Kamis, 02 April 2015

Tragedi Germanwings

Tragedi Germanwings

Nova Riyanti Yusuf ;  Mantan Ketua Panitia Kerja RUU Kesehatan Jiwa
Komisi IX DPR RI
KORAN TEMPO, 01 April 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

Saat saya mendengar berita jatuhnya pesawat Germanwings, hal pertama yang terlintas dalam benak saya adalah peristiwa ini mungkin sebuah aksi terorisme. Namun ternyata tidak ditemukan catatan yang menunjukkan adanya kaitan antara Andreas Lubitz, sang kopilot, dengan jaringan terorisme mana pun. Kemudian, dalam hitungan jam, berita beralih ke cerita bahwa sang kapten terkunci di luar karena Lubitz, yang "diduga" mengalami gangguan jiwa alias depresi, tidak membukakan pintu kokpit sehingga pesawat bisa ditabrakkan.

Opini yang sudah terbentuk itu sangat potensial menggiring publik ke jurang pemikiran yang salah tentang gangguan jiwa itu sendiri.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, diatur bahwa yang dimaksudkan dengan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah mereka yang mengalami gangguan dalam berpikir, berperilaku, dan berperasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

Perlu diketahui bahwa gangguan jiwa mencakup psikosis dan neurosis. Dengan berpatokan pada kemampuan menilai realitas (reality-testing ability), kita bisa membedakan keduanya secara sederhana. Skizofrenia, dengan gejala khas halusinasi auditorik (mendengar suara-suara dengan jelas tanpa ada obyeknya), masuk kategori psikosis. Sedangkan gangguan dengan nuansa afektif atau suasana perasaan, seperti depresi dan gangguan afektif bipolar, masuk kategori neurosis. Intinya, baik psikosis maupun neurosis sama-sama merupakan gangguan jiwa.

Depresi akan menduduki peringkat kedua penyakit global pada 2020, dan gangguan depresi merupakan faktor risiko yang penting dalam kasus bunuh diri. Melalui 1st report on suicide prevention, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa terjadi satu kasus bunuh diri per 40 detik dan terjadi lebih dari 800 ribu kasus bunuh diri per tahun.

Metode-metode bunuh diri yang lazim biasanya menggunakan metode menggantung diri, meminum pestisida, dan menggunakan pistol. Pilihan Lubitz, menurut saya, tidak lazim karena bersifat tidak personal. Mempertimbangkan kata-kata mantan kekasih Lubitz, tentang niat Lubitz melakukan sebuah tindakan mengerikan yang akan membuat namanya dikenang oleh seluruh dunia, ada sebuah kesan delusional dalam proses berpikirnya.

Pihak Germanwings mengaku tidak tahu bahwa Lubitz dinyatakan tidak fit untuk terbang pada hari nahas tersebut. Berkas yang ditemukan polisi di apartemen Lubitz di Dusseldorf sudah dalam kondisi dirobek-robek. Lisensi terbang Lubitz memiliki kode bahwa ia membutuhkan pemeriksaan medis khusus yang belum jelas terkait dengan kondisi medis umum atau gangguan jiwa.

Pihak Germanwings sungguh terjepit. Selama gangguan jiwa yang diderita terkendali, maskapai ini wajib memperkerjakan Lubitz atau Germanwings akan terkena sanksi karena bersikap diskriminatif terhadap Lubitz. Namun, dalam kasus Lubitz, Germanwings akan dituntut habis-habisan oleh pihak keluarga yang telah kehilangan anggota keluarganya jika terbukti ada kesengajaan menabrakkan pesawat. Salah satu metode terdekat untuk mencari motivasi Lubitz adalah psikiatri forensik.

Jauh sebelum kasus Lubitz muncul, Panitia Kerja RUU Kesehatan Jiwa Komisi IX DPR RI telah mengatur hal tersebut dalam Undang-Undang Kesehatan Jiwa tentang pemeriksaan kesehatan jiwa, yang terbagi atas pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan penegakan hukum dan pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan pekerjaan atau jabatan tertentu.

Pemeriksaan kesehatan jiwa harus dilakukan sebelum melaksanakan pekerjaan tertentu atau menduduki jabatan tertentu sesuai dengan kebutuhan.

Juga diatur bahwa pemeriksaan kesehatan jiwa dapat dilakukan selama dan sesudah melaksanakan pekerjaan tertentu atau menduduki jabatan tertentu sesuai dengan kebutuhan. Berkaca pada kasus Lubitz, pasal ini melegitimasi perlunya pemeriksaan kesehatan jiwa berkala bagi profesi yang mempunyai tanggung jawab besar bagi keselamatan nyawa manusia, terutama pilot.

Pemeriksaan kesehatan jiwa meliputi profil kecerdasan, profil kepribadian, potensi psikopatologi, dan/atau potensi khusus lainnya. Namun ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan pekerjaan atau jabatan tertentu masih harus diatur lagi secara lebih rinci lewat peraturan menteri. Ini hanyalah salah satu pekerjaan rumah Menteri Kesehatan.

Undang-Undang Kesehatan Jiwa juga mengatur upaya promotif melalui media massa yang dilaksanakan dalam bentuk penyebarluasan pemahaman positif mengenai gangguan jiwa dan ODGJ dengan tidak membuat pemberitaan yang mengarah pada stigmatisasi dan diskriminasi terhadap pasien ODGJ. Dengan mengimplementasikan Undang-Undang Kesehatan Jiwa secara konkret, semoga Indonesia dapat mencegah terjadinya tragedi seperti Germanwings tanpa harus menjadi paranoid tentang gangguan jiwa itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar