Majelis,
Kembalikan Kedaulatan Rakyat! Anthony Budiawan ; Managing Director Political Economy and
Policy Studies (PEPS) |
WATYUTINK, 14 September 2021
Saya
bermimpi, masih berada di dalam ruang pertemuan persiapan Kemerdekaan
Indonesia. Terdengar seorang tokoh bangsa mengatakan dengan keras, bahwa
Indonesia berdiri atas perjuangan rakyat dari seluruh daerah. Indonesia bukan
milik sekelompok orang, tetapi milik seluruh rakyat daerah yang menyerahkan
kedaulatan daerahnya untuk bergabung dengan negara Indonesia yang baru akan
kita bentuk. Oleh
karena itu, masa depan bangsa dan negara ini harus ditentukan melalui
perwakilan rakyat yang terdiri dari seluruh daerah dan golongan di bawah pimpinan
hikmah-kebijaksanaan yang bermusyawarah atau berkumpul dalam persidangan
(Yamin). Badan
perwakilan rakyat dari daerah dan golongan tersebut membentuk Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau MPR yang memegang kekuasaan negara tertinggi. Artinya,
MPR yang merupakan perwakilan rakyat dari segala golongan dan daerah
menentukan masa depan Indonesia, masa depan seluruh daerah Indonesia, secara
musyawarah. Untuk
itu, MPR mempunyai tiga tugas pokok yang sangat mulia. Pertama,
MPR membuat Garis Besar Haluan Negara yang memuat berbagai kebijakan yang
perlu diambil untuk mencapai cita-cita dan tujuan kemerdekaan Indonesia,
yaitu merdeka (freedom), bersatu, daulat, adil dan makmur, berdasarkan
peri-kemanusiaan dan peri-keadilan, mencerdaskan bangsa dan memajukan kesejahteraan
umum demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kedua,
MPR mengangkat Presiden (sebagai mandataris MPR) untuk menjalankan tugas negara dan tugas pemerintahan
berdasarkan ketetapan GBHN. Ketiga,
MPR memantau dan mengevaluasi Presiden apakah sudah melaksanakan tugasnya
sesuai dengan ketetapan GBHN, melalui pertanggungjawaban Presiden pada akhir
masa jabatan. Selain itu, MPR juga mempunyai kekuasaan untuk memberhentikan
Presiden apabila dinilai tidak layak atau membahayakan negara. Tetapi,
bagaimana kalau para wakil rakyat di MPR tidak menjalankan tugasnya untuk
kepentingan rakyat, tanya seorang peserta rapat. Seperti
sudah saya jelaskan, bahwa MPR harus dipimpin di bawah hikmah-kebijaksanaan.
Oleh karena itu kita tegaskan dalam sila keempat Pancasila, yaitu: Kerakyatan
yang dipimpin oleh Hikmah-Kebijaksanaan dalamPermusyawaratan/ Perwakilan.
Dengan demikian, kita terus mengingatkan para wakil rakyat agar memimpin
Indonesia secara hikmah-kebijaksanaan. Pemimpin
di bawah Hikmah akan menghasilkan pemikiran baik dan menghindari pemikiran
buruk. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan wakil rakyat yang mempunyai
pengetahuan dan kemampuan untuk malaksanakannya, jelasnya lagi. Kemudian
saya tergelitik untuk bertanya. Di dalam mimpi, saya kemukakan bahwa setelah
76 tahun merdeka ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang direncanakan pada
tahun 1945. Konstitusi
Indonesia sejak amandemen 1999-2002 sudah berubah. MPR sekarang bukan lagi
perwakilan daerah dan golongan yang bermusyawarah menentukan masa depan
negara. MPR bahkan secara sukarela menyerahkan kekuasaannya dalam memilih
Presiden menjadi pemilihan secara langsung. Dampaknya,
menurut pengamatan saya, lanjut saya cukup berapi-api, Indonesia kini
dikuasai para pemilik modal yang mendanai pemilihan langsung ini, tentu saja
bersama-sama dengan kekuatan partai politik. Karena pencalonan anggota wakil
rakyat dan presiden harus melalui partai politik. Mereka yang menentukan
segalanya, dibiayai oleh pemilik modal. Setelah
pemilu selesai mereka tinggal mengatur membagi-bagi “rejeki”. Bahkan ada yang
berkata ekstrim, mereka mengatur “perampokan” atas negeri ini, melalui
penerbitan undang-undang yang menguntungkan pada pemilik modal. Seorang
tokoh bangsa menjawab. Yang dilakukan para wakil rakyat itu merupakan pengkhianatan
kepada daerah dan kepada seluruh rakyat Indonesia. Itu jelas. Tidak dapat
dibantah. Kami berjuang untuk kesejahteraan dan kebebasan seluruh rakyat
Indonesia. Bukan untuk para pengkhianat tersebut. Saya termenung! Sejarah
menunjukkan bahwa pengkhianatan atau penindasan kepada rakyat adalah hal yang
dapat terjadi. Dan bersamaan itu juga, rakyat akan bangkit, pasti bangkit,
melakukan perlawanan atas penindasan. Dan semua itu adalah sah. Perlawanan
kepada penjajah adalah sah. Begitu juga perlawanan kepada penindas rakyat
juga sah. Misalnya Revolusi Amerika atau Revolusi Perancis, keduanya sah
menurut sejarah. Jadi
sebaiknya penguasa politik di Indonesia waspada untuk itu. Jangan jadi
pengkhianat rakyat. Kembalikan Kedaulatan kepada Rakyat untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Kita
tidak mau politik di Indonesia berakhir seperti Raja Louis ke XVI yang harus
berakhir di Guillotine pertama di Perancis: killing no murder. ● Sumber : https://www.watyutink.com/topik/berpikir-merdeka/Majelis-Kembalikan-Kedaulatan-Rakyat |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar