Menuntaskan
Kasus Century
W Riawan Tjandra ; Pengajar
Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya, Yogyakarta
|
KOMPAS, 12 November
2016
Kasus
skandal dana talangan Bank Century hingga kini tak pernah bergerak lebih jauh
lagi untuk sampai pada dalang di balik pemberian dana talangan terhadap bank
tersebut.
Permasalahan
Century muncul sejak akuisisi-merger yang tak dilakukan berdasarkan
persyaratan dan UU yang berlaku. Merger bahkan melanggar aturan
perundang-undangan, sarat penipuan, dan tindak pencucian uang oleh pengurus
bank. Pengucuran fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penyertaan
modal sementara (PMS) ke Century merupakan ranah keuangan negara yang harus
dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pertanggungjawaban keuangan negara
mengingat sedemikian besar kerugian negara yang belum tuntas diselesaikan
sebagai dampak kasus tersebut.
Kasus
Century selama ini dipersempit seakan-akan hanya ranah diskresi pejabat
pemerintah untuk mencegah terjadinya dampak sistemik sebagai akibat dampak
kegagalan Bank Century. Memang benar sejumlah aktor terkait skandal Bank
Century sudah dipidanakan, seperti Robert Tantular dan Budi Mulya. Namun,
auktor intelektualis yang berada di balik skandal Century belum dipernah
diproses secara hukum dengan tuntas.
Sampai
saat ini, skandal Century masih dibayangi dugaan-dugaan dan banyak ditemukan
kejanggalan. Bahkan, adanya aliran dana kepada sejumlah petinggi partai
politik pernah disebutkan George Junus Aditjondro dalam bukunya, Cikeas Kian
Menggurita, yang dicurigai banyak kalangan ada kaitannya dengan dana PMS dan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk Century.
Pada
5 Desember 2008, LPS mengubah peraturan yang memungkinkan Century memperoleh
tambahan PMS. LPS mengucurkan dana untuk kedua kalinya Rp 2,201 triliun
setelah sebelumnya sempat dikucurkan dana untuk biaya penanganan Century
darisemula diperkirakan Rp 632 miliar naik jadi Rp 2,77 triliun. Terdapat
perubahan asumsi yang dilakukan BI. Perubahan asumsi dan kebijakan untuk
Century itu selama ini menggunakan ”benteng perlindungan” sebagai kebijakan
diskresi.
Dalam
teori hukum administrasi negara, badan atau pejabat pemerintah diberikan
kewenangan mengambil kebijakan berdasarkan kewenangan diskresi. Diskresi
disebut sebagai tindakan badan atau pejabat pemerintah untuk mengeluarkan
kebijakan dalam hal terjadinya kondisi: kekosongan aturan perundang-undangan
yang mengatur masalah tertentu, ketidakjelasan norma hukum ataupun adanya
norma hukum yang perlu interpretasi guna diterapkan dalam kondisi faktual.
Diskresi
tak boleh bertentangan dengan UU sebagai batas atasnya dan tak boleh
melanggar kepentingan umum sebagai batas bawahnya. Batas antara sebuah
diskresi dan penyalahgunaan wewenang sangat tipis dan hanya dibatasi
asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Kebijakan
dalam pemberian dana talangan Century itu sulit diklasifikasikan sebagai
bentuk kebijakan diskresi yang tepat berdasarkan asas-asas umum pemerintahan
yang baik. Salah satu alasan pokok untuk mengatakan ada penyalahgunaan diskresi
dalam kebijakanbail out Bank Century senilai Rp 6,7 triliun, Komite
Stabilitas Sistem Keuangan secara kasatmata melanggar Peraturan BI (PBI).
Berdasarkan PBI No 10/26/PBI/2008, FPJP diberikan kepada bank yang memiliki
rasio kecukupan modal (CAR) minimal 8 persen. Padahal, CAR Century saat itu
kurang dari 8 persen, yakni 2,35 persen. Lalu, pada 14 November 2008, BI
mengubah aturan, yang intinya persyaratan FPJP dari semula CAR 8 persen jadi
CAR positif. Saat dikucurkan, CAR Bank Century per 31 Oktober 2008 adalah
-3,53 persen. Dalam kasus itu, bukan hanya asas-asas umum pemerintahan yang
baik yang dilanggar, norma peraturan perundang-undangan pun diterobos secara
kasatmata.
Hingga saat ini, kasus Century jadi warisan
perkara yang perlu ditindaklanjuti penegak hukum, baik KPK, Polri maupun
kejaksaan, untuk bersama-sama menuntaskan kasus itu sampai pada akar
masalahnya. Kasus Century tak boleh hanya dibiarkan menjadi tragedi dunia
perbankan yang merugikan keuangan negara dalam jumlah sangat besar yang tak pernah
dituntaskan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar