Titik Temu Agama-Agama
Komaruddin Hidayat ;
Guru
Besar Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah
|
KORAN
SINDO, 03 April 2015
Secara teologis dan sosiologis keragaman agama di muka bumi
merupakan kehendak dan desain Tuhan. Umat Islam sangat familier dengan
berbagai pernyataan Alquran bahwa Allah menciptakan manusia terbagi-bagi ke
dalam beragam etnis, warna kulit, bangsa, dan agama.
Membayangkan keseragaman agama dan budaya adalah satu utopia dan
melawan kehendak Tuhan. Namun, karena yang beragama adalah manusia yang
memiliki nafsu, akal budi, dan kebebasan berpikir, berkehendak, dan bergerak,
keragaman beragama, berbangsa, dan berbudaya seringkali menimbulkan benturan,
bahkan bisa saling ingin memusnahkan.
Ini sangat berbeda dari keragaman nabati dan hewani yang terjaga
keseimbangannya dalam kondisi harmonis. Ekologi alam yang harmonis ini rusak
garagara intervensi manusia. Sejarah menunjukkan, peperangan antarbangsa dan
agama memang pernah dan selalu saja terjadi. Namun, dalam waktu bersamaan
ilmu pengetahuan dan peradaban manusia selalu berkembang.
Inovasi sains dan teknologi terus bermunculan. Upaya-upaya
perdamaian juga tak pernah henti. Jadi, wajah sejarah selalu menampilkan dua
sisi yang berlawanan. Antara peperangan dan perdamaian. Antara agenda
membangun kebajikan dan tindakan destruktif antikemanusiaan. Hanya, kalau
ditimbang, niat dan usaha baik manusia untuk menciptakan perdamaian dan
keadaban jauh lebih besar ketimbang mereka yang melakukan kejahatan.
Kalau saja panggung kehidupan manusia dikuasai dan didominasi
kekuatan jahat, niscaya sudah lama peradaban ini hancur lebur. Dua kali
perang dunia sudah cukup jadi pelajaran yang amat berharga. Kalau sampai
meletus perang dunia ketiga, betapa besar dan dahsyat kerusakan yang akan
terjadi.
Peradaban manusia akan kembali dari nol kilometer lagi. Lalu, di
mana peran agama yang diyakini pemeluknya sebagai panduan ilahi untuk
mengatur dan menyejahterakan manusia? Mengingat semesta, manusia, dan agama
datang dari sumber yang sama yaitu Tuhan Yang Maha Mutlak, idealnya terjadi
hubungan yang harmonis, sinergis, dan konstruktif antara ketiganya.
Semua agama besar dunia ketika awal mula kemunculannya selalu
tampil sebagai kekuatan anti penindasan, anti dekadensi moral, dan anti
kebodohan. Para pembawa agama selalu mengajak dan mendidik umatnya untuk
menegakkan etika sosial, membasmi kebodohan dan kemiskinan, serta mengajak hidup
damai gotong-royong membangun peradaban. Agenda besar agama ini dalam
perjalanannya dibantu oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi membantu masyarakat agar hidup
menjadi mudah dan nyaman dijalani. Teknologi semacam mobil, listrik, telepon,
komputer, kulkas, dan pesawat terbang menawarkan jasa agar hidup menjadi
nyaman dan efisien. Tetapi, untuk apa semua ini? Apa makna dan tujuan hidup?
Di sinilah agama hadir.
Karena memberikan bimbingan dan pencerahan hati dan pikiran untuk
memahami makna dan tujuan hidup yang sejati, agama tetap saja bertahan dan
berkembang di tengah kemajuan sains dan teknologi yang senantiasa melakukan
inovasi dan penuh kompetisi itu. Sangat disayangkan, keragaman agama yang ada
tidak selalu menunjukkan kerja sama yang harmonis dan progresif untuk
melakukan layanan kemanusiaan.
Misalnya dalam memberantas korupsi, kemiskinan, dan kebodohan.
Karena agama menyangkut keyakinan akan keselamatan hidup duniaakhirat dan
cenderung melibatkan emosi setiap menghadapi perbedaan iman, umat beragama
sangat rentan konflik ketika menghadapi umat yang berbeda.
Indonesia sebagai bangsa besar yang masyarakatnya sangat plural
dari segi etnis, bahasa, budaya, dan agama, umat beragamanya mesti tampil
sebagai pilar kohesi bangsa dan motor pemberantas kemiskinan, kebodohan, dan
korupsi. Makanya, sangat ironis kalau berita yang mengemuka adalah umat
beragama justru heboh berkonflik hanya karena beda mazhab dan terlibat perang
yang jelas-jelas menghancurkan peradaban dan antikemanusiaan.
Kita mesti lapang hati dan pikiran untuk menerima perbedaan.
Setiap agama adalah unik, beda dari yang lain. Yang mesti kita dorong adalah
titik temu dalam agenda kemanusiaan dan memajukan bangsa. Jangan sampai
gerakan keagamaan akan dicatat sejarah sebagai perusak kerukunan dan keutuhan
berbangsa. Tunjukkan bahwa agama itu motor kemajuan, kecerdasan, keberadaban,
dan kedamaian. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar