Mozaik
Keindonesiaan Tercabik
Komaruddin Hidayat ; Guru
Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
|
KORAN SINDO, 11 November
2016
Judul
di atas lebih merupakan kekhawatiran, bukan potret realitas sosial. Ini
diawali munculnya isu SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) dalam ruang
publik yang bergerak ke panggung politik kenegaraan.
Negara
ditata dan diatur secara rasional di atas sekat-sekat SARA, sementara ruang
publik dan media sosial dipenuhi emosi suku dan keagamaan.
Perbedaan
dan gesekan suku dan agama dalam tataran masyarakat lalu didesakkan naik ke
panggung kenegaraan dengan momentum menjelang pilkada. Celakanya, Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok), salah satu calon Gubernur DKI, entah sengaja atau
tidak telah membuka celah bagi kemarahan umat Islam dengan tuduhan menistakan
Alquran.
Akibat
yang ditimbulkannya pun membesar bagaikan bola salju. Atau bagaikan percikan
api yang potensial membakar kota ketika ada pihak-pihak yang sengaja menyiram
atau menggelontorkan bahan bakar.
Sekali
lagi, ini sebuah kekhawatiran, jangan sampai keharmonisan sosial politik yang
telah kita bangun dan jaga dari waktu ke waktu akan rusak berantakan sehingga
ekonomi, politik dan budaya kita mundur. Gara-gara sepercik api bisa membakar
rumah bangsa yang sedemikian besar dan indah. Gara-gara kesalahan satu orang,
pemerintah dan masyarakat dibuat sibuk dan saling berantem. Dalam hal ini
diperlukan graceful exit. Jalan
keluar yang cerdas, terhormat, dan legawa
demi kepentingan bangsa yang jauh lebih besar, dengan tetap menghargai
undang-undang atau peraturan yang berlaku di satu sisi dan aspirasi
masyarakat pada sisi yang lain.
Situasinya
memang agak dilematis. Sebagai negara hukum, pemerintah mesti konsisten dan
tegar menegakkan aturan dan kaidah hukum yang berlaku. Siapa pun yang salah
dan melanggar hukum mesti diproses secara fair. Dalam hal ini, jika Ahok
memang terbukti salah mesti dijatuhi hukuman demi memenuhi rasa keadilan.
Namun masyarakat harus pula fair dan legawa,
jika pihak penegak hukum menyatakan dia tidak memenuhi bukti melakukan tindak
pidana, masyarakat jangan memaksakan pendapat secara tiranik.
Dalam
masyarakat yang sedemikian majemuk, sikap toleran, empati, dan kooperatif
sangat diperlukan. Begitu pun dalam sebuah pilkada, ada yang melihatnya friendly competition, ada yang
menghayatinya sebagai zero-sum game.
Siapa pun yang ikut bertanding adalah mitra bagi lawannya dan siapa pun yang
kalah sesungguhnya secara moral dia telah berjasa mengantarkan lahirnya sang
pemenang. Makanya dalam sebuah kejuaraan, pemenang kedua juga layak
mendapatkan hadiah.
Satu
hal yang saya khawatirkan adalah jika kita tidak sadar tengah main api yang
potensial mencabik-cabik mozaik kebinekaan Indonesia. Sekali sudah tercabik
dan melebar, butuh waktu lama untuk merajutnya kembali.
Jika
merujuk pada pengalaman di Timur Tengah, bahkan tidak saja robek kohesi
sosial yang sudah lama terbangun, malahan pecah berantakan dan sebagian sulit
dirajut kembali. Kekuatan asing terlibat masuk yang katanya menolong, padahal
sangat mungkin mereka memancing di air keruh. Mereka jualan senjata untuk
mendukung industri senjata sebagai sumber devisa negaranya.
Di
saat ekonomi dunia melemah, posisi Indonesia termasuk yang mampu bertahan.
Kenyataan ini membuat Indonesia menarik investor asing dan pangsa pasar yang
menggiurkan bagi negara industri untuk menjual produknya. Kondisi ini bisa
jadi membuat negara-negara ada yang kemudian merasa terancam dan tidak happy melihat Indonesia damai, rukun,
maju, dan secara ekonomi berusaha mandiri.
Catatan
lain yang juga menimbulkan kekhawatiran adalah semakin terbukanya iklim
kebebasan untuk berunjuk rasa secara masif bagi mereka yang selama ini merasa
terdesak dan terpinggirkan dalam persaingan ekonomi dan politik. Sementara
itu terdapat sekelompok kecil etnis, tetapi menguasai mayoritas kue dan aset
nasional.
Jadi, menghadapi situasi demikian, tugas
negara mesti tegas dan bijak. Jangan sampai didikte oleh emosi massa yang tidak
menghargai proses hukum. Dalam sejarah Nusantara, umat Islam punya andil
besar dalam melahirkan dan membangun republik sebagai negara hukum sehingga
implikasi moral politiknya umat Islam juga harus berdiri paling depan dalam
menjaga dan mengawal tegaknya hukum. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar