Asal-usul Dana Teror
Simpatisan ISIS Riky Ferdianto : Jurnalis
Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 27 Agustus 2023
SELEPAS kemunculan
teror bom bunuh diri di kantor Kepolisian Sektor Astana Anyar, Bandung,
Dananjaya Erbening makin intens menggalang dana. Pria 28 tahun itu
menggunakan berbagai platform media sosial, seperti Facebook dan Telegram,
untuk mengajak banyak orang, khususnya simpatisan Jamaah Ansharut Daulah
(JAD), untuk bersedekah. Menggunakan telepon
seluler, Dananjaya rutin menyusun dan menyebar pesan berantai untuk beramal.
Lewat cara itu, ia mampu mengumpulkan uang hingga miliaran rupiah. “Dana
itulah yang ia gunakan untuk menyiapkan rencana teror baru,” ujar juru bicara
Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI, Komisaris Besar Aswin Siregar,
pada Jumat, 25 Agustus lalu. Bom di Polsek
Astana Anyar meledak pada 7 Desember 2022 dan menewaskan satu polisi dan
seorang warga sipil. Agus Sujatno, pelaku bom bunuh diri, tewas di tempat.
Agus, 34 tahun, diduga bagian dari jaringan JAD. Sejak 2016, JAD sudah
berbaiat kepada kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Dananjaya juga
ditengarai simpatisan ISIS. Aktivitasnya
terungkap setelah Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya dan Densus 88
menggerebek rumah kontrakannya di perumahan Pesona Anggrek, Harapan Jaya,
Bekasi Utara, Jawa Barat, pada Senin, 14 Agustus lalu. Polisi menemukan 18
senjata api di rumahnya. Sebelas di antaranya jenis laras pendek, lima laras
panjang, dan sisanya pistol pena rakitan. Polisi juga menyita 600 amunisi
kaliber 5,56 milimeter dan 400 amunisi kaliber 9 milimeter yang tersimpan
dalam kotak hitam. Ada pula bendera ISIS dan belasan buku tentang jihad. Penangkapan
Dananjaya mengagetkan banyak pihak. Sehari-hari, Dananjaya bekerja sebagai
petugas langsir PT Kereta Api Indonesia. Tak ada yang menyangka ia terlibat
terorisme. Rupanya, dia juga tengah menyiapkan aksi teror. Targetnya adalah
Markas Komando Brigade Mobil Kepolisian RI Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, dan
salah satu markas Tentara Nasional Indonesia. Untuk itulah dia menggalang
dana, termasuk kepada sahabatnya yang tak tahu-menahu soal ISIS. “Banyak yang
teperdaya,” ucap Aswin. Selain lewat media
sosial, Dananjaya turut menyebar kotak amal di sejumlah fasilitas umum untuk
menggalang sedekah. Di kotak itu, ia membubuhkan stiker kode respons cepat
atau QRIS dompet digital untuk memudahkan donasi. Dana yang terkumpul diklaim
bakal dikelola oleh yayasan untuk pembangunan masjid serta diberikan kepada
fakir miskin dan anak yatim-piatu. “Polanya mirip dengan pelaku bom Astana
Anyar,” kata Aswin. Penyidikan kasus
bom Astana Anyar mengungkap peran sejumlah tersangka yang membantu
penggalangan dana lewat penyebaran 50 kotak amal. Para pelaku mengemas aktivitas
mereka lewat program Sahabat Langit dan Sahabat Umat. Komisaris Besar Aswin
belum bisa memastikan hubungan langsung Dananjaya dengan para tersangka kasus
bom Astana Anyar. Tapi ia membenarkan mereka pernah bertemu di pengajian
kelompok yang sama. Kepala Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ivan Yustiavandana mengatakan
Dananjaya memiliki banyak rekening untuk menampung sumbangan. Lalu lintas
uang dalam rekeningnya mencapai lebih dari Rp 1 miliar. Semuanya kini sudah
dibekukan. Ivan enggan menjelaskan ke mana saja aliran uang tersebut selama
ini. “Kami hanya mendukung data sesuai dengan permintaan penyidik,” ucapnya. Kepala Biro
Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengatakan
Dananjaya merupakan simpatisan ISIS sejak 2014. Pada tahun yang sama, ISIS
muncul dan mulai melancarkan teror di Suriah. Sebelumnya, Dananjaya pernah
bergabung dengan Jamaah Ansharut Tauhid dan kelompok Mujahidin Indonesia
Barat (MIB) pimpinan Amat Untung Hidayat alias Abu Roban. Ketika itu umurnya
masih 15 tahun dan duduk di sekolah menengah pertama. Kelompok Abu Roban
menciptakan organisasi tertutup (tandzim sirri) yang bergerak dengan senyap.
Selain mengandalkan pengajian tertutup, penggalangan anggota mereka juga
dilakukan lewat media sosial. Abu Roban yang hanya lulusan sekolah dasar
dikenal sebagai sosok yang cerdas dan karismatik di mata para anggotanya. Di
antaranya adalah William Maksum, anak seorang pemuka agama yang memiliki
titel master. Kelompok Abu Roban
dituduh berada di balik penggalangan dana lewat perampokan, atau disebut fai,
dan kecelakaan bom di Yayasan Yatim Piatu Pondok Bidara, Beji, Depok, pada
2012. Abu Roban tewas dalam baku tembak dengan polisi di Semarang. William
ikut ditangkap. Menurut Ahmad Ramadhan, pemikiran Dananjaya makin radikal
setelah mengenal William. “Dia kerap menyebarluaskan seruan jihad lewat media
sosial,” tuturnya. MIB dan JAD sudah
lama dikenal sebagai organisasi yang gencar menyuarakan pendirian negara
khilafah. Keduanya melebur sejak ISIS muncul. Mayoritas anggotanya berbaiat
kepada khilafah ISIS pertama, Abu Bakar al-Baghdadi. “Di kalangan mereka ada
pemikiran jika negara khilafah sudah berdiri, kewajiban muslim di seluruh
dunia berhijrah dan berbaiat,” ujar pengamat terorisme, Al Chaidar. Di bawah
kepemimpinan ISIS, Chaidar menambahkan, para simpatisan mendapat kebebasan
menerjemahkan doktrin amaliyah yang umumnya berbentuk teror. Rencana mereka
tak lagi bergantung pada perintah pemimpin, seperti yang diterapkan Jamaah
Islamiyah yang berafiliasi dengan Al-Qaidah. Itu sebabnya banyak simpatisan
ISIS yang bergerak secara individual menggunakan sarana seadanya. “Kalau
tidak ada dana, pakai pisau pun bisa,” tuturnya. Simpatisan ISIS
juga mengubah pola pendanaan teror. Menurut Komisaris Besar Aswin Siregar,
kelompok teroris baru menghindari fai karena risiko kegagalannya tinggi. Cara
termudah adalah dengan modus sedekah jemaah. Strategi tersebut memanfaatkan
kebiasaan jemaah yang senang beramal tanpa pilih-pilih. “Cara ini mereka
anggap lebih efektif,” ucapnya. Menurut pengamat
terorisme, Noor Huda, pola pendanaan lewat sedekah bukan hal baru. Simpatisan
ISIS dan kelompok radikal lain sudah berulang kali menggunakan cara tersebut.
Sementara itu, banyak donatur yang tidak kritis dan selektif. “Masa iya mau
menyumbang harus nanya macam-macam?” ujarnya. ••• POLISI sudah
membuntuti Dananjaya Erbening dua pekan sebelum ditangkap. Mereka juga
mengintai rumah Dananjaya di perumahan Pesona Anggrek, Harapan Jaya, Bekasi
Utara. Operasi berlangsung senyap. Tak banyak warga kompleks yang tahu. Tim
intelijen hanya berkoordinasi dengan pengurus rukun tetangga. “Ada dua
petugas yang meminta izin kepada kami untuk mengintai rumah kediaman
tersangka dari pos RW (rukun warga) di depan rumahnya,” ujar Bendahara RT 7
RW 027, Agung. Dananjaya menempati
rumah itu sejak enam bulan lalu. Pagar rumah setinggi 160 sentimeter selalu
tertutup rapat. Di tempat itu ia tinggal bersama istri dan seorang anaknya.
Ketua RT setempat, Ichwanul Muslimin, mengenal Dananjaya sebagai pribadi yang
ramah. Saat senggang, Dananjaya sesekali berinteraksi dengan warga sekitar.
“Banyak yang tak menyangka dia terlibat kasus terorisme,” katanya. Juru bicara
Detasemen Khusus 88 Antiteror, Komisaris Besar Aswin Siregar, membenarkan
adanya pengintaian tersebut. Dia bercerita, polisi sudah lama mengendus
aktivitas Dananjaya. Ia kerap mengirimkan video ajakan berjihad lewat media
sosial. Meski akunnya sudah diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika,
Dananjaya muncul lagi dengan akun berbeda. Polisi makin yakin
Dananjaya merencanakan teror setelah berulang kali melempar video propaganda
baiat kepada pemimpin ISIS yang baru, Abu Hasan al-Hashimi al-Qurashi. Ia
juga mengajak melakukan amaliyah. Tim patroli siber sejak saat itu meyakini
Dananjaya tengah menyiapkan rencana teror. “Dan itu terbukti setelah kami
menangkapnya,” tutur Aswin. Corporate Secretary
PT Kereta Api Indonesia Raden Agus Dwinanto Budiadji menyerahkan proses hukum
Dananjaya kepada polisi. Manajemen PT KAI bakal mendukung proses penyidikan
kasus itu. Ia berjanji bakal menindak tegas setiap karyawan yang terbukti
terlibat aksi terorisme. “Kami tidak menoleransi tindakan yang bertentangan
dengan hukum, terlebih pada kasus terorisme,” ujarnya lewat keterangan pers. Temuan belasan
senjata api ilegal di rumah Dananjaya menjadi salah satu perhatian utama
polisi. Sejumlah pihak menduga uang sedekah yang diperoleh Dananjaya
digunakan untuk membeli senjata. Komisaris Besar
Aswin mengatakan Dananjaya kerap berlatih menggunakan senjata tersebut di
sekitar Gunung Geulis, Bogor, Jawa Barat. Senjata itu disinyalir bakal ia
gunakan untuk menyerang markas Brigade Mobil di Kelapa Dua, Depok. Dananjaya
diduga mendapatkan inspirasi dari kerusuhan 154 tahanan teroris di markas
Brimob yang terjadi pada awal 2018. “Kami masih dalami siapa saja yang
membantu rencananya,” kata Aswin. Direktur Reserse
Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi
mengatakan Dananjaya membeli senjata tersebut dari warga Tambun Utara,
Bekasi, yang berinisial R. Sebagian di antaranya adalah senjata pabrikan. Ada
pula modifikasi airsoft gun. R juga diduga ikut memasok senjata api ilegal di
pasar gelap. “Kami menahan dia dalam kasus senjata ilegal, bukan terorisme,”
tutur Hengki. Penyidikan terhadap
R mengungkap skandal lain yang melibatkan peran sejumlah polisi. Hengki
menjelaskan, R terdeteksi pernah menjual senjata kepada personel Direktorat
Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Brigadir Kepala Reynaldi Prakoso;
Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Bekasi Utara Inspektur Satu
Muhamad Yudi Saputra; dan anggota Samapta Kepolisian Resor Kota Cirebon, Jawa
Barat, Brigadir Kepala Syarif Muksin. Ketiganya kini
menjalani penempatan khusus untuk menjalani pemeriksaan disiplin profesi.
Menurut Hengki, keterlibatan mereka sebatas dalam jual-beli senjata, bukan
kasus terorisme. Reynaldi diketahui pernah meminta bantuan Syarif
memodifikasi airgun menjadi senjata api. Syarif lalu menghubungkan Reynaldi
dengan kenalannya pemilik pabrik modifikasi di Semarang. Pabrik ini juga
menyuplai senjata kepada R. Penyidikan kasus
itu belakangan menyeret peran sepuluh tersangka lain dan membuat Pusat Polisi
Militer Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat turun tangan. Tim gabungan
menemukan fakta bahwa pelaku kerap memalsukan dokumen kepemilikan senjata dan
kartu anggota. Dokumen tersebut tercatat atas nama IP. “Dokumen tersebut
terbit mengatasnamakan instansi kami, Puspomad,” ujar Wakil Komandan Puspomad
Mayor Jenderal Eka Wijaya Permana. Polisi dan Puspom
menyita 44 senjata api berbagai jenis. Ada pula 1.138 butir amunisi, dari
kaliber 9, 32, hingga 5,56 milimeter. Kepala Bidang Balistik dan Metalurgi
Forensik Polri Komisaris Besar Ari Kurniawan Jati mengatakan 24 senjata
tersebut adalah senjata pabrikan. Semuanya masih berfungsi normal. “Empat
pucuk di antaranya tidak bisa digunakan karena tidak lengkap komponennya,”
ucapnya. Seorang sumber di
markas TNI menyebutkan para pemain senjata api gelap ditengarai bermain mata
dengan petugas bagian logistik persenjataan untuk memperoleh komponen
senjata. Mereka diduga menjual cadangan komponen senjata atau komponen yang
rusak dengan sejumlah perbaikan. Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda
Julius Widjojono mengaku belum mengetahui proses pemeriksaan terhadap mereka
oleh tim Puspom. “Belum jelas,” ujarnya. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/hukum/169597/dana-teror-simpatisan-isis |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar