Rabu, 15 September 2021

 

Trial and Error Kebijakan Pendidikan

Cecep Darmawan ;  Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia dan Sekjen Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara

MEDIA INDONESIA, 14 September 2021

 

 

                                                           

INDONESIA dipredikasi akan mengalami bonus demografi tahun 2045. Di era Indonesia Emas tersebut, kita memasuki satu abad Indonesia. Sudah sejauh mana kesiapan bangsa ini dalam menyongsong momentum penting 2045.

 

Sampai saat ini, dokumen resmi berupa peta jalan seluruh sektor atau bidang pembangunan secara detail belum ada. Begitu pun pada sektor pendidikan, belum memiliki peta jalan pendidikan sampai 2045, meskipun memang pernah mengemuka diskursus peta jalan pendidikan sampai dengan 2035. Konon, draf peta jalan pendidikan tersebut telah direvisi dan masih disusun Kemendikbud.

 

Pascareformasi, belum ada perkembangan dan perubahan yang signifikan dalam pembangunan nasional, khususnya pada bidang pendidikan. Padahal, pendidikan merupakan tonggak utama yang akan mengantarkan bangsa Indonesia menuju era bonus demografi 2045. Pendidikan merupakan instrumen utama untuk membentuk sumber daya manusia unggul yang akan mengisi era Indonesia Emas 2045.

 

Akhir-akhir ini, kebijakan pendidikan kerap menimbulkan kontroversi, bahkan kontraproduktif. Mulai dari kontroversi draf peta jalan pendidikan, persoalan asesmen nasional (AN), perdebatan PP No 57 Tahun 2021, wacana penarikan pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan, sampai pada yang terakhir yakni pembubaran BSNP yang tidak tertib hukum.  

 

Testing the Water

 

Berbagai kontroversi kebijakan bidang pendidikan, jika ditarik benang merahnya, ialah akibat adanya inkonsistensi regulasi dan kebijakan pendidikan. Persoalan regulasi pendidikan saat ini sudah menunjukkan lampu kuning dan berpotensi menciptakan benang kusut sistem regulasi pendidikan di Indonesia.

 

Di sisi lain, telah terjadi inflasi peraturan perundang-undangan sebagai turunan dari Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang acap inkonsisten dan disharmoni dalam materi muatannya.

 

Persoalan kebijakan pendidikan pun kerap mendapat sorotan tajam berbagai pihak. Pasalnya, regulasi yang dibuat selain kurang memperhatikan hierarki peraturan perundang-undangan, juga minim kajian akademik. Berbagai kebijakan baru tersebut kurang melibatkan partisipasi publik. Akibatnya, kebijakan pendidikan kerap mendapat protes dan penolakan dari berbagai pihak.

 

Uniknya, Kemendikbud sering kali memberikan klarifikasi atas kebijakannya itu sendiri. Kondisi ini, jika dibiarkan dan terus berulang, akan menjadi preseden buruk dan menciptakan persepsi di masyarakat bahwa kebijakan pendidikan yang dibentuk saat ini seolah-olah sedang melakukan testing the water.

 

Persoalan ‘ganti menteri ganti kebijakan’ sudah dianggap seperti hal yang lumrah terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Padahal, kesinambungan atau keberlanjutan suatu kebijakan merupakan hal yang sangat krusial. Pembenahan kebijakan pendidikan pun kerap bersifat parsial dan belum berdampak secara signifikan terhadap perbaikan seluruh komponen sistem pendidikan.

 

Belum lagi terkait persoalan keselarasan dan konsistensi antara kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tak jarang terjadi tarik-menarik kebijakan dan saling lempar tanggung jawab di antara para pemangku kepentingan pendidikan. Padahal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sudah mengatur pendidikan sebagai urusan konkuren yang berkaitan dengan urusan pemerintahan wajib layanan dasar.

 

Sayangnya, saat ini otonomi pendidikan cenderung melemah akibat menguatnya resentralisasi pendidikan. Selain disebabkan oleh belum lengkapnya norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK) yang mengatur secara detail mengenai mana saja urusan pendidikan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, juga karena kurangnya pemahaman pemangku kepentingan tentang konsepsi otonomi pendidikan.  

 

Solusi

 

Melihat berbagai problematika kebijakan pendidikan di atas, perlu adanya alternatif yang mampu menjawab persoalan dan tantangan secara cepat, komprehensif, dan berkelanjutan. Jangan sampai menunggu lonceng kematian sistem pendidikan di Indonesia. Untuk itu, setidaknya ada beberapa solusi yang dapat direkomendasikan. Pertama, urgensi dibentuknya undang-undang sistem pendidikan nasional baru dengan model omnibus law.

 

Hal ini penting guna menjalankan amanat konstitusi yang menghendaki adanya satu sistem pendidikan nasional yang komprehensif dan juga membenahi benang kusut regulasi pendidikan yang kerap tumpang-tindih dan inkonsisten.

 

Kedua, perlu adanya grand design  atau peta jalan pendidikan nasional yang mampu membawa arah pendidikan mencapai Indonesia Emas 2045. Peta jalan pendidikan nasional ini merupakan hal yang penting agar memberikan gambaran kontinuitas implementasi kebijakan pendidikan secara step by step  sebagai pemandu perencanaan pembangunan pendidikan.

 

Ketiga, perlu dibuat NSPK secara detail dan berpihak pada semangat otonomi pendidikan agar mampu menciptakan keselarasan dan keharmonisan kebijakan pendidikan antara pusat dan daerah.

 

Terakhir ialah perlu dilibatkannya seluruh elemen pendidikan dan pemangku kebijakan pendidikan dalam merumuskan setiap kebijakan.

 

Perlu adanya tim khusus para pakar kebijakan pendidikan yang merepresentasikan berbagai elemen pendidikan yang mampu memberikan berbagai masukan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Tim tersebut dapat terdiri atas para ahli atau pakar di perguruan tinggi sesuai bidangnya, guru, dosen, LSM, maupun organisasi kemasyarakatan yang memiliki kontribusi bagi kemajuan dunia pendidikan.

 

Dengan demikian, berbagai alternatif tersebut diharapkan mampu membenahi sistem pendidikan nasional melalui kebijakan pendidikan yang inklusif, sistematis, berbasis akademis, dan partisipatif, juga berkelanjutan tanpa harus terlebih dahulu melakukan coba-coba (trial and error) kebijakan pendidikan.

 

Sumber :  https://mediaindonesia.com/opini/432457/trial-and-error-kebijakan-pendidikan

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar