Pemilihan
Rektor, Percaloan, dan Uang Mahar
Bagong Suyanto ; Dosen
Departemen Sosiologi dan anggota BPF
(Badan Pertimbangan Fakultas)
FISIP Universitas Airlangga Surabaya
|
JAWA POS, 08 November
2016
Pemilihan
rektor (pilrek) di sejumlah universitas negeri ditengarai tidak berjalan
transparan dan bahkan kental aroma suap. Sinyalemen itu tidak main-main dan
tidak bisa pula dianggap angin lalu. Sebab, yang melontarkan adalah Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo. Pilrek di sejumlah
perguruan tinggi negeri (PTN) selama ini tidak hanya berjalan kurang
transparan, tetapi juga diduga diwarnai praktik permintaan uang mahar.
Seperti
dilaporkan berbagai media massa, pelaksanaan pilrek PTN ternyata tak ubahnya
pilkada. Di sana tidak hanya ada makelar yang menjadi calo dalam proses
pilrek. Juga terjadi suap-menyuap hingga miliaran rupiah untuk memenangkan
calon rektor yang didukung kelompok tim sukses tertentu.
Konon,
ada dugaan orang dekat menteri riset, teknologi, dan pendidikan tinggi
(Menristekdikti) yang bermain dalam pilrek PTN dan masuk jaringan makelar
jabatan yang mencoreng citra dunia kampus yang seharusnya steril dari
praktik-praktik semacam itu.
Menurut data yang ada, hingga saat ini
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) paling tidak sudah menerima informasi dari
tujuh PTN di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi mengenai dugaan suap dalam pilrek.
Di tiga PTN bahkan diungkapkan telah terjadi penyerahan uang yang besarannya
berkisar 1,5 hingga 5 miliar rupiah. Uang itu ibarat uang mahar yang menjadi
pelicin agar yang bersangkutan memperoleh dukungan Menristekdikti, kemudian
dapat terpilih sebagai rektor.
Seberapa jauh sinyalemen dan tudingan dari
berbagai pihak tentang bau tak sedap di balik pilrek di sejumlah PTN tentu
masih harus diuji oleh waktu. Pendalaman dan penyelidikan atas dugaan
terjadinya praktik suap dalam pilrek di sejumlah PTN tentu harus dilakukan
agar semua menjadi terang benderang.
Pilrek di PTN benar-benar sudah berjalan
transparan dan bebas suap tentu tidak cukup hanya dipastikan dengan bantahan
dari Menristekdikti. Agar tudingan dari berbagai pihak tentang praktik suap
di balik pilrek PTN dapat diklarifikasi, langkah yang perlu dilakukan bukan
hanya mengajak KPK mengawal pilrek di berbagai PTN. Yang tak kalah penting
adalah membuktikan bahwa praktik suap sebagaimana dituduhkan banyak orang
memang tidak terjadi.
Laporan dan pernyataan sejumlah pihak ke
media massa serta laporan resmi yang masuk ke ORI perlu dilacak lebih jauh
dan diklarifikasi seberapa jauh kebenarannya hingga tuntas. Langkah itu perlu
dilakukan agar di masyarakat tidak muncul persepsi yang simpang siur tentang
peristiwa yang sesungguhnya terjadi. Tanpa adanya penjelasan yang benar-benar
tuntas, yang dikhawatirkan adalah di masyarakat kemudian muncul berbagai
pertanyaan dan bahkan bukan tidak mungkin timbul keraguan terhadap
kredibilitas dunia perguruan tinggi.
Bisa dibayangkan apa yang bakal terjadi
jika dunia kampus yang selama ini disegani dan menjadi watchdog yang bersuara
paling keras terhadap berbagai praktik penyimpangan, korupsi, nepotisme, dan
lain-lain ternyata tidak lagi dipercaya masyarakat karena di saat yang sama
mengidap penyakit yang sama. Ibarat nila setitik, jika tidak segera
diklarifikasi dan diusut dengan tuntas, yang dikhawatirkan adalah kasus
tersebut kian meluas hingga merusak susu sebelanga.
Menristekdikti memang menyatakan telah
menunda dan bahkan meminta pelaksanaan ulang proses pilrek di sejumlah PTN
yang dianggap bermasalah. Tetapi, untuk membantah sinyalemen bahwa pilrek di PTN
ternyata telah terdegradasi layaknya pertarungan politik macam pilkada yang
diwarnai berbagai praktik suap dan lobi-lobi politik, yang harus dilakukan
Menristekdikti bagaimanapun perlu lebih tegas.
Jalur yang seharusnya dilakukan
Menristekdikti untuk membersihkan nama lembaga dari berbagai tudingan dan
kemungkinan adanya oknum-oknum yang memanfaatkan situasi tak pelak adalah
jalur hukum. Sejumlah pihak dilaporkan menyatakan siap menjadi saksi atas
tengarai yang mencoreng lembaga Kemenristekdikti ini sehingga bisa dijadikan
pintu masuk untuk menelisik lebih jauh kebenaran sinyalemen tentang praktik
suap di balik pilrek PTN.
Lebih dari sekadar proses pemilihan rektor
yang tidak sesuai prosedur, apa yang ditudingkan sejumlah pihak kepada
lembaga Kemenristekdikti adalah di sana telah terjadi praktik korupsi karena
sudah terjadi penyerahan uang mahar hingga miliaran rupiah. Sepanjang
tudingan itu tidak diklarifikasi dan diinvestigasi lebih lanjut dengan
serius, yang dikhawatirkan adalah munculnya krisis kepercayaan insan kampus
terhadap kredibilitas rektor masing-masing, yang ujung-ujungnya akan juga
memengaruhi proses belajar-mengajar di PTN.
Rentetan
Benar tidaknya telah terjadi praktik suap
dan permainan makelar dalam pilrek tentu masih menjadi tanda tanya. Yang
jelas, dengan dibongkarnya isu sensitif itu oleh berbagai pihak, bagaimanapun
kita semua akan tersadar bahwa ada lampu merah yang tengah menyala, yang
mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang perlu diinvestigasi lebih jauh dalam
proses pilrek di sejumlah PTN.
Mencegah dan memastikan agar proses pilrek
PTN perlu steril dari aroma suap dan intervensi kekuasaan perlu menjadi
agenda prioritas Kemenristekdikti, terutama karena ada kaitannya dengan dua
hal tersebut.
Pertama, untuk mencegah praktik suap di
balik pilrek tidak diikuti terjadinya praktik brokering (percaloan) dalam
pelaksanaan berbagai proyek di lingkungan PTN. Berdasar catatan ORI, selama
ini ditengarai ada sejumlah rektor yang membangun infrastruktur atau
melakukan pengadaan barang dan jasa yang sebenarnya tidak diperlukan. Namun
disediakan karena adanya tawaran proyek dari pihak luar yang selama ini ikut
bermain dalam proses pelobian pilrek. Diduga, rektor juga mendapatkan fee
dari proyek itu sehingga yang terjadi adalah praktik kongkalikong yang jelas
akan merugikan negara.
Kedua, untuk mencegah agar kehidupan dan
dunia PT tidak terjerumus ke dalam praktik kotor yang selama ini banyak
mewarnai kehidupan politik. Dunia PT harus tetap mempertahankan marwahnya
sebagai lembaga pendidikan, yang tidak terkontaminasi praktik korupsi
–sekecil apa pun itu.
Pemilihan rektor yang sejak awal
terkontaminasi permainan suap dan praktik percaloan sangat mungkin akan
melahirkan rentetan praktik korupsi lain. Misalnya permainan dalam pengadaan barang
dan jasa, penjualan aset PT, penerimaan mahasiswa, dan penyalahgunaan
wewenang dalam pemilihan jajaran di bawahnya seperti dekan-dekan fakultas
–yang ujung-ujungnya akan menampar reputasi PTN di mata masyarakat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar