Berebut
SBY di Putaran Dua Pilgub Jakarta
Hendri Satrio ;
Founder
Lembaga Survei KedaiKOPI,
Kelompok Diskusi dan Kajian Opini
Publik Indonesia
|
KORAN
SINDO, 16
Februari 2017
Hasil survei
Kedai KOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) Pilgub
Jakarta memperoleh hasil yang mirip dengan kebanyakan lembaga survei lainnya.
KedaiKOPI memantau lebih dari 190.000 suara dari 350 TPS di 167 kelurahan di
6 wilayah Jakarta. KedaiKOPI juga mengajak masyarakat memantau hasil hitung
cepat melalui program “SuaraTPS” yang dapat diunduh melalui Google Play
Store. Hitung cepat KedaiKOPI mencatat kemungkinan akan ada putaran kedua
Pilgub Jakarta setelah tidak ada pasangan kandidat yang meraih suara 50%+1.
Menurut
KedaiKOPI, Agus-Sylvi meraih 16,95%, Basuki-Djarot 43,74%, dan Anies-Sandi
39,31%. Pasangan Basuki-Djarot mendominasi suara di Jakarta Pusat, Jakarta
Utara, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu. Sementara pasangan Anies- Sandi
unggul di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
Pemilih Rasional di Jakarta
Suara
Agus-Sylvi di Pilgub 2017 ini mengalami fluktuasi paling tajam. Maksudnya,
dari berbagai hasil survei, termasuk KedaiKOPI, Agus-Sylvi memulai prosesi
pilgub pada posisi terendah, kemudian sempat tertinggi dan kembali pada
posisi terbawah versi hitung cepat. Suara Agus-Sylvi dari pemberitaan di
berbagai media massa mulai turun terus hingga di level hitung cepat sejak
acara debat pertama yang diselenggarakan KPUD Jakarta. Suara Agus-Sylvi
bahkan mulai dilewati dua pasangan lain pascadebat kedua dan makin kecil
pascadebat ketiga.
Perkiraan
bahwa pemilih di Jakarta rasional besar kemungkinan terjawab dengan gambaran
suara Pilgub Jakarta pascadebat. Pemilih di Jakarta memiliki penilaian
tersendiri terhadap setiap pasangan calon seusai debat dilakukan. Paslon
dengan program kerja yang paling mudah dimengerti tampaknya jadi pilihan
pemilih di Jakarta. Apakah hanya debat kandidat yang menjadi faktor penarik
perhatian pemilih memiliki pilihan rasional?
Tentu saja
tidak, tapi saya berpendapat perhelatan debat menjadi faktor penting yang
membuat pemilih melihat kesiapan masing-masing kandidat dalam kompetisi ini.
Turunnya suara paslon satu berimbas positif pada elektabilitas dua paslon
lainnya. Paslon nomor 2 yang pernah merasakan posisi panas di level terbawah
misalnya, pascadebat mampu mengerek naik suaranya bahkan kembali ke posisi
tertinggi kendati belum setinggi saat kampanye resmi dimulai.
Situasi Politik Jelang Putaran Dua
Setelah hitung
cepat, hampir pasti Basuki-Djarot dan Anies-Sandi lolos ke putaran dua.
Menjelang prosesi putaran dua, banyak hal yang juga masih mengganjal yang
terkait Pilkada Jakarta. Polemik posisi Basuki yang berada dalam posisi
antara harus nonaktif (versi kelompok masyarakat) dan tidak perlu nonaktif
(versi pemerintah) masih akan membayangi proses menuju putaran dua. Selain
itu, posisi hukum Basuki pada kasus dugaan penistaan agama merupakan hal
lainnya.
Parpol
pengusung Agus-Sylvi juga kemungkinan besar akan memindahkan dukungan. Bila
mengikuti arah dukungan ke Istana, besar kemungkinan PPP, PAN, dan PKB akan mengarahkan
dukungan ke Basuki-Djarot, walaupun masih ada kemungkinan mereka tidak
mengalihkan dukungan lantaran latar belakang tiga parpol ini memiliki
pendukung dari kalangan masyarakat beragama Islam. Justru yang menarik
ditelaah pada putaran dua adalah akan ke mana pemilik episentrum Cikeas dan
ketua umum parpol pengusung utama Agus-Sylvi, SBY mengarahkan dukungan?
Berebut Suara Cikeas
Menempati
posisi ketiga di Pilgub Jakarta justru membuat episentrum Cikeas menjadi
sangat menarik dan seksi. Masyarakat pasti akan menerka-nerka ke mana suara
Agus-Sylvi berlabuh. Para timses dua paslon lain pun pasti mulai mengintip ke
mana suara yang kerap dicitrakan memiliki dukungan dari anak muda ini
mengarah. Wajar bila dicitrakan bahwa pemilih Agus-Sylvi juga merupakan
sebagian pemilih SBY. Dalam survei KedaiKOPI misalnya, responden menyatakan
bahwa salah satu faktor yang membuat elektabilitas Agus- Sylvi adalah Agus
merupakan pemilik merek Yudhoyono.
Oleh karena
itu, memenangkan hati SBY menjadi sangat penting. Kubu dua paslon tersisa
pasti menginginkan suara mengambang milik paslon nomor 1 itu. Sulit menerka
ke mana SBY akan mengarahkan suara jagoan mereka. SBY bila kita berhitung
akan memiliki beberapa opsi. Opsi pertama adalah opsi khas SBY dan Partai
Demokrat, menjadi suara penyeimbang. Nah, bila ini pilihan maka dua paslon
lain akan gigit jari lantaran SBY dan pendukungnya tidak akan berkampanye
untuk salah satu dari mereka. Suara pemilih akan tetap bebas mencari
jagoannya masing-masing. Opsi kedua, menelaah kemungkinan koalisi
SBY-Prabowo.
Koalisi ini
sempat akan terjadi di awal Pilgub Jakarta. Bahkan, Sylvi pada salah satu
acara debat KPUD Jakarta sempat berseloroh kepada Sandiaga Uno. “Kita nyaris
berpasangan,” kata Sylviana Murni. Opsi ketiga adalah sejarah. Kendati sulit
terjadi tapi dalam politik semua mungkin terlaksana. Demokrat berkoalisi
dengan PDIP mendukung Basuki- Djarot. Artinya Indonesia akan melihat
Megawati-SBY berdamai. Opsi keempat yang mungkin terjadi adalah kemungkinan
opsi yang bisa berimbas ke Pilpres 2019. Ujungnya tetap untuk Basuki-Djarot.
Dukungan yang
terjadi bila Jokowi menerima SBY di Istana. Kendati Istana sudah berkali-
kali menegaskan tidak berpihak pada semua pilkada yang terjadi, sudah jadi
rahasia umum bahwa hubungan Basuki Tjahaja Purnama dan Presiden Jokowi sangat
dekat. Nah, bila terjadi kemesraan lagi antara SBY dan Jokowi dan berimbas ke
Pilgub Jakarta, sangat besar peluang Basuki menjadi petahana pertama yang
bisa menjadi gubernur dua periode di Jakarta sejak pemilihan langsung
dilaksanakan.
Putaran
pertama Pilgub Jakarta yang melelahkan sudah selesai dilaksanakan. Saat ini
kita hanya perlu menunggu hasil penghitungan final dari KPUD Jakarta. Untuk
putaran dua, bila ingin merasakan kursi empuk DKI 1 maka dua paslon tersisa
bukan hanya perlu mengambil hati suara pendukung paslon 1, mereka juga harus
memastikan suara pemilih yang sudah mereka genggam tidak lari ke paslon
lainnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar