Kurikulum
Tersembunyi Ratno Lukito ; Dewan Pengawas Yayasan Sukma |
MEDIA INDONESIA,
13 September 2021
KURIKULUM
tersembunyi (hidden curriculum) oleh Jane Martin (1983: 122) secara umum
dapat dideskripsikan sebagai 'hasil (sampingan) dari pendidikan dalam latar
sekolah atau luar sekolah, khususnya hasil yang dipelajari, tetapi tidak
secara tersurat dicantumkan sebagai tujuan'. Ini merupakan kurikulum yang
tidak tertulis, tetapi ada dalam kenyataan. Ia mengacu pada pelajaran, nilai,
dan perspektif tidak tertulis, tidak resmi, dan sering kali tidak disengaja
yang dipelajari siswa di sekolah. Hal ini
berbeda dengan kurikulum 'formal' yang tertulis, terdiri atas kursus,
pelajaran, dan kegiatan pembelajaran yang diikuti siswa serta pengetahuan dan
keterampilan yang sengaja diajarkan pendidik kepada siswa. Kurikulum
tersembunyi pada dasarnya terdiri atas pesan akademik, sosial, dan budaya
yang tidak diucapkan atau tersirat yang dikomunikasikan kepada siswa saat
mereka berada di sekolah. Konsep
kurikulum tersembunyi didasarkan pada pengakuan bahwa siswa menyerap
pelajaran di sekolah yang mungkin atau tidak mungkin menjadi bagian dari
program studi formal. Sebagai contoh, bagaimana mereka harus berinteraksi
dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya; bagaimana mereka
seharusnya memandang ras, kelompok, atau kelas orang yang berbeda; atau ide
dan perilaku apa yang dianggap dapat diterima atau tidak dapat diterima.
Kurikulum tersembunyi digambarkan sebagai 'tersembunyi' karena biasanya tidak
diakui atau tidak diteliti siswa, pendidik, dan masyarakat luas. Nilai dan
pelajaran yang diperkuat kurikulum tersembunyi sering kali merupakan status
quo yang diterima, dapat diasumsikan bahwa praktik dan pesan 'tersembunyi'
ini tidak perlu diubah. Kurikulum
tersembunyi juga dapat merujuk pada transmisi norma, nilai, dan kepercayaan
yang disampaikan baik dalam isi pendidikan formal dan interaksi sosial di
dalam sekolah-sekolah. Kurikulum tersembunyi sukar untuk didefinisikan secara
eksplisit karena berbeda-beda antarsiswa dan pengalamannya serta karena
kurikulum itu selalu berubah-ubah seiring dengan berkembangnya pengetahuan
dan keyakinan masyarakat (Henry Giroux dan Anthony Penna, 1983: 100-121) Ekspektasi budaya Ekspektasi
yang muncul karena suatu budaya tertentu baik itu dalam bidang akademik,
sosial, maupun perilaku yang ditetapkan sekolah akan terkomunikasikan kepada
siswa. Misalnya, satu guru yang selalu memberikan tugas yang sulit dan
mengharapkan semua siswa mengerjakan tugas tersebut dengan baik, sementara
guru lain mungkin memberikan tugas yang relatif mudah dan biasanya memberikan
nilai kelulusan kepada semua siswa dengan mudah, bahkan ketika kualitas
pekerjaannya rendah. Di kelas
dengan harapan tinggi, siswa dapat belajar lebih banyak dan mengalami rasa
pencapaian yang lebih besar, sedangkan siswa di kelas lebih mudah mungkin
melakukan pekerjaan dengan tidak terlalu antusias dan relatif tidak tertarik
pada pelajaran yang mereka ajarkan. Demikian pula, sekolah mungkin secara
tidak sadar menahan kemajuan siswa karena latar belakang budaya yang berbeda,
misalnya, siswa dengan latar belakang ras minoritas atau siswa penyandang
cacat. Hal ini dapat menurunkan harapan akademik mereka yang mungkin memiliki
efek yang tidak diinginkan pada prestasi akademik, aspirasi pendidikan, atau
perasaan mereka. Tak ayal bahwa
nilai-nilai yang dipromosikan sekolah, pendidik, dan kelompok tertentu dapat
menyampaikan pesan tersembunyi. Bagaimana sekolah mengenali, mengintegrasikan,
atau menghormati keragaman dan perspektif multikultural dapat menyampaikan
pesan yang disengaja dan tidak disengaja. Suatu sekolah mengharapkan dan
menghargai keseragaman, sedangkan sekolah lain mungkin lebih mendorong
ketidakseragaman. Pada kasus pertama, siswa belajar perilaku, seperti
mengikuti aturan, bertindak dengan cara yang diharapkan, sementara pada kasus
kedua siswa belajar tentang ekspresi pribadi dan mengambil inisiatif sebagai
suatu yang dihargai. Demikian pula, suatu sekolah lebih mengharapkan siswa
untuk lebih terbuka sikapnya terhadap perbedaan dengan mencampur kelas yang
terdiri atas siswa yang berasal dari suku dan asal yang berbeda, sementara
sekolah yang lebih tertutup terhadap perbedaan akan menyelenggarakan kelas
dengan bentuk yang homogen. Begitu juga
mata pelajaran yang dipilih guru untuk kursus dan pelajaran dapat
menyampaikan pesan ideologis, budaya, atau etika tertentu. Di sinilah
kurikulum tersembunyi itu dapat ditemukan. Seorang guru dapat menyajikan
sejarah pemberontakan komunis di Indonesia dari perspektif Orde Baru atau
perspektif lainnya. Semua tergantung pada nilai yang ingin ditampilkan dalam
pelajaran sejarah tersebut. Begitu pun
topik kurikuler juga sering bersinggungan dengan atau dipengaruhi perbedaan
politik, ideologi, dan moral yang secara luas diperdebatkan dalam masyarakat
di negeri ini. Di sini, di dalam cara sekolah dan guru memilih untuk mendidik
siswa dapat menyampaikan pesan yang disengaja atau tidak. Pun, kita melihat
bahwa aturan formal di sekolah dapat mengomunikasikan berbagai macam pesan
yang disengaja dan tidak disengaja kepada siswa. Semua tergantung pada
ekspektasi budaya yang kita ingin bangun melalui sekolah. Pembaruan Secara umum,
di negara maju, konsep kurikulum tersembunyi telah dikenal secara luas.
Kurikulum ini dibahas dan ditangani para pimpinan sekolah dan pendidik dalam
beberapa dekade terakhir. Ide-ide, seperti kesetaraan, suara orang banyak,
dan pendidikan multikultural dapat dibilang mengarah pada satu pikiran, yaitu
toleransi dan pemahaman, dan bahkan penerimaan ras serta kultur yang lebih
besar. Selain itu, komunitas sekolah, pendidik, dan siswa lebih mungkin pada
dekade terakhir untuk secara aktif dan terbuka merenungkan atau
mempertanyakan asumsi, bias, dan kecenderungan mereka sendiri, baik secara
individu maupun sebagai bagian dari kebijakan, program, atau instruksional
sekolah formal. Topik seperti
keragaman dan pluralisme sekarang secara teratur dibahas di sekolah umum
serta pelajaran akademis, tugas, bacaan, dan materi sekarang lebih cenderung
mencakup perspektif, topik, dan contoh multikultural. Dengan adanya internet,
topik-topik semacam itu sudah semakin tidak bisa ditolak dalam masyarakat.
Perilaku siswa yang berbahaya, menyakitkan, atau tidak sehat sekarang secara
teratur muncul di situs jejaring sosial, seperti Facebook atau Twitter, yang
sering kali mengarah pada kesadaran yang lebih besar tentang perilaku siswa
atau tren sosial. Kita pun sekarang
semakin sadar bahwa hidden curriculum
pada dasarnya tidak dapat lagi dikaburkan atau ditolak, yang berarti bahwa
akan semakin banyak dari pelajaran yang mengharuskan para guru dan semua
masyarakat sekolah sadar akan pesan yang terkandung di dalamnya. Kurikulum
tersembunyi bukanlah suatu yang naif, yang harus dihindari. Dia dapat kita
bicarakan bersama untuk mencari titik benang warna yang indah di dalamnya.
Jika kita lebih teliti memperhatikan proses belajar-mengajar yang dilakukan
bersama para siswa, kita akan menemukan banyak sekali kurikulum tersembunyi
ini. Itu karena sering kali diulang-ulang, kurikulum tersembunyi tersebut
bahkan sering kali lebih kuat dampaknya dalam diri siswa daripada kurikulum
sekolah yang tertulis. Bahkan, walaupun ia tidak dinilai dan dimasukkan ke
ujian. Ini memberi arti bahwa dalam kurikulum ini terdapat nilai yang lebih
menonjol daripada apa yang tersurat. Kita paham
bahwa selama ini proses belajar-mengajar yang dilakukan di sekolah kita
mengacu pada kurikulum formal saja. Namun, kita sadar bahwa kurikulum formal
belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan siswa untuk mendapatkan pengalaman yang
berhubungan dengan penanaman nilai atau karakter. Oleh karena itu, diperlukan
pengoptimalan kurikulum tersembunyi yang secara teoretis sangat rasional
memengaruhi siswa, baik menyangkut lingkungan sekolah, suasana kelas, maupun
pada kebijakan dan manajemen pengelolaan sekolah secara lebih luas. Kita
meyakini bahwa kurikulum formal tersebut akan dapat lebih dilengkapi dengan
kurikulum yang tersembunyi. Bahkan, keduanya akan dapat saling mengisi dan
melengkapi. ● |
Sumber : https://mediaindonesia.com/opini/432210/kurikulum-tersembunyi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar