Pertamina
Sub-sub Dahlan Iskan ; Mantan CEO Jawa Pos |
DISWAY, 11
September 2021
PERTAMINA
memasuki babak baru: benar-benar hanya jadi holding. Semua yang berbau operasional sepenuhnya diserahkan ke sub-sub-holding. Itulah
keputusan terbaru Menteri BUMN Erick Thohir. Yang mulai berlaku Jumat
kemarin. Anda
sudah tahu: kini ada 6 sub-holding di bawah Pertamina. Yakni: 1.
Upstream, yang menangani semua urusan hulu: ladang-ladang minyak dan gas. 2.
Refining & Petrochemical, yang menangani lima kilang besar dan industri
kimia. 3.
Commercial & Trading, yang menangani penjualan BBM dan membeli minyak
mentah. 4.
Power & NRE, yang menangani geotermal dan energi baru seperti solar cell
dan baterai lithium. 5.
Gas. PGN (Perusahaan Gas Negara) berada di sini. 6.
Shipping, yang mengurus kapal-kapal Pertamina, khususnya kapal-kapal tanker
pengangkut minyak. Awalnya
tersiar kabar sub-holding itu akan ada tujuh. Yakni ditambah sub-holding
urusan pelayanan. Yakni yang akan mengurus soal rumah sakit atau hotel
Pertamina. Ke
mana rumah-rumah sakit dan hotel itu berinduk? Atau dijual saja? Tentu
reorganisasi Pertamina ini merupakan langkah yang amat besar. Itu tidak
mudah. Mungkin di dalam tubuh grup Pertamina kini lagi meriang. Yang di pusat
banyak yang kehilangan kekuasaan. Cukup besar. Banyak jabatan lama yang harus
hilang. Mereka harus pindah ke anak perusahaan. Yang
di anak perusahaan juga harus menghadapi gelombang mutasi staf internal
mereka. Ditambah harus mengakomodasi kiriman orang-orang dari pusat. ''Kapal
besar'' Pertamina kini lagi mengarungi lautan baru yang penuh riak. Tapi
layar sudah dikembangkan. Kapal harus tetap melaju. Dalam
masa pancaroba seperti itu tentu akan muncul banyak keluhan. Setidaknya
gerundelan. Manajemen yang mau banyak mendengar tentu akan mengurangi
keresahan seperti itu. Saya
dengar, restrukturisasi ini atas inisiatif penuh dari kementerian BUMN. Bukan
dari inisiatif Pertamina. Berarti kementerian BUMN akan memonitor baik-baik
apa yang terjadi setelah palu restrukturisasi diayunkan. Saya
tentu setuju –emangnya punya hak untuk setuju atau tidak setuju? –dengan
langkah Erick Thohir itu. Secara struktur bisa lebih bagus. Lebih jelas. Tapi
apakah itu sudah menjawab tantangan masa depan Pertamina? Rasanya
belum. Itu baru ''menertibkan'' struktur di Pertamina. Bisnisnya masih biasa
seperti yang lama. Masa
depan Pertamina adalah: apa yang akan dilakukan setelah mobil listrik
menggantikan mobil bensin. Memang ada sub-holding bidang energi baru, tapi
masih lebih berat ke geotermal. Sedang di proyek baterai lithium Pertamina
hanya memegang 20 persen saham. Saya
juga mendengar ada selentingan ini: setelah restrukturisasi, Pertamina lebih
bisa mencari uang. Terutama dari pasar modal. Sub-sub holding itu bisa go
public. Satu per satu. Mereka sudah bukan BUMN. Mereka sudah berstatus
anak perusahaan. Bahkan
anak-anak perusahaan sub holding –cucu Pertamina– juga bisa go public sendiri-sendiri. Maka
harus saya akui, langkah-langkah besar kini lebih mampu dilakukan oleh BUMN.
Suasana politiknya adem ayem. Sangat memungkinkan untuk dilakukannya langkah
besar. Jangan
harap yang seperti ini bisa dilakukan di masa lalu. Ketika peran DPR masih
sangat besarnya. Maka
setiap kali dimintai pendapat soal restrukturisasi di BUMN, saya selalu
mengatakan: lakukan segera. Sekarang. Mumpung Presiden Jokowi mampu
mengendalikan politik hampir secara mutlak. Tentu
sehebat apa pun restrukturisasi, itu hanya alat. Hasilnya tetap di tangan
orang yang memegang alat itu. Misalnya:
apakah dengan restrukturisasi ini produksi minyak Pertamina langsung bisa naik. Mungkin tidak. Kalau toh naik
itu karena blok Rokan kini menjadi milik Pertamina. Untuk menaikkan produksi
minyak tetap harus menemukan sumur baru. Dan itu perlu waktu lama. Atau:
apakah setelah restrukturisasi mendadak kilang-kilang minyak Pertamina
menjadi lebih efisien. Tentu tidak. Itu lebih dihasilkan oleh kinerja di
lapangan –yang tetap di tangan tim yang lama. Saya
bayangkan di pusat Pertamina kini juga akan berubah total. Tidak ada lagi
pekerjaan operasional. Proyek-proyek besar akan otomatis pindah ke sub-holding. Mestinya. Demikian
juga soal penataan aset. Apakah akan dilakukan sentralisasi aset? Kalau aset
masih tetap di sub-holding
bagaimana kalau sub-holding itu
nanti go public? Setahun
ke depan kelihatannya Pertamina masih akan sibuk dengan urusan yang terkait
restrukturisasi ini. Tapi
langkah besar telah diayunkan. Layar besar telah dibentangkan. Tinggal
buaya-buaya akan lari ke mana. (Dahlan
Iskan) ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar