Kemerdekaan
Berkeyakinan Sukidi ; Pemikir Kebinekaan |
KOMPAS, 9 September 2021
Setelah
76 tahun merdeka, kita masih melihat ada warga negara yang beribadah sesuai
keyakinannya justru dipersekusi. Rumah ibadah, yang di dalamnya banyak
dilantunkan nama-nama Tuhan dan terjaga kesuciannya, juga dihancurkan.
Padahal, setiap bentuk persekusi dan tirani atas keyakinan manusia adalah
pengkhianatan terhadap amanah konstitusi dan titah Tuhan sekaligus. Persekusi
telah mengkhianati amanah mulia para pendiri Republik ini ”untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia”. Perlindungan ini berlaku inklusif dan setara,
diberikan kepada setiap warga negara, tanpa diskriminasi atas dasar apa pun.
Bahkan, negara ini memberikan jaminan ”kemerdekaan keyakinan” (freedom of
conscience) kepada setiap warga negara untuk leluasa beribadah sesuai agama
masing-masing. Ini
amanah konstitusi, UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2. Konstitusi adalah konsensus
bersama yang mengikat kita dalam kehidupan bernegara. Kepatuhan kita pada
konstitusi yang menjadi inti dari negara berbentuk Republik Indonesia ini
sering kali dilanggar. Pertama, oleh pemerintah sipil yang disumpah atas nama
konstitusi, tetapi tidak menunaikan janji konstitusi dalam menjamin
kemerdekaan keyakinan. Kedua,
oleh aparat keamanan yang dibekali senjata lengkap untuk menegakkan amanah
konstitusi justru tidak berdaya di hadapan gerombolan orang yang tak
berperikemanusiaan. Ketiga, oleh pelaku persekusi yang melakukan intervensi
eksternal atas keyakinan yang dianut sesama warga negara. Di
tengah persekusi yang biadab, pemerintah sipil memiliki tanggung jawab
konstitusional untuk bertindak tegas kepada mereka yang mengintimidasi dan
mempersekusi keyakinan warganya, dan sekaligus melindungi korban persekusi.
Pemerintah sipil tidak memiliki otoritas apa pun untuk berbicara tentang
kebenaran suatu keyakinan, tentang tata cara peribadatan, dan tentang jalan
keselamatan yang dianut oleh warga negara. Sayangnya,
pemerintah sipil dan otoritas agama sering bertindak di luar yurisdiksinya,
dengan menjalin aliansi kotor dengan paham ortodoksi agama. Aliansi ini
menjadi bagian dari persekusi itu sendiri. Dan setiap persekusi dan tirani
atas keyakinan manusia adalah pengkhianatan terhadap titah Tuhan. Pengkhianatan titah Tuhan Para
pendiri bangsa ini menjamin kemerdekaan keyakinan. Kemerdekaan dimaknai bukan
sekadar perjuangan fisik untuk membebaskan bangsa dari kolonialisme yang
brutal, tetapi juga sebagai ikhtiar untuk meneguhkan kemerdekaan dalam
beragama dan berkeyakinan di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia. Keyakinan
memang harus merdeka, terbebas dari segala bentuk persekusi dan tirani, dan
berdaulat penuh atas dirinya sendiri (sovereignty of conscience). Biarkan
setiap warga untuk bebas diatur oleh dorongan hati nurani dan keyakinan yang
melekat pada dirinya tanpa intervensi dari otoritas eksternal. Bahkan
ketika nurani dan keyakinan mengarah ke jalan yang salah dan heretikal
sekalipun, sejauh tidak melanggar hak orang lain dan ketertiban sosial, tidak
ada pembenaran teologis untuk melakukan persekusi atas keyakinan manusia. Keyakinan
memang tidak dapat ditaklukkan dengan paksaan dan persekusi. Dalam tradisi
Islam, ”tidak ada paksaan dalam beragama” (QS al-Baqarah/2:256). Bahkan,
Tuhan bertitah kepada Nabi Muhammad: ”Sekiranya Tuhanmu menghendaki, niscaya
manusia di bumi akan beriman seluruhnya. Apakah kamu [Muhammad] akan memaksa
setiap manusia untuk beriman?” (QS Yunus/10:99). ”Ibadah yang dipaksakan,” kata
seorang puritan dan Baptis, Roger Williams dalam risalah yang terbakar, The
Bloudy Tenent of Persecution (1644, 1963:347), ”beraroma busuk di lubang
hidung Tuhan.” Keyakinan
yang lahir akibat keterpaksaan tidak akan melahirkan otentisitas dalam beragama
dan berkeyakinan. Dalam risalah klasik tentang toleransi, A Letter Concerning Toleration (1685,
1983:47), filsuf Inggris John Locke menegaskan bahwa agama dan keyakinan
butuh ketulusan (sincerity) yang
hanya ditentukan melalui dorongan yang muncul dari dalam diri manusia, dari
nurani, dan keyakinannya. Karena itulah, fakultas keyakinan ini berharga dan
layak dihormati tanpa batas, oleh kita semua. ● Sumber
: https://www.kompas.id/baca/opini/2021/09/09/kemerdekaan-keyakinan/ |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar