Bagaimana Hun Sen
Memilih Anaknya untuk Memimpin Kamboja Iwan Kurniawan : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 27
Agustus 2023
TEPAT menjelang tengah
malam pada Kamis, 20 Oktober 1977, pohon chrey, pohon palem yang dianggap
keramat dan telah tegak selama ratusan tahun di Distrik Memot, Provinsi Tbong
Khmum, Kamboja, tiba-tiba bercahaya. Cahaya itu kemudian menyirami sebuah
rumah yang tak jauh dari pohon itu—mirip pulung dalam mitologi Jawa. Saat
itulah Hun Manet, putra sulung Hun Sen, lahir dari rahim Bun Rani. “Lima ratus orang melihat
cahaya itu. Itulah saat Manet lahir. Sebagian dari mereka yang menyaksikannya
juga masih hidup,” kata Perdana Menteri Kamboja Hun Sen pada 2001 kepada
Harish C. Mehta dan Julie B. Mehta, yang kemudian menerbitkannya dalam
Strongman: The Extraordinary Life of Hun Sen (2013). Harish C. Mehta mengatakan
Hun Sen dan Bun Rani sangat percaya Hun Manet adalah anak yang istimewa.
“Sesungguhnya mereka percaya semua (kejadian supranatural itu),” kata doktor
lulusan McMaster University, Kanada, ini pada Senin, 21 Agustus lalu. Sebelum
Hun Sen lahir di sebuah desa di Provinsi Kampong Cham, seorang pendeta telah
meramalkan bahwa seorang pemimpin bangsa akan lahir dari wilayah tersebut.
Hun Sen juga percaya cucunya, Tep Thida, adalah reinkarnasi ibunya, Dee Yoon,
yang meninggal 16 bulan sebelum Thida lahir pada 2000. Hun Sen sudah lama
menyebut Hun Manet sebagai penerusnya. Begitu Komisi Pemilihan Umum Nasional
menyatakan partainya, Partai Rakyat Kamboja (CPP), menang mutlak dalam
pemilihan umum pada Juli lalu, dia menyatakan lengser setelah berkuasa selama
38 tahun. Politikus 71 tahun itu kemudian menunjuk Hun Manet untuk membentuk
pemerintahan baru. Suksesi berjalan lancar.
Sidang paripurna Majelis Nasional, parlemen negeri itu, mengesahkan Hun Manet
sebagai perdana menteri untuk lima tahun ke depan pada Selasa, 22 Agustus
lalu. Majelis juga menyetujui kabinet baru yang diusulkan Manet. Dalam pidatonya di depan Majelis,
Hun Manet menyatakan bersumpah menjaga stabilitas dan integritas negeri itu
serta memajukan ekonominya. “Pemerintahan baru berkomitmen untuk bekerja
keras mempercepat pembangunan sosio-ekonomi dan menyokong penerapan reformasi
yang lebih dalam dan luas,” ucapnya dalam siaran langsung di Televisi
Nasional Kamboja (TVK). “Strategi inti adalah berfokus pada tata kelola
pemerintahan dan modernisasi lembaga negara untuk menjadi administrasi publik
yang modern,” ujar lelaki 45 tahun itu. Hun Manet tumbuh di masa
kekuasaan Khmer Merah yang berdarah. Keadaan lebih buruk karena Hun Sen
membangkang dari Khmer Merah dan kabur ke Vietnam, meninggalkan Bun Rani
membesarkan sendiri Manet. Keadaan baru lebih baik setelah ayahnya kembali
dari Vietnam dan menjadi menteri luar negeri di wilayah Kamboja yang diduduki
Vietnam dalam perang Kamboja-Vietnam selama 1988-1990. Apalagi setelah Hun
Sen menjadi perdana menteri. Meski demikian, pada
mulanya Hun Sen tak ingin anak-anaknya menjadi politikus. “Saya melarang
anak-anak saya terjun ke politik, tapi saya mendorong mereka masuk ke
masyarakat sipil dan organisasi kemanusiaan,” kata Harish menirukan
pernyataan Hun Sen pada 2001. “Hun Sen mengatakan Manet dapat menjadi
seseorang di Angkatan Bersenjata. Manet dapat bertindak netral tanpa
melibatkan dirinya di dalam politik.” Hun Manet adalah yang
paling cemerlang di antara anak-anak Hun Sen. Dia selalu menjadi yang terbaik
di sekolah. Tapi, rupanya, Manet lebih tertarik masuk ke militer. “Itu
keinginan dia dan dia dulu bercerita bagaimana harus meyakinkan ayahnya agar
diizinkan masuk militer,” tutur Harish, yang kini masih berhubungan dengan
Manet dengan mengirim pesan teks ucapan selamat saat Manet dicalonkan menjadi
perdana menteri. Di usia 18 tahun, Manet
dikirim ke West Point, sebutan bagi Akademi Militer Amerika Serikat, dan
lulus pada 1999. Dia menjadi orang Kamboja pertama yang lulus dari akademi
tersebut. Namun Hun Sen mendorong dia agar juga mempelajari ekonomi. Manet
akhirnya mengambil pendidikan master di bidang ekonomi di New York
University, Amerika Serikat, dan kemudian meraih gelar doktor filsafat di
bidang ekonomi dari University of Bristol, Inggris. Setelah anak-anak Hun Sen
menamatkan perguruan tinggi, sikapnya berubah. Dia mengizinkan mereka masuk
ke politik. Namun yang berperan utama adalah Partai Rakyat Kamboja. Meskipun
CPP didirikan Hun Sen, anggota partai itu, Harish menuturkan, sangat kritis
terhadap kebijakannya sebagai perdana menteri. Menjelang pemilihan umum
2013, CPP membuka lembaran politik baru. Mereka mengumumkan nama-nama calon
anggota parlemen dalam pemilihan umum yang merupakan generasi baru
pascaperang. Daftar itu memuat dua nama anggota keluarga Hun Sen, yakni si
bungsu Hun Mani dan Dy Vichea, suami Hun Mana. Dalam daftar itu juga tercantum
setidaknya empat nama anak pemimpin CPP yang lain. Dua anak Hun Sen yang
lain, Hun Manith dan Hun Manet, masih berkarier di militer. Hun Manith
kemudian menjadi brigadir jenderal dan kini menjabat Kepala Departemen
Intelijen Kementerian Pertahanan. Hun Manet menjabat Wakil Panglima Angkatan
Bersenjata Kerajaan Kamboja pada 2018 dan menjadi jenderal penuh pada April
2023. Hun Manet dinilai berperan
besar saat pecah konflik bersenjata antara Kamboja dan Thailand mengenai
kepemilikan Kuil Preah Vihear di perbatasan kedua negara pada Februari 2011.
Hun Sen meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa mengirim pasukan perdamaian dan
Manet diberi tugas memimpin operasi militer di sana. Belakangan, Mahkamah
Internasional (ICJ) memutuskan Preah Vihear sebagai milik Kamboja dan
memerintahkan pasukan Thailand meninggalkan wilayah sengketa. Harish memperkirakan Hun
Sen mulai mempersiapkan Hun Manet sebagai pemimpin masa depan setelah
pemilihan umum 2018. “Dia (Manet) dikirim ke berbagai negara belakangan ini.
Dia melancong ke mana-mana dan jelas dia ikut serta dalam beberapa kunjungan
Hun Sen. Hun Sen membawanya ke Cina, ke sejumlah negara, berusaha
memperkenalkannya,” ujarnya. Hun Manet baru terjun ke
politik ketika maju sebagai calon anggota parlemen dari CPP untuk Phnom Penh,
ibu kota negeri itu, dalam pemilihan umum Juli lalu dan terpilih. Namun,
dengan posisinya sebagai perdana menteri sekarang, ia akan menghadapi
tantangan lebih besar. Menurut Harish, sebagian
orang, khususnya oposisi, yang dulu menyasar Hun Sen, kini menggeser
targetnya ke Hun Manet. “CPP tahu bahwa oposisi akan terus menyerang mereka.
Sebagai pemimpin utama CPP, Hun Manet akan mendapat banyak serangan. Mereka
akan menyalahkan dia,” tutur Pemimpin Redaksi Rising Asia Journal tersebut.
“Sekarang Hun Manet sedang mengalami bulan madu. Sebagai pemimpin baru, dia
akan menikmati periode ini, yang dapat berlangsung setahun, dua tahun, tiga
tahun, sampai suatu titik, bergantung pada keadaan apakah Kamboja akan terus
sejahtera, yang bakal menjadi kredit bagi Hun Manet.” Harish melihat pengalaman
Hun Manet bersekolah di luar negeri turut membentuk pandangan politiknya.
Dalam Strongman: The Extraordinary Life of Hun Sen, Manet mengakui terpapar
gaya hidup Amerika Serikat, yang berfokus pada hak-hak individu, tanggung
jawab, toleransi pada keberagaman, dan partisipasi luas masyarakat dalam
politik. “Saya pikir Hun Manet akan punya empati lebih besar terhadap
keinginan rakyat Kamboja. Dia akan punya simpati yang lebih besar bagi
demokrasi rakyat Kamboja,” kata Harish. Menurut Harish, kini ada
kekhawatiran besar terhadap Hun Manet tentang akankah dia memperluas ruang
politik. Apakah dia akan menjalankan kegiatan seperti biasa, ketika CPP dan
Komisi Pemilihan Umum Nasional terus memblokir partai-partai oposisi tertentu
untuk berpartisipasi, atau bakal ada perubahan? Apakah mereka membiarkan
partai-partai lebih besar masuk? “Ini sulit diprediksi karena kita punya
seorang pemimpin baru. Kebijakan-kebijakan pemimpin baru akan diuji,”
ucapnya. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/internasional/169586/hun-sen-hun-manet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar