Kala
Teknologi Mengubah Keluarga Kita
Rhenald Kasali ; Pendiri
Rumah Perubahan
|
KORAN SINDO, 10 November
2016
Sambil
menyaksikan kekalahan Hillary Clinton, kali ini saya ingin membahas topik
yang ringan-ringan saja. Mudah-mudahan Anda berkenan. Mari kita mulai.
Kadang
saya tertawa geli menyaksikan kelakuan orang-orang yang begitu bersemangat
menjalani gaya hidup baru seperti pada beberapa cerita ini. Seorang suami
mendampingi istrinya yang tengah melahirkan. Ia ikut masuk ke ruang bersalin.
Kalau dulu, dokter pasti melarang siapa pun masuk ke ruang bersalin. Sekarang
tidak lagi. Suami boleh ikut masuk. Apa yang dilakukan sang suami? Dengan
kameranya ia mengabadikan momen-momen bersejarah tersebut. Jadi ketika sang
istri berjuang habis-habisan, sang suami habis-habisan sibuk mencari sudut
pengambilan gambar. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Lalu
sang bayi pun lahir. Lagi sang suami sibuk merekam jabang bayi tersebut. Ia
mencari momen terbaik, yakni tangisan pertama. Selesai? Belum. Setelah semua
gambar ia dapatkan, sang suami masuk ke tahap berikutnya. Ia sibuk mengunggah
penggalan videonya ke Youtube dan mengeposkaninformasi soal istrinya yang
melahirkan ke beberapa media sosial. Setelah mengunggah, baru ia menemui
istrinya.
Apakah
sang istri marah? Rupanya tidak juga. Ia malah bertanya, apakah suaminya
berhasil mendapatkan gambar yang bagus? Apakah penggalan videonya sudah
diunggah? Gila, bukan? Itu satu cerita. Saya tambahkan satu cerita lagi. Kali
ini soal asisten rumah tangga—mungkin sebagian Anda lebih familier dengan
istilah pembantu rumah tangga.
Apa
yang dilakukan sang pembantu? Ketika bel pintu rumah berdentang, pembantu
tadi keluar membukakan pintu. Rupanya ada tamu yang ingin bertemu dengan
majikannya. Sang pembantu kemudian mempersilakan tamunya duduk. Lalu, di
depan sang tamu, ia kemudian mengirimkan whatsapp (WA) ke majikannya,
mengabarkan bahwa ada tamu yang sudah menunggu.
Bagaimana
reaksi Anda terhadap ulah sang pembantu? WA tadi juga bukan yang pertama.
Kali lain, ketika selesai memasak makan siang untuk majikannya, ia segera
mengirimkan WA ke majikannya. Isinya, ”Bpk/ibu, mknn sdh siap. Slkn trn.”
Kamar majikannya memang ada di lantai dua. Lantas muncul pula WAWA lainnya.
Berani
Kompromi
Lewat
dua cerita tadi saya sebetulnya ingin menggambarkan perubahan yang tengah
terjadi di masyarakat. Perubahan yang kadang membuat kita tidak siap
menghadapinya. Pertama, soal suami yang merekam detik-detik bersejarah ketika
istrinya melahirkan. Dulu melahirkan adalah peristiwa yang sangat privat. Itu
sebabnya dokter melarang siapa pun masuk ke ruang bersalin, kecuali pihak
yang memang berkepentingan.
Kini
teknologi membuat peristiwa tersebut bahkan diunggah ke ruang publik melalui
media sosial. Lalu para dokter pun tak berdaya untuk melarang. Kalau
dilarang, pasien akan pindah ke rumah bersalin sebelah. Maka mereka harus
kompromi dengan perilaku pasien yang semakin narsis tersebut.
Baiklah,
kedua, soal asisten rumah tangga tadi. Siapkah kita menghadapi perilaku sang
asisten rumah tangga tadi yang memberikan informasi ke Anda via WA atau Line?
Saya tidak yakin. Sebagian Anda mungkin menganggap perilaku itu kurang sopan.
Saya
anjurkan, bersiaplah Anda menerima kenyataan tersebut. Anda dipaksa
berkompromi dengan perilaku sang asisten rumah tangga tadi. Apalagi sekarang
ini tak mudah untuk mendapatkan asisten rumah tangga yang gesit, jujur, dan loyal
terlebih jika suami dan istri sama-sama bekerja. Kalau Anda bisa kompromi,
saya yakin, ada banyak plus-minusnya. Sekarang coba bayangkan begini. Anda
sedang menjamu tamu dan kehabisan topik untuk dibahas.
Semua
terdiam sambil senyum-senyum. Lalu masuk Line dari asisten rumah tangga.
Isinya pendek: Trump menang. Di bawahnya ada tautan berita tentang kemenangan
Donald Trump dalam pemilu di AS. Wah, Anda jadi punya topik untuk dibahas,
bukan? Lalu dari mana asisten rumah tangga Anda tahu soal pentingnya info
tadi? Mungkin dia secara diam-diam menyimak acara TV yang suka Anda tonton
dan meneruskannya ketika mendapatkan info soal kemenangan Donald Trump
tersebut dari Line Today.
Jadi
jangan remehkan asisten rumah tangga Anda. Media sosial bisa saja membuatnya
jadi semakin pintar. Memang bisa juga sebaliknya kalau mereka dihasut para
pemelintir yang makin merajalela belakangan ini. Lewat media sosial pula
asisten rumah tangga mungkin jadi orang paling tahu soal gossip-gosip yang
beredar di seputar kompleks perumahan Anda.
Sebab
dia selalu bergunjing dengan sesama asisten rumah tangga lainnya. Sementara
Anda sama sekali tidak punya waktu untuk ngobrol dengan tetangga sebelah
rumah sekalipun. Bahkan mungkin Anda sama sekali tidak kenal dengan tetangga
sebelah.
Sumbu
Pendek
Baiklah
sekarang kita bahas isu lain. Anda pernah dengar ungkapan yang berbunyi
”teknologi mendekatkan yang jauh, tetapi sekaligus juga menjauhkan yang
dekat”.
Saya
punya teman orang Batak. Dia dengan bangga bercerita soal grup WA dengan nama
marganya. Melalui grup WA tersebut, dia bisa saling berbagi cerita dengan
saudara-saudaranya di kampung halaman di Sumatera Utara. Sekarang, meski dia
berada di Jakarta, apa pun yang terjadi di kampungnya sana bisa langsung dia
ketahui. Setiap kali menerima kabar di grup WA, hatinya langsung hangat.
Tapi
sebaliknya berkat smartphone pula kita bisa menemukan dengan mudah satu
keluarga duduk mengelilingi meja makan di sebuah restoran papan atas di
Jakarta, tetapi masing-masing berdiam diri dengan mata terus menatap layar
gawainya. Bukan saling bicara.
Saya
tak mau langsung menyimpulkan bahwa teknologi ternyata telah ”memecah belah”
keluarga. Itu tudingan yang terlalu berat. Hanya kalau kita sama sekali tidak
peduli dengan persoalan semacam ini, rasanya juga keliru. Apalagi belum lama
berselang, kita sebagai keluarga besar Indonesia nyaris terpecah-belah akibat
informasi yang dipenggal-penggal.
Entah
disengaja atau tidak.
Celakanya
sebagian bangsa kita tergolong ”bersumbu pendek” alias gampang meledak atau
cepat marah. Maka informasi yang sepenggal itu langsung dia telan tanpa
dikunyah.
Sejatinya kekuatan suatu negara, juga di
Indonesia, ada di rumah-rumah tangganya. (Maaf, pastikan asisten rumah tangga
Anda juga menjadi bagian dari keluarga.) Kalau setiap rumah tangga beres,
dialognya lancar dan terbuka, hampir pasti keluarga tersebut tak bakal
gampang dipecah belah. Sebaliknya kalau keluarga tersebut sibuk
sendiri-sendiri, gosip kecil sekalipun bisa membuatnya meledak. Kita tentu
tak mau memiliki rumah tangga yang seperti ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar