Senin, 28 Agustus 2023

 

Bagaimana Hun Sen Memilih Anaknya untuk Memimpin Kamboja

Iwan Kurniawan :  Jurnalis Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 27 Agustus 2023

 

 

                                                           

TEPAT menjelang tengah malam pada Kamis, 20 Oktober 1977, pohon chrey, pohon palem yang dianggap keramat dan telah tegak selama ratusan tahun di Distrik Memot, Provinsi Tbong Khmum, Kamboja, tiba-tiba bercahaya. Cahaya itu kemudian menyirami sebuah rumah yang tak jauh dari pohon itu—mirip pulung dalam mitologi Jawa. Saat itulah Hun Manet, putra sulung Hun Sen, lahir dari rahim Bun Rani.

 

“Lima ratus orang melihat cahaya itu. Itulah saat Manet lahir. Sebagian dari mereka yang menyaksikannya juga masih hidup,” kata Perdana Menteri Kamboja Hun Sen pada 2001 kepada Harish C. Mehta dan Julie B. Mehta, yang kemudian menerbitkannya dalam Strongman: The Extraordinary Life of Hun Sen (2013).

 

Harish C. Mehta mengatakan Hun Sen dan Bun Rani sangat percaya Hun Manet adalah anak yang istimewa. “Sesungguhnya mereka percaya semua (kejadian supranatural itu),” kata doktor lulusan McMaster University, Kanada, ini pada Senin, 21 Agustus lalu. Sebelum Hun Sen lahir di sebuah desa di Provinsi Kampong Cham, seorang pendeta telah meramalkan bahwa seorang pemimpin bangsa akan lahir dari wilayah tersebut. Hun Sen juga percaya cucunya, Tep Thida, adalah reinkarnasi ibunya, Dee Yoon, yang meninggal 16 bulan sebelum Thida lahir pada 2000.

 

Hun Sen sudah lama menyebut Hun Manet sebagai penerusnya. Begitu Komisi Pemilihan Umum Nasional menyatakan partainya, Partai Rakyat Kamboja (CPP), menang mutlak dalam pemilihan umum pada Juli lalu, dia menyatakan lengser setelah berkuasa selama 38 tahun. Politikus 71 tahun itu kemudian menunjuk Hun Manet untuk membentuk pemerintahan baru.

 

Suksesi berjalan lancar. Sidang paripurna Majelis Nasional, parlemen negeri itu, mengesahkan Hun Manet sebagai perdana menteri untuk lima tahun ke depan pada Selasa, 22 Agustus lalu. Majelis juga menyetujui kabinet baru yang diusulkan Manet.

 

Dalam pidatonya di depan Majelis, Hun Manet menyatakan bersumpah menjaga stabilitas dan integritas negeri itu serta memajukan ekonominya. “Pemerintahan baru berkomitmen untuk bekerja keras mempercepat pembangunan sosio-ekonomi dan menyokong penerapan reformasi yang lebih dalam dan luas,” ucapnya dalam siaran langsung di Televisi Nasional Kamboja (TVK). “Strategi inti adalah berfokus pada tata kelola pemerintahan dan modernisasi lembaga negara untuk menjadi administrasi publik yang modern,” ujar lelaki 45 tahun itu.

 

Hun Manet tumbuh di masa kekuasaan Khmer Merah yang berdarah. Keadaan lebih buruk karena Hun Sen membangkang dari Khmer Merah dan kabur ke Vietnam, meninggalkan Bun Rani membesarkan sendiri Manet. Keadaan baru lebih baik setelah ayahnya kembali dari Vietnam dan menjadi menteri luar negeri di wilayah Kamboja yang diduduki Vietnam dalam perang Kamboja-Vietnam selama 1988-1990. Apalagi setelah Hun Sen menjadi perdana menteri.

 

Meski demikian, pada mulanya Hun Sen tak ingin anak-anaknya menjadi politikus. “Saya melarang anak-anak saya terjun ke politik, tapi saya mendorong mereka masuk ke masyarakat sipil dan organisasi kemanusiaan,” kata Harish menirukan pernyataan Hun Sen pada 2001. “Hun Sen mengatakan Manet dapat menjadi seseorang di Angkatan Bersenjata. Manet dapat bertindak netral tanpa melibatkan dirinya di dalam politik.”

 

Hun Manet adalah yang paling cemerlang di antara anak-anak Hun Sen. Dia selalu menjadi yang terbaik di sekolah. Tapi, rupanya, Manet lebih tertarik masuk ke militer. “Itu keinginan dia dan dia dulu bercerita bagaimana harus meyakinkan ayahnya agar diizinkan masuk militer,” tutur Harish, yang kini masih berhubungan dengan Manet dengan mengirim pesan teks ucapan selamat saat Manet dicalonkan menjadi perdana menteri.

 

Di usia 18 tahun, Manet dikirim ke West Point, sebutan bagi Akademi Militer Amerika Serikat, dan lulus pada 1999. Dia menjadi orang Kamboja pertama yang lulus dari akademi tersebut. Namun Hun Sen mendorong dia agar juga mempelajari ekonomi. Manet akhirnya mengambil pendidikan master di bidang ekonomi di New York University, Amerika Serikat, dan kemudian meraih gelar doktor filsafat di bidang ekonomi dari University of Bristol, Inggris.

 

Setelah anak-anak Hun Sen menamatkan perguruan tinggi, sikapnya berubah. Dia mengizinkan mereka masuk ke politik. Namun yang berperan utama adalah Partai Rakyat Kamboja. Meskipun CPP didirikan Hun Sen, anggota partai itu, Harish menuturkan, sangat kritis terhadap kebijakannya sebagai perdana menteri.

 

Menjelang pemilihan umum 2013, CPP membuka lembaran politik baru. Mereka mengumumkan nama-nama calon anggota parlemen dalam pemilihan umum yang merupakan generasi baru pascaperang. Daftar itu memuat dua nama anggota keluarga Hun Sen, yakni si bungsu Hun Mani dan Dy Vichea, suami Hun Mana. Dalam daftar itu juga tercantum setidaknya empat nama anak pemimpin CPP yang lain.

 

Dua anak Hun Sen yang lain, Hun Manith dan Hun Manet, masih berkarier di militer. Hun Manith kemudian menjadi brigadir jenderal dan kini menjabat Kepala Departemen Intelijen Kementerian Pertahanan. Hun Manet menjabat Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja pada 2018 dan menjadi jenderal penuh pada April 2023.

 

Hun Manet dinilai berperan besar saat pecah konflik bersenjata antara Kamboja dan Thailand mengenai kepemilikan Kuil Preah Vihear di perbatasan kedua negara pada Februari 2011. Hun Sen meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa mengirim pasukan perdamaian dan Manet diberi tugas memimpin operasi militer di sana. Belakangan, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan Preah Vihear sebagai milik Kamboja dan memerintahkan pasukan Thailand meninggalkan wilayah sengketa.

 

Harish memperkirakan Hun Sen mulai mempersiapkan Hun Manet sebagai pemimpin masa depan setelah pemilihan umum 2018. “Dia (Manet) dikirim ke berbagai negara belakangan ini. Dia melancong ke mana-mana dan jelas dia ikut serta dalam beberapa kunjungan Hun Sen. Hun Sen membawanya ke Cina, ke sejumlah negara, berusaha memperkenalkannya,” ujarnya.

 

Hun Manet baru terjun ke politik ketika maju sebagai calon anggota parlemen dari CPP untuk Phnom Penh, ibu kota negeri itu, dalam pemilihan umum Juli lalu dan terpilih. Namun, dengan posisinya sebagai perdana menteri sekarang, ia akan menghadapi tantangan lebih besar.

 

Menurut Harish, sebagian orang, khususnya oposisi, yang dulu menyasar Hun Sen, kini menggeser targetnya ke Hun Manet. “CPP tahu bahwa oposisi akan terus menyerang mereka. Sebagai pemimpin utama CPP, Hun Manet akan mendapat banyak serangan. Mereka akan menyalahkan dia,” tutur Pemimpin Redaksi Rising Asia Journal tersebut. “Sekarang Hun Manet sedang mengalami bulan madu. Sebagai pemimpin baru, dia akan menikmati periode ini, yang dapat berlangsung setahun, dua tahun, tiga tahun, sampai suatu titik, bergantung pada keadaan apakah Kamboja akan terus sejahtera, yang bakal menjadi kredit bagi Hun Manet.”

 

Harish melihat pengalaman Hun Manet bersekolah di luar negeri turut membentuk pandangan politiknya. Dalam Strongman: The Extraordinary Life of Hun Sen, Manet mengakui terpapar gaya hidup Amerika Serikat, yang berfokus pada hak-hak individu, tanggung jawab, toleransi pada keberagaman, dan partisipasi luas masyarakat dalam politik. “Saya pikir Hun Manet akan punya empati lebih besar terhadap keinginan rakyat Kamboja. Dia akan punya simpati yang lebih besar bagi demokrasi rakyat Kamboja,” kata Harish.

 

Menurut Harish, kini ada kekhawatiran besar terhadap Hun Manet tentang akankah dia memperluas ruang politik. Apakah dia akan menjalankan kegiatan seperti biasa, ketika CPP dan Komisi Pemilihan Umum Nasional terus memblokir partai-partai oposisi tertentu untuk berpartisipasi, atau bakal ada perubahan? Apakah mereka membiarkan partai-partai lebih besar masuk? “Ini sulit diprediksi karena kita punya seorang pemimpin baru. Kebijakan-kebijakan pemimpin baru akan diuji,” ucapnya. ●

 

Sumber :    https://majalah.tempo.co/read/internasional/169586/hun-sen-hun-manet

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar