Menjaga
Integritas Pilkada
Ferry Kurnia Rizkiyansyah ; Komisioner KPU RI
|
KORAN
SINDO, 15
Februari 2017
Pemilihan
gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan
wakil wali kota pada 2017 ini akan digelar secara serentak di 101 daerah pada
Rabu hari ini (15/1). Berbeda dengan pilkada serentak 2015 yang tertunda di
lima daerah karena terdapat sengketa pencalonan, tahapan pilkada serentak
2017 hingga rampungnya pelaksanaan kampanye berjalan dalam suasana yang
kondusif, aman, dan lancar. Situasi yang kondusif ini kita harapkan berlanjut
sampai tahapan pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara, dan penetapan calon terpilih. Pemungutan dan
penghitungan suara pada 15 Februari 2017 merupakan puncak dari proses
penyelenggaraan pemilihan serentak pada 2017.
Pada momen itu
warga negara yang memilih hak pilih di 101 daerah yang menggelar pilkada
mengekspresikan pilihan politiknya di bilik suara. Pemberian suara oleh
pemilih merupakan pernyataan kedaulatan rakyat yang paling hakiki dalam
rangka mendelegasikan kedaulatan yang dimilikinya kepada kandidat yang
dinilai kredibel, kompeten, dan berintegritas. Karena itu, penting bagi
penyelenggara pemilu untuk menjaga integritas pemungutan dan penghitungan
suara.
Penyelenggara
harus mampu menjaga autentisitas suara rakyat dan mencegah segala bentuk
distorsi yang dapat merusak konversi suara rakyat menjadi kursi kekuasaan
eksekutif. Untuk menjaga integritas pemungutan dan penghitungan suara, maka
KPU memberi pengaman pada surat suara dengan tanda khusus berupa micotext.
Begitu juga formulir penghitungan perolehan suara diberi tanda khusus berupa
hologram. Ini bertujuan untuk mencegah terjadi manipulasi suara dengan
menggunakan surat suara dan formulir yang palsu.
Integritas
pemungutan dan penghitungan suara juga diperkuat dengan adanya form tanda
tangan ketua dan anggota KPPS serta saksi pasangan calon dalam setiap lembar
formulir penghitungan suara. Pada formulir model C1 Plano, penulisan rincian
perolehan suara masing-masing pasangan calon, jumlah seluruh suara sah, suara
tidak sah, serta data jumlah suara sah dan tidak sah ditulis dalam bentuk
angka dan huruf.
Pada
pemungutan suara, ketua dan anggota KPPS, sanksi pasangan calon, pengawas
TPS, dan masyarakat umum penting memahami bahwa hanya ada tiga kategori
pemilih yang dapat menggunakan hak pilih di TPS, yaitu pemilih yang terdaftar
dalam DPT, pemilih yang pindah memilih menggunakan formulir A5 dan dicatat
dalam kolom daftar pemilih pindahan (DPPh) pada formulir C7 atau daftar hadir
pemilih di TPS, dan pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT tetapi memiliki KTP
elektronik atau surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
(Disdukcapil) setempat.
Khusus pemilih
tambahan (DPTb) diberi kesempatan menggunakan hak pilihnya satu jam terakhir
sebelum TPS ditutup, yaitu pukul 12.00 sampai pukul 13.00 dan sepanjang surat
suara di TPS masih tersedia. Dalam hal surat suara di TPS tersebut habis,
petugas mengupayakan surat suara dari TPS terdekat. Dalam melayani hak pilih
warga, petugas KPPS diminta tetap meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah
adanya pemilih siluman atau pemilih yang tidak berhak masuk ke TPS dan
menggunakan hak pilih. Karena itu, petugas KPPS berhak meminta pemilih
menunjukkan KTP ketika registrasi pemilih di TPS meskipun pemilih tersebut
telah membawa formulir C6 atau surat pemberitahuan memilih di TPS.
Pengecekan
formulir C6 dengan KTP diperlukan untuk meyakinkan petugas bahwa orang yang
membawa formulir C6 itu benar merupakan pemilih yang namanya tercantum dalam
formulir C6. Begitu juga dengan pemilih yang datang ke TPS tanpa membawa formulir
C6. Petugas dapat meminta pemilih menunjukkan KTP/paspor atau identitas lain
yang memuat nama, alamat, dan pas foto untuk selanjutnya dilakukan pengecekan
ke dalam DPT. Jika namanya tercatat dalam DPT, diberikan hak untuk memilih di
TPS tersebut.
Petugas juga
diminta meningkatkan kualitas administrasi kepemiluan, terutama administrasi
pemilih yang pindah memilih dan pemilih pengguna KTP elektronik dan surat
keterangan dari Disdukcapil setempat. Agar administrasi pindah memilih lebih
tertib dan tertata dengan baik, pemilih yang akan pindah memilih di luar TPS
yang bersangkutan terdaftar, maka pemilih tersebut wajib mengurus formulir A5
dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) asal dan selanjutnya melapor ke PPS
tujuan paling lambat tiga hari sebelum pemungutan suara.
Namun, dalam
hal pemilih tersebut tidak sempat melapor ke PPS tujuan paling lambat tiga
hari sebelum pemungutan suara tetap dapat menggunakan hak pilihnya pada hari
pemungutan suara sepanjang telah memiliki formulir A5. Keberadaan saksi dari
masing-masing pasangan calon dan pengawas TPS juga sangat penting dalam
menjaga integritas pemungutan dan penghitungan suara. Karena itu, pasangan
calon diharapkan menugaskan saksi yang betul-betul memahami mekanisme
pemungutan dan penghitungan suara.
Jumlah saksi
di setiap TPS maksimal dua orang dengan catatan saksi yang dapat masuk ke TPS
hanya satu orang dalam satu waktu. Saksi mesti memahami hak dan kewajibannya.
Saksi berhak atas salinan DPT dan salinan berita acara dan salinan sertifikat
serta lampiran hasil penghitungan suara. Saksi, pengawas TPS,
danpemantaupemilihandapat mendokumentasikan catatan hasil penghitungan
perolehan suara di TPS atau formulir C1 Plano dalam bentuk foto atau video.
Dokumentasi yang dimiliki para pihak diharapkan menjadi alat kontrol terhadap
proses penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
secara berjenjang.
Petugas KPPS
juga penting memastikan bahwa pemilih yang menggunakan hak pilihnya di bilik
suara tidak membawa telepongenggamdanalat perekam gambar. Ini bertujuan untuk
mencegah adanya pemilih yang mendokumentasikan pilihannya dalam surat suara.
Dokumentasi pilihan dalam surat suara mesti dicegah karena melanggar asas
kerahasiaan dan dapat menjadi alat bagi pemilih untuk melakukan transaksi politik
dengan kandidat tertentu. Kita menginginkan pemilih menggunakan hak pilihnya
atas pertimbangan- pertimbangan rasional.
Kampanye
selama lebih kurang empat bulan sudah lebih dari cukup untuk mengukur dan
membanding kredibilitas, kompetensi, dan integritas masingmasing pasangan
calon. Salah satu ciri penting pemilih rasional adalah menerapkan prinsip
empirisme rasional dalam menentukan pilihan politik. Tindakan politiknya
tidak berdasarkan pada emosi dan transaksi, tetapi mengacu pada akal sehat
dan akal budi sebagai alat untuk mengolah semua informasi yang diterimanya,
termasuk visi, misi, dan program kandidat yang telah didengar selama masa
kampanye.
Mencari
informasi sebanyak-banyaknya dan menguji konsistensi serta kesesuaian antara
informasi yang satu dengan informasi lain merupakan bentuk sikap dari seorang
pemilih rasional. Inilah yang kita harapkan muncul dalam pemilihan serentak
2017. Partisipasi pemilih yang tinggi dan berkualitas sangat diperlukan
sebagai penyangga utama demokrasi. Untuk meningkatkan kepercayaan publik
terhadap hasil penghitungan perolehan suara di TPS, KPU tetap menerapkan
prinsip transparansi dan akuntabilitas melalui sistem informasi penghitungan
suara (situng).
KPU berupaya
dalam waktu 1x24 jam, scan C1 atau sertifikat hasil penghitungan perolehan
suara di TPS, dan hasil hitung C1 sudah dapat ditampilkan di portal situng
untuk diakses oleh masyarakat. KPU dalam pilkada serentak 2017 tidak saja
menerapkan prinsip transparansi, tetapi juga prinsip open data atau data
terbuka. Data hasil scan C1 dan hasil hitung C1 disediakan tidak dalam format
terkunci, tetapi dalam bentuk format yang dapat ditarik atau diambil oleh
publik dengan mudah. Inilah demokrasi kita.
Demokrasi yang
berdasarkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Mari menjadi pelaku
sejarah pilkada serentak pada 2017 dengan cara menjaga integritas pemungutan
dan penghitungan suara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar