Selasa, 12 Agustus 2014

Mengonversi CPO Menjadi Produk Pangan

               Mengonversi CPO Menjadi Produk Pangan

Posman Sibuea  ;   Guru Besar Tetap di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Unika Santo Thomas Sumatera Utara,
Pendiri dan Direktur Center for National Food Security Research (Tenfoser)
KORAN SINDO, 11 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

Indonesia menempati posisi pertama dalam produksi minyak sawit mentah (CPO) di dunia, disusul Malaysia. Dalam International Oil Palm Conference (IOPC), di Nusa Dua, Bali, pada 17 hingga 19 Juni 2014 bertema ”Green Palm Oil for Food Security and Renewable Energy”, pemerintah menargetkan produksi minyak kelapa sawit nasional mencapai 40 juta ton pada 2020.

Sayangnya, nilai ekspor produk turunan CPO dari Indonesia masih lebih kecil dibanding dari Malaysia. Produksi CPO Indonesia pada 2012 mencapai 25 juta ton, hanya 7 juta ton digunakan untuk konsumsi dalam negeri, sisanya 18 juta ton diekspor. Pemerintah dapat meningkatkan ekspor produk turunan CPO dan nilai tambah yang diperoleh dapat digunakan untuk memacu kemajuan kesejahteraan warga. Minyak sawit yang biasa digunakan sebagai minyak goreng ternyata mengandung komposisi asam lemak yang unik dan komponen mikronutrien yang menakjubkan seperti provitamin A dan vitamin E. Pemerintah diharapkan dapat mendorong masyarakat semakin inovatif dalam mengonversi CPO sebagai sumber pangan nutrasetikal dan produk pangan baru yang bermanfaat untuk kesehatan.

Lebih lengkap

Minyak kelapa sawit memiliki tingkat kegunaan yang luas di bidang pangan. Produk yang dihasilkan bisa berupa minyak goreng, minyak sawit merah, salad, shortening, margarin, cocoa butter substitute (CBS), food emulsifier, dan berbagai formulasi produk pangan lainnya. Hampir 90% minyak kelapa sawit yang diproduksi di dunia digunakan sebagai bahan makanan. Kandungan gizi minyak sawit lebih lengkap dibandingkan dengan minyak kedelai dan jagung. Selain mengandung provitamin A, minyak sawit kaya dengan vitamin E (tokoferol dan tokotrienol) dan zat bioaktif lain seperti riboflavin dan likopen.

Minyak sawit mentah dapat menjadi sumber pangan fungsional yang tinggi kandungan karotenoid (500-700 ppm) dan vitamin E (1000 ppm). Minyak sawit mentah berwarna merah kecokelatan menandakan kandungan karotenoid yang tinggi. Pengembangan minyak sawit sebagai sumber betakaroten atau provitamin A dan vitamin E dapat dilakukan dalam bentuk produk minyak sawit merah (MSM, red palm oil, RPO). Teknologi produksinya kini mulai berkembang dan diminati industri pangan fungsional. Pada minyak makan merah ini hampir 90% kandungan karoten dan vitamin E dari minyak sawit mentah dapat dipertahankan sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi produk nutrifikan makanan, nutrasetikal, dan farmasetikal.

Namun, minyak sawit merah pernah dituduh sebagai sumber saturated fat (asam lemak jenuh tinggi). Efeknya disebut meningkatkan kolesterol darah. Padahal, kandungan asam lemak jenuh dan kandungan asam lemak tidak jenuh dalam minyak sawit sebanding dan sangat menguntungkan untuk menurunkan kolesterol darah. Tuduhan ini tidak lepas dari persaingan bisnis minyak nabati di tingkat global. Minyak sawit merah kini mulai terkenal di pasaran dunia, khususnya Amerika Serikat dan menjadi ancaman bagi petani dan industri kedelai yang juga menghasilkan minyak goreng. Guna mempertahankan kandungan betakaroten yang tinggi pada minyak sawit merah, proses pengolahan dilakukan tanpa pemucatan (bleaching).

Dengan modifikasi proses pemurnian ini, kandungan betakaroten dipertahankan lebih tinggi dibanding pada minyakgorengpada umumnya. Laju penurunan betakaroten saat pemakaian dapat bertahan pada batas akhir kandungan betakaroten yakni sampai 400 ppm selama 6,0 bulan. Produk minyak sawit merah secara komersial telah dikembangkan dalam skala industri di Malaysia dan India. Sejak 1937 India sudah sukses dalam studi ini. Penyerapan sumber betakaroten dengan media minyak paling tinggi dibandingkan dengan sumber penyerapan karoten yang lain. Untuk RPO, penyerapannya bisa sampai 90%.

Dalam bidang kesehatan, betakaroten berguna untuk meningkatkan imunitas dan mengurangi risiko penyakit kanker, jantung, dan katarak. Minyak sawit merah yang kaya betakaroten tidak cocok lagi dijadikan untuk minyak goreng, melainkanuntuk produk salad oil . Betakaroten yang merupakan provitamin A dapat mengalami kerusakan pada temperatur di atas 2000C. Karena itu, minyak sawit merah harus disimpan dalam tempat tertutup, terjaga dari sinar matahari, dan disimpan dalam temperatur yang relatif rendah.

Produk Baru

Mengonversi CPO menjadi produk baru pangan nutrasetikal menjadi amat penting pada masa datang. Dengan semakin populernya penggunaan senyawa alami untuk bahan industri farmasi, prospek pengembangan berbagai produk pangan baru berbasis minyak sawit semakin terbuka. Hasil penelitian menunjukkan nilai ekonomi minyak sawit dapat meningkat seiring pengembangan industri baru berbasis minyak sawit yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani. Produk healthy oil hingga saat ini masih merupakan produk impor dengan harga yang relatif mahal dan umumnya produk karoten yang digunakan merupakan senyawa sintetik, bukan senyawa alami seperti pada minyak sawit.

Lebih lanjut, pemanfaatan minyak sawit sebagai sumber provitamin A juga dapat diharapkan untuk mengatasi salah satu masalah gizi di Indonesia yakni defisiensi vitamin A yang dapat menyebabkan gangguan penglihatanhinggakebutaan, terutama bagi balita dan anak-anak. Hingga saat ini kebutuhan vitamin A di Indonesia masih dipenuhi produk impor. Suplemen Palm Vitee salah satu produk makanan nutrasetikal yang kini dikembangkan di Malaysia, dibuat dari fraksi minyak sawit kaya tokotrienol (tocotrienol rich fraction, TRF). Konsentrat karotenoid minyak sawit juga dikembangkan dalam bentuk kapsul, bubuk, ataupunemulsi untuk aplikasi nutrasetikal.

Selain itu juga dikembangkan minyak sawit merah (red palm oil) dan red palm olein yang mengandung karotenoid tinggi. Dari perspektif ilmu gizi, minyak sawit merah dapat berfungsi ganda. Selain sebagai sumber antioksidan yang andal untuk mencegah penuaan dini, penyakit jantung koroner, dan kanker, MSM juga diharapkan dapat menggantikan kapsul vitamin A yang selama ini digunakan untuk mengatasi defisiensi vitamin A di Indonesia. Hingga kini hampir separuh anak balita Indonesia masih mengalami defisiensi vitamin A subklinis.

Kebijakan World Health Organization (WHO) untuk meningkatkan ketersediaan vitamin A pada makanan seharihari guna mengurangi defisiensi vitamin A pada balita dan anak-anak dapat memberi nilai tambah minyak sawit merah. Masyarakat Amerika kini mencampurkan MSM dengan minyak canola sebagai minyak salad dengan kandungan provitamin A tinggi. Kandungan retinol dalam MSM sama dengan yang terkandung dalam serum retinol bagi anak. MSM dapat dijadikan alternatif jangka panjang dalam menanggulangi masalah defisiensi vitamin A.

Mengonversi CPO secara lebih inovatif erat kaitannya dengan penanggulangan masalah defisiensi vitamin A di Indonesia untuk kemajuan bangsa dan meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) pada masa datang. Dengan melakukan modifikasi proses pemurnian, tanpa bleaching, kandungan betakaroten dalam MSM dapat dipertahankan. Proses pengolahan ini tidak menambah biaya lagi untuk melakukan fortikasi vitamin A dalam minyak goreng (cooking oil).

Maka itu, mengonsumsi minyak sawit merah lima belas gram per hari (satu sendok teh tiga kali sehari) sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan vitamin A anak balita dan minyak sawit goreng tidak perlu difortifikasi dengan vitamin A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar