Trump
dan Awal Kemunduran Amerika
I Basis Susilo ; Dosen
Mata Ajaran Sistem Politik AS
pada Departemen Hubungan
Internasional FISIP Universitas Airlangga
|
KOMPAS, 10 November
2016
Keberhasilan
Donald Trump memenangi kontestasi dalam Pilpres Amerika Serikat, Selasa
(8/11/2016), mengkhawatirkan masa depan bangsa Amerika. Kemenangan itu bisa
jadi tanda dari awal proses kemunduran bangsa yang jadi adidaya sejak akhir
Perang Dunia II itu karena dalam menghadapi tantangan zamannya mereka tak
bersikap dan tak bertindak sesuai dengan nilai-nilai dasar yang dipegang,
dianut, dan diperjuangkan oleh bangsa itu. Sebutlah seperti pluralisme,
individualisme, demokratis, kebebasan beragama, dan meritokrasi.
Dengan
bicara kasar, rasis, serta menyudutkan penganut agama Islam dan anti-imigran,
seperti akan membuat tembok bagi imigran dan melarang warga Suriah masuk
negerinya, Trump pada dasarnya melanggar khitah bangsa Amerika sebagai bangsa
imigran yang berslogan: ”siapa pun boleh, bebas hidup dan berjuang di Amerika
tanpa melihat agama, ras, golongan, warna kulit, dan asal-usul”.
Bangkit
dan jatuh
Bagi
orang yang belajar sejarah dunia, bangkit dan jatuhnya suatu bangsa itu
wajar. Negara dominan atau adidaya atau imperium sudah ada silih berganti.
Ada imperium Mesir, Turki, Yunani, Romawi, Inggris dan sekarang ini Amerika
Serikat.
Banyak
sudah teori tentang faktor bangkit dan jatuhnya suatu bangsa. Arnold Toynbee,
sejarawan Inggris yang terkenal dengan teori challenge and response,
menjelaskan bangsa yang secara cepat dan tepat merespons setiap tantangan
zamannya akan bangkit. Yang tidak mampu merespons tantangan akan jatuh dan
tersingkir.
Montesquieu,
filsuf Perancis yang terkenal dengan teori evaluasi-diri, menjelaskan bangsa
Romawi jadi kuat ketika mempunyai mekanisme evaluasi-diri yang berfungsi
baik, sehingga kesalahan dan kekurangan segera bisa diketahui dan diatasi
sehingga tidak menjadi penyakit yang melemahkan diri-bangsa itu. Ketika
mekanisme evaluasi-diri tidak jalan, maka bangsa itu melemah, mundur, dan
mudah dikalahkan oleh bangsa-bangsa lain.
AFK
Organski, sarjana hubungan internasional yang terkenal dengan teori transisi
kekuasaan (power transition theory), menjelaskan kemajuan suatu bangsa itu
ditentukan tiga faktor utama: jumlah penduduk, tingkat teknologi, dan
kapasitas politik. Namun yang lebih penting, menurut Organski, kemajuan
bangsa lebih bersifat endogen (berasal dari dalam diri sendiri). Faktor dari
luar (eksogen) hanya bersifat membantu, bukan menentukan.
Dengan
semangat dari dalam diri sendiri (endogenous)
itu, suatu bangsa bangkit dan maju, kendati harus mengalami kalah perang
seperti halnya Jerman dan Jepang. Kata Organski, rekonstruksi kekalahan
perang paling hanya berlangsung satu generasi, setelah itu maju dan
berkembang cepat.
Reputasi
Amerika
Bangsa
Amerika dikenal punya rekam jejak hebat dan reputasi dalam mengatasi
tantangan-tantangan yang dihadapinya. Menghadapi ancaman perang saudara di
pertengahan abad ke-19, dipimpin Abraham Lincoln bangsa itu tak hancur,
tetapi justru lebih kuat dan bersatu.
Menghadapi
masa depresi tahun 1930-an, bangsa itu tidak limbung, tetapi bahkan berhasil
mengendalikan kapitalisme dengan memperkuat jejaring pengamanan sosial dalam
program New Deal-nya Franklin D Roosevelt dan social security
number.Menghadapi tantangan komunisme Uni Soviet, dipimpin Dwight Eisenhower,
John F Kennedy dan Ronald Reagan, bangsa Amerika berhasil mengatasinya
sehingga menjadi pemenang Perang Dingin pada akhir 1980-an.
Semua
pemimpin Amerika Serikat itu menghadapi tantangan dengan sikap kritis,
berani, dan terutama mengandalkan nilai-nilai dasar bangsa Amerika. Hasilnya,
Amerika muncul sebagai adidaya saat ini.
Namun,
Trump justru kini hadir dalam dinamika politik dengan tawaran solusi yang
tidak didasari nilai-nilai dasar bangsa Amerika itu. Sikap, apalagi tindakan,
yang berlawanan dengan nilai-nilai dasar bangsanya itu berpotensi melemahkan
sendi-sendi kehidupan berbangsa. Nah, ketika sendi-sendi dasar kehidupan
bangsa itu tergerus atau terganggu, bisa dipastikan bangsa itu akan goyah.
Ketika sendi-sendi dasar goyah, proses pelemahan dari dalam yang akan
berlangsung.
Kalau
mengikuti teori Toynbee, tampaknya bangsa Amerika saat ini keliru dalam
melihat akar permasalahan yang menantang bangsa Amerika sehingga memunculkan
respons yang tidak tepat seperti yang ditawarkan Trump. Mengikuti teori
Montesquieu, bangsa Amerika saat ini juga sedang kehilangan kemampuan
evaluasi-diri sehingga tidak jernih dalam melihat akar tantangan yang sedang
dihadapi bangsanya. Mengikuti teori transisi kekuasaan Organski, kekuatan
endogen bangsa Amerika sedang melemah karena mereka membiarkan sikap dan
tindakannya dari calon pemimpinnya bertentangan dengan nilai-nilai dasar
bangsanya.
Apakah kemenangan Trump ini menunjukkan
bahwa bangsa Amerika sedang membiarkan dirinya masuk ke proses kemunduran dan
pelemahan dari dalam? Bangsa adidaya itu tidak memilih untuk menjaga
reputasinya selama ini sebagai bangsa yang selalu mampu mengatasi setiap
tantangan yang dihadapinya saat ini dengan evaluasi-diri yang kritis dan
dengan mengandalkan khitah bangsanya. Maka, pantaslah kalau kemenangan Trump
ini menimbulkan pertanyaan: apakah memang bangsa Amerika sedang memasuki awal
proses kemundurannya? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar