Rabu, 02 September 2015

Sektor Pangan Jelang Krisis

Sektor Pangan Jelang Krisis

Atang Trisnanto  ;  Direktur Eksekutif National Food Security Studies (Nafis)
                                                KORAN SINDO, 01 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Presiden Joko Widodo sudah menempatkan target swasembada beberapa komoditas penting pangan sebagai agenda penting pemerintahannya. Untuk mempertegas sasaran tersebut, pemerintah hingga saat ini menutup opsi impor rapat-rapat atas sejumlah komoditas pangan. Komitmen pemerintah menutup keran impor pangan diharapkan dapat merangsang kemampuan swadaya bangsa demi meningkatkan produktivitasnya dalam memenuhi kebutuhan pangan.

Namun, perlu diingat, kebijakan ini harus diikuti dengan kalkulasi yang cermat, program terukur, serta realisasi kebijakan yang tepat. Kenapa? Karena, jika pemerintah kurang tepat mengelola stok pangan nasional, yang terjadi adalah keributan pasar dan inflasi yang tinggi. Dari sisi produksi, langkah prioritas dalam perbaikan dan penyediaan infrastruktur pertanian sudah tepat. Tapi, itu belum cukup.

Banyak hal yang menjadi faktor penentu produksi pangan. Perlu ada perbaikan sistem perbenihan, aplikasi massal teknologi budi daya pertanian, penguatan kelembagaan petani, dan sistem pembiayaan pertanian. Itu baru dari lini produksi. Belum lagi masalah kronis dalam mekanisme pasar pangan yang terbukti kerap bikin masalah.

Sebagai contoh dari buruknya sistem pasar pangan, tengoklah fluktuasi tajam harga-harga komoditas pangan akhir-akhir ini. Dimulai dari gejolak harga beras pada minggu ketiga Februari 2015–yang mencapai 30%–tertinggi sepanjang sejarah reformasi. Disusul kenaikan harga bawang merah dan cabai pada Juni, harga daging sapi pada Juli– Agustus, terakhir kenaikan harga daging ayam dan telur pada Agustus. Harga daging ayam mencapai Rp45.000 dari semula Rp26.000. Harga daging sapi menjadi Rp140.000 dari semula Rp90.000.

Padahal, belum genap setahun pemerintahan baru bekerja. Lantas, bagaimana proyeksi harga pangan menjelang krisis ekonomi ke depan? Fakta bahwa hanya dalam kurun waktu enam bulan terjadi kenaikan tajam di beberapa ha rga komoditas pangan utama menjadi indikasi bahwa sistem manajemen stok pangan nasional perlu diperbaiki.

Mekanisme pasar pangan beberapa komoditas jelas menyisakan sistem oligopoli dan membuat pasar tidak berjalan baik. Kendati produksi tidak mengkhawatirkan, situasi pasar tetap mencemaskan. Ada beberapa pemain besar yang dapat men-drive pasar dan berlaku sebagai price maker. Ini akan semakin menjadi-jadi jika manajemen stok pangan nasional turut amburadul. Ketidakakuratan dalam perhitungan angka produksi dan konsumsi akan menimbulkan ketidakseimbangan supply-demand.

Ketidakmampuan mengalkulasi peta produksi dan pengelolaan jalur distribusi akan menghambat suplai barang ke pasar. Dengan kelemahan tersebut, pemain besar yang memiliki infrastruktur memadai akan semakin mudah menentukan harga dan stok pangan di pasar. Jika ini berlangsung terus, gap antara harga pangan di petani dan pasar bakal kian timpang. Petani tidak mendapatkan insentif karena harga yang mereka terima rendah, sedangkan masyarakat luas sebagai konsumen harus membayar dengan harga tinggi.

Dalam situasi menjelang krisis– tercermin dari kenaikan dolar yang menembus Rp14.000–hampir dapat dipastikan bahwa pasar pangan domestik pun akan semakin berat ujiannya. Belum lagi musim kering yang panjang di berbagai daerah di Indonesia. Namun, apa pun kondisinya, pemerintah dan seluruh komponen bangsa ini tidak boleh menyerah.

Mungkin sudah agak terlambat kita mengantisipasi krisis, namun tidak ada salahnya kitakembalimemasang kuda-kuda dan merancang kebijakan yang tepat dari sekarang. Ingat, pertanian adalah sektor yang dapat bertahan dan diandalkan ketika krisis 1998. Nah, kali ini ada beberapa hal bisa kita lakukan: Pertama, segera petakanwilayah lahan atau sawah yang terdampak kekeringan. Buat kodifikasinya.

Segera implementasikan upaya hujan buatan untuk daerah-daerah yang kemungkinan kehilangan produksi tertinggi. Salurkan segera pompa air ke berbagai wilayah untuk mengurangi dampak yang terlalu luas. Kedua, pastikan bahwa seluruh petani bisa berproduksi. Artinya, ketersediaan benih unggul harus disiapkan, ketidakmampuan menggarap lahan akibat kekurangan modal ditutupi dengan bantuan perbankan, kekurangan sarana produksi harus dipenuhi.

Ketiga, beli komoditas pangan utama petani dengan harga yang menguntungkan petani. Hal ini akan meningkatkan stok Bulog sehingga psikologi pasar tidakterganggu. Selainitu, harga tersebut juga akan menjadi insentif bagi petani yang terancam turunproduksinya sehinggamasih dapat digunakan sebagai modal untuk musim tanam berikutnya.

Untuk itu, ubah aturan HPP dan segera anggarkan khusus untuk penyerapan total produk pangan petani. Keempat, segera revisi mata anggaran yang kurang penting menjadi pembangunan infrastruktur irigasi yang dapat diandalkan jika musim kering terjadi. Infrastruktur irigasi ini bisa berupa dam parit, embung, long storage, sumur dangkal (sumur pantek), dan sumur dalam.

Kelima, benahi rantai pasok (supply chain) dengan memperbaiki jalur distribusi, penyiapan angkutan distribusi, dan pengamanan jalur distribusi. Selama ini sistem rantai pasok pangan masih amburadul dan mendatangkan biaya tinggi. Keenam, aktifkan satgas khusus pangan untuk monitoring penyerapan produk pangan petani dan pengawasan mekanisme pasar pangan.

Para pengambil rente yang memanfaatkan kesempatan dengan cara menahan suplai perlu mendapat tindakan hukum yang tegas. Ketujuh, kalkulasikan dengan cermat kebutuhan supply and demand komoditas penting. Jika tidak mencukupi, segera lakukan proses G to G importasi melalui instrumen yang dimiliki pemerintah.

Dalam jangka menengah, pemerintah harus mulai menyiapkan sistem budi daya padi hemat air, pengembangan dan penyiapan benih pangan tahan kekeringan. Pemerintah juga perlu memperbaiki jaringan irigasi primer sampai tersier yang terintegrasi antarkementerian serta mengendalikan pasar pangan. Bila langkah-langkah tersebut serius digarap pemerintah, setidaknya akan meringankan dampak yang lebih besar pada masa krisis.

Dengan segala power yang dimilikinya, pemerintah tidak boleh kalah oleh pasar. Ini pertarungan terhormat karena pemerintah bertarung untuk rakyat dan bangsanya. Kecuali, kalau ada niat untuk bertarung demi yang lain. Selamat bekerja Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar