
Indonesia yang kian berkembang dan beragam. Ini pasti berdampak jauh lebih
baik dan sustainable di masa akan datang karena sifatnya yang alamiah.
Perempuan Indonesia juga harus semakin dewasa. Emansipasi tidak harus
diterjemahkan melulu sebagai persaingan hak, namun sebaliknya harus semakin
saling mengisi.
Karena sejatinya perempuan dan lakilaki mempunyai karakter dan
kodrat yang berbeda. Meskipun berbeda kecenderungan atau karakter, pun juga
tidak bisa disamaratakan. Toh tidak ada juga yang senang mendapatkan
stereotipe alias cap. Sudah kecenderungannya perempuan memiliki kemampuan
multitasking, atau ego yang cenderung tidak terlalu mendominasi.
Karakter ini membuat perempuan kerap unggul di dunia
profesional. Karena dapat melayani konsumen lebih utuh, atau juga kata
sepakat yang lebih cepat didapat dalam berorganisasi. Ini harus dijadikan
nilai tambah yang mesti dikembangkan. Karakter ini dapat melengkapi karakter
pria yang dikenal memiliki ego lebih besar dan ini kerap kali dapat
mempersulit urusan pekerjaan.
Di sinilah emansipasi bermakna positif dan sustainable. Namun kembali lagi itu tidak bisa digeneralisasi.
Karena tidak semua perempuan multitasking
dan begitu pun tidak semua pria juga egois. Emansipasi juga semakin
dibutuhkan dalam dunia perbankan yang sangat dinamis dan berkembang dengan
cepat, karena perbankan hanya melayani satu pimpinan, yaitu nasabah.
Pelayanan kepada konsumen berarti menghilangkan kepentingan kelompok atau
gender.
Semua insan perbankan harus terus belajar tanpa pengecualian
untuk mengikuti dinamika perekonomian yang sangat dinamis. Ini menjadi hal
yang paling berkesan untuk saya saat merintis karier di dunia perbankan. Ada
perubahan cara pandang terhadap dunia perbankan. Dulu saya membayangkan ini
dunia yang sangat statis dan alangkah betapa kakunya kehidupan dunia
perbankan.
Ternyata semua berubah, setelah saya masuk perbankan ternyata
berbeda dan sangat dinamis baik peraturan, terlebih lagi perkembangan bisnis
sehingga jelas kita tidak boleh berhenti belajar dan membaca. Saya percaya
sosok wanita ideal ialah yang tidak menyia-nyiakan talentanya. Tapi juga
tidak melupakan kodratnya sebagai seorang perempuan, anak atau ibu.
Jadi, kodrat tidak ditinggalkan tapi kemampuan ditingkatkan.
Setidaknya, momentum ini bisa membuat rasa nasionalisme kita ada dan
bertumbuh, untuk menyegarkan semangat kita, untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dalam membangun bangsa kita tercinta ini. Selamat Hari Kartini! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar