Mengonversi
CPO Menjadi Produk Pangan
Posman Sibuea ;
Guru Besar Tetap di
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Unika
Santo Thomas Sumatera Utara,
Pendiri
dan Direktur Center for National Food Security Research (Tenfoser)
|
KORAN
SINDO, 11 Agustus 2014
Indonesia menempati posisi pertama dalam produksi minyak sawit
mentah (CPO) di dunia, disusul Malaysia. Dalam International Oil Palm Conference (IOPC), di Nusa Dua, Bali, pada
17 hingga 19 Juni 2014 bertema ”Green
Palm Oil for Food Security and Renewable Energy”, pemerintah menargetkan
produksi minyak kelapa sawit nasional mencapai 40 juta ton pada 2020.
Sayangnya, nilai ekspor produk turunan CPO dari Indonesia masih
lebih kecil dibanding dari Malaysia. Produksi CPO Indonesia pada 2012
mencapai 25 juta ton, hanya 7 juta ton digunakan untuk konsumsi dalam negeri,
sisanya 18 juta ton diekspor. Pemerintah dapat meningkatkan ekspor produk
turunan CPO dan nilai tambah yang diperoleh dapat digunakan untuk memacu
kemajuan kesejahteraan warga. Minyak sawit yang biasa digunakan sebagai
minyak goreng ternyata mengandung komposisi asam lemak yang unik dan komponen
mikronutrien yang menakjubkan seperti provitamin A dan vitamin E. Pemerintah
diharapkan dapat mendorong masyarakat semakin inovatif dalam mengonversi CPO
sebagai sumber pangan nutrasetikal dan produk pangan baru yang bermanfaat
untuk kesehatan.
Lebih lengkap
Minyak kelapa sawit memiliki tingkat kegunaan yang luas di
bidang pangan. Produk yang dihasilkan bisa berupa minyak goreng, minyak sawit
merah, salad, shortening, margarin,
cocoa butter substitute (CBS), food emulsifier, dan berbagai
formulasi produk pangan lainnya. Hampir 90% minyak kelapa sawit yang
diproduksi di dunia digunakan sebagai bahan makanan. Kandungan gizi minyak
sawit lebih lengkap dibandingkan dengan minyak kedelai dan jagung. Selain
mengandung provitamin A, minyak sawit kaya dengan vitamin E (tokoferol dan
tokotrienol) dan zat bioaktif lain seperti riboflavin dan likopen.
Minyak sawit mentah dapat menjadi sumber pangan fungsional yang
tinggi kandungan karotenoid
(500-700 ppm) dan vitamin E (1000 ppm). Minyak sawit mentah berwarna merah
kecokelatan menandakan kandungan karotenoid yang tinggi. Pengembangan minyak
sawit sebagai sumber betakaroten
atau provitamin A dan vitamin E dapat dilakukan dalam bentuk produk minyak
sawit merah (MSM, red palm oil, RPO). Teknologi produksinya kini mulai
berkembang dan diminati industri pangan fungsional. Pada minyak makan merah
ini hampir 90% kandungan karoten dan vitamin E dari minyak sawit mentah dapat
dipertahankan sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi produk
nutrifikan makanan, nutrasetikal, dan farmasetikal.
Namun, minyak sawit merah pernah dituduh sebagai sumber
saturated fat (asam lemak jenuh tinggi). Efeknya disebut meningkatkan
kolesterol darah. Padahal, kandungan asam lemak jenuh dan kandungan asam
lemak tidak jenuh dalam minyak sawit sebanding dan sangat menguntungkan untuk
menurunkan kolesterol darah. Tuduhan ini tidak lepas dari persaingan bisnis
minyak nabati di tingkat global. Minyak sawit merah kini mulai terkenal di
pasaran dunia, khususnya Amerika Serikat dan menjadi ancaman bagi petani dan
industri kedelai yang juga menghasilkan minyak goreng. Guna mempertahankan
kandungan betakaroten yang tinggi pada minyak sawit merah, proses pengolahan
dilakukan tanpa pemucatan (bleaching).
Dengan modifikasi proses pemurnian ini, kandungan betakaroten
dipertahankan lebih tinggi dibanding pada minyakgorengpada umumnya. Laju
penurunan betakaroten saat pemakaian dapat bertahan pada batas akhir
kandungan betakaroten yakni sampai 400 ppm selama 6,0 bulan. Produk minyak
sawit merah secara komersial telah dikembangkan dalam skala industri di
Malaysia dan India. Sejak 1937 India sudah sukses dalam studi ini. Penyerapan
sumber betakaroten dengan media
minyak paling tinggi dibandingkan dengan sumber penyerapan karoten yang lain.
Untuk RPO, penyerapannya bisa sampai 90%.
Dalam bidang kesehatan, betakaroten berguna untuk meningkatkan
imunitas dan mengurangi risiko penyakit kanker, jantung, dan katarak. Minyak
sawit merah yang kaya betakaroten
tidak cocok lagi dijadikan untuk minyak goreng, melainkanuntuk produk salad
oil . Betakaroten yang merupakan provitamin A dapat mengalami kerusakan pada
temperatur di atas 2000C. Karena itu, minyak sawit merah harus disimpan dalam
tempat tertutup, terjaga dari sinar matahari, dan disimpan dalam temperatur
yang relatif rendah.
Produk Baru
Mengonversi CPO menjadi produk baru pangan nutrasetikal menjadi
amat penting pada masa datang. Dengan semakin populernya penggunaan senyawa
alami untuk bahan industri farmasi, prospek pengembangan berbagai produk
pangan baru berbasis minyak sawit semakin terbuka. Hasil penelitian
menunjukkan nilai ekonomi minyak sawit dapat meningkat seiring pengembangan
industri baru berbasis minyak sawit yang pada gilirannya dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat petani. Produk healthy
oil hingga saat ini masih merupakan produk impor dengan harga yang
relatif mahal dan umumnya produk karoten
yang digunakan merupakan senyawa sintetik, bukan senyawa alami seperti pada
minyak sawit.
Lebih lanjut, pemanfaatan minyak sawit sebagai sumber provitamin
A juga dapat diharapkan untuk mengatasi salah satu masalah gizi di Indonesia
yakni defisiensi vitamin A yang dapat menyebabkan gangguan
penglihatanhinggakebutaan, terutama bagi balita dan anak-anak. Hingga saat
ini kebutuhan vitamin A di Indonesia masih dipenuhi produk impor. Suplemen
Palm Vitee salah satu produk makanan nutrasetikal yang kini dikembangkan di
Malaysia, dibuat dari fraksi minyak sawit kaya tokotrienol (tocotrienol rich fraction, TRF).
Konsentrat karotenoid minyak sawit
juga dikembangkan dalam bentuk kapsul, bubuk, ataupunemulsi untuk aplikasi
nutrasetikal.
Selain itu juga dikembangkan minyak sawit merah (red palm oil) dan red palm olein yang mengandung karotenoid tinggi. Dari perspektif ilmu gizi, minyak sawit merah
dapat berfungsi ganda. Selain sebagai sumber antioksidan yang andal untuk
mencegah penuaan dini, penyakit jantung koroner, dan kanker, MSM juga
diharapkan dapat menggantikan kapsul vitamin A yang selama ini digunakan
untuk mengatasi defisiensi vitamin A di Indonesia. Hingga kini hampir separuh
anak balita Indonesia masih mengalami defisiensi vitamin A subklinis.
Kebijakan World Health
Organization (WHO) untuk meningkatkan ketersediaan vitamin A pada makanan
seharihari guna mengurangi defisiensi vitamin A pada balita dan anak-anak
dapat memberi nilai tambah minyak sawit merah. Masyarakat Amerika kini
mencampurkan MSM dengan minyak canola sebagai minyak salad dengan kandungan
provitamin A tinggi. Kandungan retinol dalam MSM sama dengan yang terkandung
dalam serum retinol bagi anak. MSM dapat dijadikan alternatif jangka panjang
dalam menanggulangi masalah defisiensi vitamin A.
Mengonversi CPO secara lebih inovatif erat kaitannya dengan
penanggulangan masalah defisiensi vitamin A di Indonesia untuk kemajuan
bangsa dan meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) pada masa datang.
Dengan melakukan modifikasi proses pemurnian, tanpa bleaching, kandungan
betakaroten dalam MSM dapat dipertahankan. Proses pengolahan ini tidak
menambah biaya lagi untuk melakukan fortikasi vitamin A dalam minyak goreng (cooking oil).
Maka itu, mengonsumsi minyak sawit merah lima belas gram per
hari (satu sendok teh tiga kali sehari) sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan vitamin
A anak balita dan minyak sawit goreng tidak perlu difortifikasi dengan
vitamin A. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar