Tentang
Demo "Today I Am A Muslim Too"
di
New York City
Shamsi Ali ;
Presiden Nusantara Foundation;
Cendekiawan Muslim;
Imam dan Direktur Jamaica Muslim
Center Jamaica-Queens-New York;
Mantan Imam di Islamic Cultural
Center of New York
|
DETIKNEWS, 08 Februari 2017
Meningginya
Islamophobia di Amerika Serikat dan terjadinya kasus-kasus kekerasan kepada
komunitas Muslim menimbulkan banyak keresahan, kekhawatiran, bahkan ketakutan
kepada komunitas Muslim. Sejak memulai kampanye hingga terpilihnya, Presiden
AS Donald Trump telah berhasil menebarkan racun ketakutan dan kebencian
kepada sebagian masyarakat Amerika, yang memang selama ini sangat salah dalam
memahami Islam dan pengikutnya.
Puncak
dari semua itu adalah dikeluarkannya Executive
Order atau dikeluarkannya aturan melarang pendatang dari tujuh negara
mayoritas Muslim untuk masuk Amerika. Keputusan pelarangan tersebut segera
menyulut protes, bahkan kemarahan tidak saja warga Muslim Amerika, tapi juga
masyarakat luas non Muslim di Amerika. Demonstrasi terjadi di mana-mana,
khususnya di berbagai bandara internasional di berbagai kota Amerika.
Keputusan
itu bahkan memicu drama di kalangan pejabat Amerika sendiri. Acting Attorney
General atau Jaksa Agung Amerika menentang untuk melaksanakan keputusan
pelarangan itu dan berakhir dengan pengunduran diri, lalu disusul oleh
pemecatan oleh Presiden Donald Trump. Pada akhirnya memang keputusan Trump (Executive Order) itu dibatalkan oleh
Hakim Tinggi Amerika. Permintaan banding Trump ditolak kembali oleh Hakim
Agung untuk kedua kalinya.
Solidaritas Warga Amerika
Barangkali
salah satu hikmah terbesar dari hadirnya Donald Trump di kancah perpolitikan
Amerika dengan berbagai konsekuensi buruk itu adalah tumbuhnya empati dan
solidaritas tinggi dari masyarakat Amerika secara luas. Dari kalangan pejabat
yang secara politik berseberangan dengan Donald Trump, khususnya mereka yang
berafiliasi dengan Partai Demokrat, hingga kepada pebisnis seperti pemilik
Facebook, pimpinan agama termasuk Yahudi, pengamat dan ahli, masyarakat
Hollywood, hingga kepada masyarakat luas.
Rally
dan demonstrasi yang terjadi di mana-mana, mulai dari jalan-jalan, depan
Trump Tower, kantor-kantor pemerintahan, bandara-bandara, hingga ke Gedung
Putih dan Kongres pada umumnya diinisiasi dan diramaikan oleh teman-teman
Amerika non Muslim. Mungkin yang unik disebutkan di sini adalah keterlibatan
masyarakat Yahudi membela hak-hak Muslim di berbagai kesempatan.
Dukungan
dan solidaritas teman-teman non Muslim yang masif ini menjadi salah satu
faktor pressure yang menjadikan Hakim Agung Amerika membatalkan keputusan
Presiden Trump itu.
Demo
"Hari ini Saya Juga adalah Muslim"
Dukungan
dan solidaritas teman-teman non Muslim di Amerika tidak saja resistensi
terhadap keputusan pelarangan Donald Trump terhadap Muslim dari tujuh negara
itu. Tapi memang sejak lama ketika fenomena Islamophobia dan anti Muslim
meninggi di Amerika.
Di
tahun 2010 misalnya, ketika Komunitas Muslim New York akan membangun sebuah
Islamic Center dekat Ground Zero (WTC) masyarakat Amerika termakan oleh
politisasi isu agama ini oleh sebagian politisi Amerika. Salah satu di
antaranya adalah Ketua Komite Keamanan Dalam Negeri (Homeland Security) di
Kongres Amerika ketika itu, Peter King dari Long Island New York. Dalam kapasitas
itu Peter King ingin mengadakan "hearing" (dengar pendapat) dengan
tema: radikalisasi Muslim Amerika.
Tema
dengar pendapat ini tentu sangat menyinggung bahkan menyakiti masyarakat
Amerika. Karena asumsi yang terbangun kemudian adalah bahwa masyarakat Muslim
Amerika sedang mengalami proses radikalisasi di Amerika Serikat. Apalagi
rencana tersebut dibangun di atas sebuah laporan pihak yang tidak bertanggung
jawab bahwa 70% masjid-masjid di Amerika dikuasai oleh kelompok radikal.
Menyikapi
ini teman-teman non Muslim sangat terusik, bahkan menganggap isu tersebut
bukan lagi isu kelompok tertentu. Melainkan isu nasional karena dinilai
bertentangan dengan dasar konstitusi yang menjamin keadilan untuk semua (justice for all) sekaligus
menginjak-injak nilai yang dijunjung tinggi Ameerika (American value) dalam toleransi dan kebebasan beragama.
Merespon
terhadap rencana itu saya pribadi didatangi oleh banyak teman-teman pimpinan
agama di Kota New York menanyakan jika mereka dapat membantu ketidakadilan (unfairness) sikap dari Ketua Homeland
Security itu. Dan mereka mengusulkan jika komunitas Muslim mengadakan rally
atau demonstrasi dengan tema: Today I
am a Muslim too (hari ini saya juga seorang Muslim).
Kini
dengan keadaan sosial yang cukup tegang, mengkhawatirkan, bahkan menakutkan
dan seolah tidak menentu, warga Muslim kembali mendapat dukungan dan
solidaritas yang luar biasa dari teman-teman warga Amerika non Muslim.
Termasuk mengusulkan agar kembali diadakan rally atau demonstrasi dengan tema
yang sama di tahun 2010 itu.
Tentu
sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan segera saya tangkap tawaran itu. Dan
dalam waktu sekejap rencana itu diamini oleh berbagai kalangan komunitas
antar agama, Yahudi, Kristen, Budha, Hindu, Sikh. Bahkan organisasi-organisasi
massa non agama juga menyatakan ingin bergabung membela komunitas Muslim.
Rencana
rally ini akan dilangsungkan pada tgl 19 Februari, dengan mengambil tempat di
Time Square, pusat Kota New York. Untuk keperluan logistik dan perizinan kami
telah melibatkan teman-teman Muslim di Kepolisian Kota New York (NYPD).
Sebagaimana
di tahun 2010 lalu, selain pimpinan agama-agama besar dan berpengaruh di
Amerika, juga akan terlibat langsung bahkan dalam perencanaannya adalah
Russell Simmons, hip hop mogul yang sangat terkenal dan berpengaruh di
lingkungan Hollywood.
Rencananya
juga rally akan dihadiri oleh para aktifis dan pejabat tinggi seperti
walikota dan gubernur negara bagian New York. Insya Allah! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar