Kamis, 09 September 2021

 

Independensi BI dalam Interdependensi Nasional

Kristianus Pramudito Isyunanda  ;  Penasihat Hukum di Departemen Hukum, Bank Indonesia

KOMPAS, 8 September 2021

 

 

                                                           

Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) kembali mengumumkan kerja sama dan koordinasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) oleh pemerintah dan pembeliannya di pasar perdana oleh BI.

 

Sejak awal pandemi menyerang negeri, pemerintah dan BI memang telah secara aktif merespons dinamika perekonomian melalui koordinasi dan bauran kebijakan moneter dan fiskal yang kuat. Tahun lalu, Menkeu dan Gubernur BI menerbitkan dua keputusan bersama.

 

Pertama, BI berperan sebagai garda terakhir dalam membeli SBN di pasar perdana (standby buyer). Kedua, kerja sama diarahkan mendukung pembiayaan belanja pemerintah untuk kepentingan umum (public goods) dan stimulus lainnya bagi UMKM dan korporasi (non-public goods).

 

Kali ini, keputusan bersama ketiga ditetapkan dalam rangka merespons dampak merebaknya varian Delta Covid-19. Kerja sama pemerintah dan BI pun semakin erat dalam upaya nasional mengatasi masalah kesehatan dan kemanusiaan akibat pandemi.

 

Bauran kebijakan

 

Realitas ekonomi kala pandemi mendorong peran bank sentral untuk berkembang, ditandai leburnya dikotomi kebijakan moneter bank sentral dan kebijakan fiskal pemerintah. Dalam situasi normal, otoritas moneter berfungsi untuk mendisiplinkan kebijakan fiskal agar tidak mengarahkan ekonomi terlampau panas (overheat), demi kesinambungan jangka panjang.

 

Di situlah makna penting independensi BI sebagai otoritas moneter. Namun di tengah tantangan pandemi yang pelik, bauran kebijakan moneter-fiskal yang kohesif dalam kerangka independensi bank sentral justru diperlukan demi kesinambungan penanganan pandemi dan dampaknya ke ekonomi.

 

Pola tersebut juga ditempuh bank sentral dan pemerintah di banyak negara. Pasalnya, penerapan pembatasan mobilitas sosial demi memutus rantai penyebaran Covid-19 berkonsekuensi pada pelemahan ekonomi.

 

Alhasil, kebijakan moneter dan fiskal harus bergerak konvergen guna saling mendukung. Landasannya adalah demi kepentingan nasional. Di Indonesia, dasar hukum bauran kebijakan moneter-fiskal tertuang dalam Pasal 16 UU Nomor 2 Tahun 2020.

 

Peran nyata BI

 

Per 23 Agustus 2021, Menkeu dan Gubernur BI kembali sepakat bekerja sama dalam pembiayaan penanganan kesehatan dan kemanusiaan, termasuk untuk vaksinasi dan program perlindungan sosial.

 

Dalam keputusan bersama ketiga yang berlaku hingga 31 Desember 2022, BI akan membeli SBN di pasar perdana sebesar Rp 215 triliun di 2021 dan Rp 224 triliun di 2022.

 

Khusus penanganan kesehatan, BI berkontribusi untuk tingkat bunga SBN yang ditetapkan sebesar suku bunga reverse repo BI tenor tiga bulan atas Rp 58 triliun SBN yang diterbitkan di 2021 dan Rp 40 triliun di 2022.

 

Melalui pola ini, BI yang tidak memiliki akses langsung kepada sektor riil dapat berperan dengan hadir secara nyata bagi perekonomian secara luas. Kontribusi BI ini tentunya akan memperkuat upaya dan mengurangi beban pemerintah dalam melawan dampak pandemi Covid-19.

 

Langkah tersebut dapat dinilai sebagai respons strategis berbasis fakta di lapangan (evidence based), serta bermanfaat dalam penanganan kesehatan dan penyelamatan kemanusiaan, sekaligus menjaga momentum pemulihan ekonomi.

 

Membaca dinamika

 

Jika dicermati, langkah pemerintah dan BI dibentuk melalui perhitungan matang. Kalkulasi kontribusi BI terhadap biaya tingkat bunga SBN telah mempertimbangkan kesinambungan keuangan BI.

 

SBN yang dibeli BI pun bersifat dapat diperdagangkan (tradable) dan dipasarkan (marketable), sehingga bermanfaat pula sebagai instrumen operasi moneter BI. Oleh karena itu, pelaksanaan keputusan bersama tersebut tidak akan memengaruhi kredibilitas BI dalam mengelola kestabilan moneter dan sistem keuangan.

 

Pada indikator makro, tingkat inflasi hingga saat ini masih rendah dan terkendali, dengan prediksi akan bergerak naik pada tahun 2023. Likuiditas perbankan pun cenderung kuat di tengah kebijakan moneter yang longgar dan makroprudensial yang akomodatif.

 

BI membaca ruang gerak ini secara baik dan mengambil langkah tepat demi mendukung upaya nasional menangani masalah kesehatan dan kemanusiaan akibat Covid-19.

 

Di sisi lain, ketidakpastian di tengah pemulihan ekonomi global yang terus berlangsung memang masih tinggi. Normalisasi kebijakan moneter AS dapat mengakibatkan efek taper tantrum, terutama bagi negara berkembang. Perkembangan varian Covid-19 pun sulit diprediksi. Beruntungnya, keputusan bersama ketiga ini memiliki ruang fleksibilitas yang cukup guna mewaspadai tantangan ke depan.

 

Kuat bersama

 

Pandemi sepatutnya menyadarkan bahwa tidak seorangpun dapat bergerak sendiri. Seluruh pihak memiliki interdependensi dan membutuhkan satu sama lain untuk bersama-sama pulih. Menyadari hal itu, BI sebagai elemen bangsa tak tinggal diam.

 

Dengan berpegang pada prinsip kebijakan moneter yang prudent, kesinambungan ekonomi, dan kehati-hatian pengelolaan neraca keuangan, BI terlibat aktif mendukung kekuatan nasional dalam menghadapi masa sulit sekarang ini.

 

Hal tersebut dapat dibaca sebagai wujud pelaksanaan independensi BI dalam interdependensi nasional. Gestur ini patut kita sambut secara positif dalam semangat gotong royong untuk segera bebas dari pandemi Covid-19. ●

 

Sumber :  https://www.kompas.id/baca/opini/2021/09/08/independensi-bi-dalam-interdependensi-nasional/

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar