Jenderal di Balik Sengketa Hotel PJSI Fajar Pebrianto : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 27
Agustus 2023
LEMBARAN seng terlihat
menutup gerbang utama Hotel Arra Lembah Pinus pada Selasa siang, 22 Agustus
lalu. Terletak di Desa Ciloto, Kecamatan Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, hotel
milik Pengurus Besar Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) itu sepi dan
hening. Tak ada satu pun karyawan dan tamu yang terlihat di area lobi, kolam
renang, dan kafe. Berdiri sejak Oktober
1982, hotel seluas 2,6 hektare itu stop beroperasi pada Juni 2023. Karena
pagar tertutup seng, akses masuk ke kompleks hotel hanya melalui lubang di
pagar dan pintu kayu yang sudah lapuk. Padepokan judo yang berada di sebelah
hotel masih tetap digunakan. “Sudah dua bulan seperti ini,” kata Pujino,
Manajer Sumber Daya Manusia Hotel Arra. Kegiatan hotel berhenti
lantaran imbas sengketa kerja sama antara pengurus PJSI dan perusahaan
pengelola. Pada September 2013, Ketua Umum PJSI kala itu, George Toisutta,
menggandeng PT Buana Megah Wiratama dan PT Empora Gaharu untuk mengelola
hotel dan padepokan. Saat itu hotel yang berjarak hanya 1 kilometer dari
Jalan Raya Puncak itu masih bernama Hotel Lembah Pinus. PT Empora menguasai
90 persen hak pengelolaan hotel dan PT Buana menguasai 10 persen. Perjanjian
disepakati untuk jangka waktu 20 tahun sampai 2033. Sebagai kompensasi, PJSI
akan menerima Rp 50 juta per bulan. Pada 2015, kedua perusahaan mengalihkan
pengelolaan hotel kepada PT Arra Lembah Pinus dan seseorang bernama Ridho
Zahendra Dau. Sejak saat itu, hotel berubah nama menjadi Hotel Arra Lembah
Pinus. Mereka turut merenovasi hotel. George meninggal pada 12 Juni 2019. Kongsi bisnis mulai retak
pada 2018. Pengurus PJSI diduga mengambil alih pengelolaan padepokan yang
masih berada di dalam kompleks hotel. Pada 29 Agustus 2021, Maruli
Simanjuntak terpilih menjadi Ketua Umum PJSI. Kini Maruli menjabat Panglima
Komando Strategis Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dengan pangkat
letnan jenderal. Setelah Maruli memimpin
PJSI, sebuah plang putih berdiri di halaman hotel. Plang itu bertulisan
“Tanah dan bangunan hotel ini milik Pengurus Besar Persatuan Judo Seluruh
Indonesia”. Direktur Utama PT Arra Lembah Pinus Bachtiar Marasabessy mengakui
plang tersebut muncul sejak Maruli memimpin PJSI. “Jadi seperti tanah
sengketa,” ucap Bachtiar. Sekretaris PJSI kala itu,
Soejani, mulai membuka perundingan dengan PT Arra untuk membuat adendum
kontrak kerja sama. Meski perundingan sudah berjalan selama sembilan bulan,
kedua pihak belum menemukan titik temu. Belakangan, Soejani naik menjadi
Wakil Ketua Umum. Ia digantikan Maria Regina Vega. Perundingan yang awalnya
kondusif seketika memanas. Pada Rabu, 3 Mei lalu, PT
Arra menerima sepucuk surat yang diteken Vega bersama dua wakil sekretaris
jenderal PJSI. Mereka meminta PT Arra Lembah Pinus dan Ridho Zahendra Dau
angkat kaki. PJSI beralasan perjanjian lama ihwal pengalihan pengelolaan
hotel dinilai cacat hukum karena tak ada persetujuan organisasi. PJSI juga
mengatakan uang setoran PT Arra tidak dibayarkan secara penuh dan tepat
waktu. PJSI meminta PT Arra
menyerahkan pengelolaan hotel melalui seseorang bernama Pasekel. Belakangan,
Pasekel dikenal sebagai teman satu angkatan Maruli di Akademi Militer 1992.
Dalam struktur pengurus PJSI yang dipimpin Maruli, Pasekel duduk sebagai
Wakil Ketua Bidang Dana dan Usaha. Pasekel ini yang kemudian dikenal sebagai
tangan kanan Maruli untuk mengurusi masalah di Hotel Arra. Enam hari kemudian, PT Arra
lewat surat kuasa hukumnya, Nurdamewati Sihite, menolak perintah pengosongan
lahan. Nurdamewati menyatakan PT Arra masih memiliki hak atas pengelolaan
hotel sampai Agustus 2033. “Pihak yang berhak mengeluarkan perintah
pengosongan seharusnya pejabat publik,” demikian bunyi surat balasan
Nurdamewati kepada PJSI. PJSI kembali mengirim
surat perintah pengosongan pada Jumat, 12 Mei lalu. PT Arra tetap menolak.
Pada Rabu, 7 Juni lalu, Vega kembali menyurati PT Arra. Kali ini PJSI
menyertakan surat dukungan dari mayoritas pengurus daerah agar mengambil alih
hotel. Salah satunya surat dukungan dari Ketua Umum Pengurus Provinsi PJSI
DKI Jakarta Komisaris Besar Yudhi Sulistianto Wahid. “Kami mendukung aset
tersebut milik PJSI,” ujar Yudhi. PT Arra tetap tak mengabulkan
permintaan PJSI. Pada Senin, 19 Juni lalu, Vega mengirimkan surat permohonan
bantuan pengamanan dan perlindungan hukum kepada Kepala Kepolisian Resor
Cianjur Ajun Komisaris Besar Aszhari Kurniawan. Pasekel ikut meneken surat.
Mereka mengabarkan polisi bahwa sebanyak 80 orang perwakilan PJSI akan
mendatangi hotel. Mengetahui akan didatangi puluhan orang PJSI, PT Arra turut
menyurati polisi keesokan harinya. PT Arra juga meminta perlindungan polisi. Dua hari setelah mengirim
surat, puluhan utusan PJSI menggeruduk Hotel Arra. Puluhan polisi berjaga.
Manajemen memprotes langkah polisi yang dianggap berpihak. Namun tak ada
keributan yang muncul. Menjelang tengah hari, puluhan personel Polres Cianjur
balik kanan. “Kami tidak menyegel karena bukan kewenangan polisi,” kata Ajun
Komisaris Besar Aszhari. Rupanya, sejumlah utusan
PJSI masih bertahan di hotel. Pada sore hari, salah seorang di antaranya
menutup gerbang hotel dengan lapisan seng. Sejak saat itu, kegiatan
operasional hotel tersendat. Foto penutupan pagar hotel dan padepokan juga
beredar di antara sesama atlet. “Kami tak bisa apa-apa, hanya cukup tahu,”
tutur mantan atlet judo, Krisna Bayu. Kepala Polres Cianjur Ajun
Komisaris Besar Aszhari lantas mengundang pengurus PJSI dan PT Arra pada Selasa,
4 Juli lalu. Direktur Utama PT Arra Lembah Pinus Bachtiar Marasabessy bertemu
dengan Pasekel dan pengurus PJSI lain. Pertemuan memanas. Pasekel sempat
menyebut nama mantan Ketua Umum PJSI yang pernah menjabat Kepala Staf TNI
Angkatan Darat, Mulyono. Menurut Bachtiar, PT Arra
berupaya meminta konfirmasi ihwal peran Mulyono dengan mendatangi rumahnya di
kawasan Cibubur, Bekasi, Jawa Barat. Mulyono membantah tudingan
keterlibatannya. Ia langsung menelepon Pasekel, tapi tak membuahkan hasil.
“Pasekel enggak percaya yang menghubunginya itu Mulyono,” kata Bachtiar.
Mulyono juga menelepon Maruli. Saat itu Maruli berjanji masalah ini akan
diselesaikan pengurus PJSI. Tempo berupaya mendatangi
Mulyono ke rumahnya di Cibubur untuk meminta konfirmasi tentang informasi
ini. Seorang pegawai di rumah mengatakan Mulyono sedang berada di Thailand.
Ia membenarkan kabar bahwa ada pihak manajemen PT Arra yang pernah datang.
Hingga Sabtu, 26 Agustus lalu, Mulyono tak kunjung merespons surat permintaan
wawancara. Maruli Simanjuntak juga
tak kunjung merespons permintaan wawancara. Lewat sambungan telepon, Maria
Regina Vega mengatakan tak bersedia diwawancarai karena sedang tak di
Jakarta. Ia meminta Tempo menghubungi Pasekel untuk menanyakan ihwal sengketa
Hotel Arra. Setelah dihubungi, Pasekel berjanji menemui Tempo untuk
menjelaskan duduk perkara sengketa. “Kita atur untuk ketemu, ya,” tulisnya
lewat pesan WhatsApp. Namun, hingga Sabtu, 26 Agustus lalu, pesan yang
dikirimkan tak lagi berbalas. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/hukum/169592/sengketa-hotel-pjsi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar