Tiga
Kesesatan Warisan PKI
Taufiq Ismail;
Budayawan
|
REPUBLIKA, 27 Oktober
2016
Dalam diskusi publik "Gerakan 30
September Hari Ini: Rekonsiliasi dan Sejarah Masa Depan" di kantor Para
Syndicate, Jakarta, 30 September 2016, Asvi Warman Adam (peneliti LIPI dan
sejarawan) memberi komentar dengan judul "Banyak Buku Sejarah
Menyesatkan". Rujukan utama Asvi tentang buku-buku bertema
kekerasan, yang mengambinghitamkan golongan komunis sebagai pelaku utamanya
disebutkan buku "Ayat-ayat yang Disembelih" (AAYD) karya Taufiq
Ismail. Dalam membaca nama penulis di buku itu saja Asvi sudah sesat. Buku
AAYD itu, 260 halaman, penerbit Jagat, Oktober 2015, ditulis oleh Anab Afifi
dan Thowaf Zuharon, bukan oleh Taufiq Ismail.
Kesesatan Asvi kedua yang lebih besar lagi
adalah buku AAYD itu dikesankan cuma mengungkapkan, tragedi berdarah di tiga
daerah (Brebes, Tegal, Pemalang) dalam revolusi sosial 1945 dengan seorang
tokoh utama Kutil. Padahal, AAYD berupa kesaksian sejarah dengan memuat 42
nama dan peristiwa sepanjang 1945, 1948, sampai 1965, bukan satu nama Kutil
saja.
Kesesatan Asvi ketiga adalah kalimat
"mengambinghitamkan golongan komunis sebagai pelaku utama
kekerasan". Padahal, masalah kekejaman dalam sejarah dunia, golongan
komunis bukan kambing hitam yang jinak, melainkan algojo garang yang
berlumuran darah.
Penelitian oleh VV Zagladin (1973),
Ratanachaya (1996), Rudolph Rummel (1997), Chang dan Halliday (2000),
Stephane Courtois (2000), dan Matthew White (2012) melaporkan keganasan
Partai Komunis sedunia dengan korban 100 juta - 120 juta manusia mati selama
74 tahun (1917-1991) di 76 negara di dunia.
Penyebab kematian dahsyat itu adalah kelaparan
akibat kegagalan program ekonomi negara-negara komunis, kemudian pembantaian
terhadap rakyatnya sendiri yang antiideologi komunisme. Selama 74 tahun itu,
3.500 orang mati setiap hari tersebar di 76 negara.
Dalam sejarah dunia, tidak ada penyakit
menular atau ideologi politik yang mengorbankan manusia sebanyak itu. Korban
pembunuhan oleh Partai Nazi Hitler dan Partai Fasis Mussolini digabung,
besarnya hanya seperlima korban pembunuhan oleh Partai Komunis Lenin, Stalin,
Mao Tse-tung, dan Pol Pot itu.
Cara partai membunuh bangsanya sendiri ini
yang dicontoh oleh Muso (1897-1948) yang dipraktikkannya di Madiun, sesudah
dia memproklamasikan Republik Soviet Indonesia, 18 September 1948. Siapa
sebenarnya Muso?
Sehabis PKI gagal berontak pada 1926, salah
seorang pemimpinnya, Muso, lari ke Moskow 22 tahun lamanya berlindung di
bawah Stalin. Di sana, dia saksikan bosnya membunuh 40 juta bangsa Rusia
sendiri yang antikomunis. Ini kemudian ditirunya dengan patuh di Madiun,
sekembali dia ke Indonesia.
Sebelum kudeta melalui proklamasi itu,
bagaimana cara PKI memperkenalkan Muso kepada rakyat Madiun? Disiarkanlah kabar
desas-desus bahwa Indonesia akan dipimpin oleh keturunan Nabi Musa, namanya
Muso. Rakyat kebanyakan Madiun yang sangat sederhana dan lugu percaya pada
kabar angin bohong PKI itu. Datanglah mereka berbondong-bondong ke rapat
raksasa sebelum 18 September 1948 itu, melihat "Nabi" Muso
berpidato.
Sehari sesudah kudeta dengan proklamasi
Republik Soviet Indonesia, PKI menangkapi kiai, pemimpin masyarakat,
tokoh-tokoh agama, dan menggiring mereka ke pinggir Kota Madiun. Di sana,
sudah siap blumbang atau lubang besar. Tokoh-tokoh itu disembelihi di sana.
Kekejaman berdarah dalam bentuk ini, baru pertama kali terjadi dalam sejarah
Indonesia, dilaksanakan oleh Muso yang mengimpornya dari kebiadaban Stalin di
Rusia.
Penyembelihan ini berlanjut ke 23 kota dan
desa di sekitar Madiun. Presiden dan Wakil Presiden Sukarno dan M Hatta marah
sekali, dan dalam pidato radionya menyuruh rakyat memilih Sukarno-Hatta atau
Muso. Sementara pembantaian berlangsung, rakyat Madiun yang tadinya tertipu,
berbalik jadi pro-RI dan melawan PKI.
Kudeta Republik Soviet Indonesia yang
berlumuran darah ini berlangsung hampir tiga bulan lamanya, yang berhasil
ditumpas Pemerintah RI. Muso dan Amir Syarifudin ditembak mati. Akan tetapi,
trauma publik Madiun dan Jawa Timur berlangsung sangat lama. Noda sejarah ini
ditutup-tutupi terus oleh pihak KGB (Komunis Gaya Baru) masa kini. Mereka
cuci tangan habis-habisan dan gigih berusaha menghapusnya dari ingatan
publik.
Belum pernah ada gagasan memperjuangkan hak
asasi manusia untuk korban kudeta PKI di Madiun 1948 dan kejahatan
pembantaian oleh Westerling di awal revolusi. Asvi dkk akan menjadi terkenal
dan tidak tersesat bila dia melakukannya.
Namun, kalau tetap membela-bela KGB, dan tutup
mata kepada hasil penelitian tujuh pakar internasional tentang pembantaian
120 juta manusia oleh Partai Komunis sedunia, yang akhirnya bangkrut total,
Asvi akan memasuki kesesatan tahap keempat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar