Selasa, 01 September 2015

Pentingnya Ekonomi Daerah bagi Nasional

Pentingnya Ekonomi Daerah bagi Nasional

Firmanzah  ;  Rektor Universitas Paramadina dan Guru Besar FEUI
                                                  KORAN SINDO, 31 Agustus 2015 

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pembangunan ekonomi daerah saat ini menjadi fokus perhatian banyak kalangan. Terlebih ketika Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah beberapa kali memanggil para gubernur dan pimpinan daerah untuk mengakselerasi pembangunan di daerah. Terakhir pertemuan di Istana Bogor, Senin (24/8), yang salah satu agendanya yakni upaya untuk memaksimalkan penyerapan anggaran di daerah.

Seperti kita ketahui, lambatnya penyerapan anggaran tidak hanya menjadi persoalan kementerian/ lembaga di pusat, melainkan juga terjadi di daerah. Persoalan penyerapan anggaran di daerah semakin membuka mata kita semua betapa penting dan strategis peran daerah dalam pembangunan ekonomi nasional. Era desentralisasi pembangunan membutuhkan perubahan mindset dari Jakarta-centric menjadi daerah-centric.

Pemerintah daerah membutuhka ndukungan dari semua pemangku kepentingan baik pemerintah pusat, penegak hukum, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan dunia usaha agar peran dan fungsinya menjadi lebih optimal. Sejak ada Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian disempurnakan melalui UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan UU Nomor 32 Tahun 2004, Indonesia mengalami perubahan mendasar tentang bagaimana merancang pembangunan nasional.

Keberadaan UU ini juga dilengkapi dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kehadiran dua UU ini telah menempatkan daerah sebagai lokus utama dan strategis bagi perekonomian nasional. Daerah menjadi motor penting penggerak pembangunan nasional.

Dalam perspektif ini, pembangunan nasional merupakan fungsi dan agregasi dari hasil pembangunan di daerah. Bila ekonomi daerah maju dan berkembang, ekonomi nasional juga maju dan berkembang. Daya saing nasional merupakan agregasi dari daya saing daerah. Rantai produksi nasional merupakan rantai fungsi produksi antardaerah. Tingginya biaya produksi di suatu daerah akan berdampak pada tingginya biaya produksi dalam rantai nilai produksi nasional. Dengan begitu, statistik ekonomi nasional merupakan total pencapaian pembangunan di daerah.

Dalam perspektif ini, bukan karena ekonomi nasional melambat membuat daerah melambat. Namun, lebih karena pertumbuhan ekonomi di daerah secara rata-rata melambat, pertumbuhan nasional menjadi melemah. Bagaimana kita dapat memberdayakan daerah agar lebih kompetitif, efisien, dan efektif, ini menjadi tugas bersama. Persoalan rendahnya penyerapan anggaran merupakan sedikit dari sejumlah tantangan yang kita hadapi untuk mendorong pembangunan di daerah.

Persoalan kelembagaan, sistem birokrasi, kualitas sumber daya manusia (SDM), mekanisme penganggaran dengan DPRD, karakter pemimpin daerah yang kurang profesional, intervensi politik, dan kriminalisasi kebijakan merupakan beberapa faktor yang perlu kita carikan solusinya. Disparitas dan kesenjangan kualitas birokrasi pusat-daerah dan antardaerah juga perlu segera kita selesaikan melalui program percepatan nasional peningkatan kualitas birokrasi daerah.

Mengapa hal tersebut mendesak kita perlukan saat ini? Karena, dari sisi penganggaran, alokasi anggaran transfer daerah terus meningkat. Dalam APBN 2014, alokasi anggaran transfer daerah mencapai Rp592,6 triliun. Jumlah ini meningkat dalam APBNP 2015 menjadi Rp664,6 triliun. Sementara dalam rancangan APBN 2016 diusulkan total anggaran transfer daerah dan dana desa mencapai Rp782,2 triliun atau 37% dari total belanja RAPBN 2016.

Dari total usulan pemerintah, dana transfer daerah mencapai Rp643 triliun dan dana desa Rp47 triliun. Persoalan berikutnya, bagaimana anggaran ini bisa memiliki efek pengganda (multiplier effect ) yang tinggi bagi kemajuan pembangunan di daerah? Saat ini pemerintah pusat sedang menyusun payung hukum untuk memberikan rasa aman bagi pejabat di daerah dari upaya kriminalisasi.

Dengan demikian, pejabatdidaerahdiharapkan tidak perlu merasa waswas dan khawatir dari kemungkinan kriminalisasi kebijakan. Namun, kebijakan ini juga perlu disertai perlindungan pejabat daerah dari intervensi politik untuk memaksakan programprogram tertentu dengan misalnya ancaman pencopotan jabatan. Seringkali pejabat di daerah mendapatkan tekanan-tekanan melalui proyek ”titipan” yang ”dipaksakan” masuk sebagai program pemerintah daerah meski proyek tersebut secara nyata tidak terlalu diperlukan oleh daerah tersebut.

Apabila hal ini tidak mendapatkan perlindungan, dikhawatirkan meskipun tidak dikriminalisasi dan penyerapan anggaran tinggi, kemanfaatannya bagi stimulus ekonomi daerah akan rendah. Ini karena mismatch antara apa yang dibutuhkan daerah dan program pembangunan yang dilakukan.

Selain sanksi yang akan diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah-daerah yang penyerapan anggarannya rendah, penting juga pemerintah pusat membantu peningkatan kompetensi dan kapabilitas pejabat di daerah. Kemampuan dan kompetensi dari mulai perencanaan, penganggaran, implementasi, sampai pemantauan perlu terus ditingkatkan. Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Kementerian Keuangan, serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dapat ditugaskan untuk membuat program percepatan peningkatan kualitas SDM di daerah.

Program pelatihan, workshop , sertifikasi, dan pendidikan perlu segera disusun bagi birokrat di daerah. Hanya melalui hal ini, besaran anggaran dana transfer daerah dan dana desa memiliki dampak sangat besar bagi perekonomian daerah. Program nasional ini bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi di masing-masing provinsi untuk capacity-building .

Menjelang pilkada serentak, partai politik juga memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan calon pemimpin daerah agar lebih paham tentang keuangan daerah. Banyaknya pimpinan daerah yang tersangkut korupsi, dari berbagai macam partai politik, juga mencerminkan rendahnya pemahaman tentang tata pemerintahan yang mengedepankan prinsip-prinsip good-governance.

Partai politik sebagai pengusung calon pimpinan daerah perlu membekali kandidat yang diusung bagaimana menggunakan dan memanfaatkan anggaran daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang akan mereka pimpin. Sekaligus juga menanamkan dan menguatkan semangat kerja sama antardaerah agar apabila mereka terpilih tidak menjadi pemimpin yang egosentris dan siap menjalin kerja sama serta kemitraan strategis dengan daerah lain.

Orientasi kewirausahaan para kepala daerah juga perlu dikembangkan. Ini lantaran potensi di daerah masih banyak yang dapat dikembangkan untuk peningkatan kesejahteraan, pengentasan kemiskinan, industrialisasi, dan penciptaan lapangan kerja. Kemitraan strategis dengan BUMN dan pembentukan BUMD dapat menjadi pilihan kebijakan untuk optimalisasi potensi ekonomi di daerah.

Karena tidak semua kepala daerah memiliki orientasi kewirausahaan, program pendidikan eksekutif terkait hal ini perlu menjadi salah satu program prioritas nasional. Dengan ihwal ini, kita ke depan dapat optimistis bahwa pembangunan ekonomi di daerah akan semakin maju, kuat, dan berkelanjutan. Ihwal ini secara agregasi akan membuat ekonomi nasional semakin berdaya saing dan berdaya tahan di tengah gejolak perekonomian dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar