Rabu, 02 September 2015

Gerakan Bersih dan Demokrasi ala Malaysia

Gerakan Bersih dan Demokrasi ala Malaysia

Ali Maksum  ;  PhD candidate Centre for Policy Research and International Studies Universiti Sains Malaysia
                                                    JAWA POS, 01 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

MALAYSIA kembali diguncang badai politik akibat gelombang demonstrasi besar-besaran yang menamakan diri sebagai gerakan Bersih 4.0. Gerakan tersebut merupakan kelanjutan dari Bersih 1.0, 2.0, dan 3.0.

Bersih mirip dengan kelompok ’’Baju Merah’’ Thailand yang melawan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva. Bedanya hanya pada identitas kaus kuning yang mereka kenakan. Namun, tujuannya sama, menuntut penguasa mundur, dalam hal ini di Malaysia adalah Perdana Menteri Najib Razak.

Desakan Bersih 4.0 tidak terlepas dari berbagai skandal dugaan korupsi sang perdana menteri yang masih memiliki darah Bugis keturunan Sultan Hasanuddin Makasar. Jika melihat kembali ke belakang, bangkitnya demonstrasi anti pemerintah sudah pernah terjadi pada 1998. Ketika itu, Deputi Perdana Menteri Anwar Ibrahim memimpin perlawanan gerakan reformasi melawan atasanya, Mahathir Mohamad, perdana menteri waktu itu.

Pada saat itu, Malaysia, seperti halnya Indonesia, sedang ditimpa badai akibat krisis ekonomi 1997 dan jatuhnya mata uang ringgit. Namun, Anwar Ibrahim justru dipecat dan dipenjara oleh Mahathir dengan berbagai skenario tuduhan. Mulai saat itu, Anwar Ibrahim mengubah arah politiknya dengan membentuk koalisi Pakatan Rakyat (PR) dan menjadi lawan pemerintahan Barisan Nasional (BN) dan Partai Melayu (UMNO).

Momentum dan tren gerakan Bersih 4.0 juga sama. Saat ini Malaysia juga tengah mengalami depresi dan kemerosotan ekonomi garagara terpuruknya nilai tukar ringgit hingga level 4.00 per dolar Amerika Serikat. Harga-harga barang juga meroket naik dan rakyat merasa sangat terbebani kebijakan Najib yang mengenakan pajak barang dan jasa (good and services tax, GST).

Momentum tersebut seolah menemukan masanya ketika pada 3 Juli 2015, The Wall Street Journal menerbitkan berita tentang dugaan aliran dana ke rekening pribadi Najib Razak. Dana tersebut disebut-sebut sangat berkaitan dengan skandal penggelapan dana perusahaan nasional 1MDB (1 Malaysia Development Berhad).

Di kalangan aktivis Bersih yang dipandegani kelompok oposisi Pakatan Rakyat (PR) pimpinan Anwar Ibrahim, isu 1MDB sudah menjadi diskursus. Namun, dengan kecerdikan memanfaatkan media sosial, PR berhasil mendapat dukungan dan memengaruhi opini publik.

Bahkan, terakhir mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad, ’’sang guru politik’’ Najib, ikut mendukung gerakan Bersih. Bukan hanya itu, isu 1MDB yang disuarakan PR turut memengaruhi konstelasi politik dalam UMNO, partai terbesar Malaysia yang dipimpin Najib sendiri.

Sebagaimana guru politiknya, Najib meniru Mahathir dengan memecat Deputi Perdana Menteri Muhyiddin Yasin karena mulai vokal dengan isu 1MDM yang menyeret-nyeret namanya. Najib secara otoriter pula memecat enam menteri sekaligus yang mulai bersuara terkait dengan isu 1MDB.

Bedanya, Anwar Ibrahim dipecat Mahathir lalu dipenjara, Muhyiddin Yasin dipecat, tetapi tidak dipenjara dan bahkan masih tetap menjabat wakil presiden Partai UMNO. Sebagai gantinya, Najib mengangkat Zahid Hamidi yang keturunan Jawa naik menjadi deputi perdana menteri.

Lalu, bagaimana badai politik yang sekarang menerpa Malaysia akan bermuara kelak? Politik jiran Indonesia itu diprediksi masih akan stabil. Sebab, UMNO dan koalisi Barisan Naional (BN) sudah sangat berpengalaman memegang kendali di Malaysia dalam waktu sangat lama. Bahkan, mereka tidak pernah tumbang sejak merdeka pada 31 Agustus 1957.

Struktur hukum, politik, dan keamanan, termasuk kejaksaan, polisi, dan tentara, masih sangat loyal kepada UMNO dan BN. Bisa dikatakan selama polisi (PDRM) dan tentara (ATM) masih loyal kepada UMNO dan BN, gerakan-gerakan anti pemerintah akan sangat mudah dipatahkan.

Kelompok Bersih juga sangat mungkin bakal gagal menggulingkan Najib. Sebab, Bersih tidak mampu ’’membersihkan dirinya’’ dari kepentingan kelompok oposisi PR dan memurnikan gerakannya sebagai gerakan rakyat.

Saat ini gerakan Bersih tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari elemen masyarakat Malaysia yang multietnik Melayu, Tionghoa, dan India. Etnik Melayu sebagai mayoritas dan memegang kuasa di negeri bekas jajahan Inggris tersebut tentu tidak sepenuh hati percaya kepada PR yang diduga terlalu kompromistis kepada etnis Tionghoa dan India.

Visi dan misi politik PR memang sangat bagus dengan mengombinasikan berbagai etnik untuk ’’bersatu’’ di bawah payung mereka. Tetapi, secara umum, visi dan misi koalisi oposisi itu masih sangat tabu di mata orang-orang Melayu yang sudah mendarah daging dengan politik rasial.

Di pihak lain, dampak dari badai yang sekarang ini UMNO justru akan semakin memperoleh dukungan dari etnis Melayu yang merupakan etnis mayoritas pasca pemecatan Muhyiddin Yasin. Muhyiddin dianggap sebagai pejuang Melayu yang sebenarnya.

Apalagi, dengan masih menjabat wakil presiden UMNO, Muhyiddin yang berposisi sebagai orang sedang ternaniaya semakin lantang menyuarakan reformasi UMNO. Begitu juga Deputi Perdana Menteri terpilih Zahid Hamidi yang dikenal lebih dekat dengan Muhyiddin. Itu berarti, kalaupun Najib lengser, masih ada Muhyiddin yang di mata etnis mayoritas merupakan pejuang. Dengan demikian, UMNO dan BN masih tetap kukuh dan kepentingan Melayu bakal tetap terjaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar