Kepala Polri yang Baru
James Luhulima ;
Wartawan
Senior Kompas
|
KOMPAS,
04 April 2015
Dalam waktu tak terlalu lama, Indonesia akan memiliki pejabat
baru Kepala Kepolisian Negara RI. Dengan demikian, kekosongan kursi Kepala
Polri, sejak Presiden Joko Widodo memberhentikan Jenderal (Pol) Sutarman, 16
Januari lalu, berakhir.
Memang Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti,
yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Polri, masih harus melalui proses uji
kelayakan dan kepatutan di Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi proses itu
sepertinya hanya prosedural belaka. Perkiraan itu muncul karena Badrodin
Haiti sudah menjabat Plt Kepala Polri selama 78 hari dan selama itu tidak ada
halangan terhadap kepemimpinannya.
DPR hanya memiliki waktu 20 hari untuk menyikapi pencalonan
Badrodin Haiti, sejak surat pencalonan yang secara resmi dikirimkan oleh
Presiden diterima DPR. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri
menetapkan, apabila dalam 20 hari sejak surat Presiden diterima DPR belum ada
sikap apakah disetujui atau ditolak, Presiden dapat melantik calon baru
Kepala Polri. Itu tercantum dalam Pasal 11 Ayat 3 dan Ayat 4.
Akan ada beberapa anggota DPR yang membuat proses tersebut
tampak dramatis, antara lain dengan melakukan sedikit ”tekanan” kepada
Presiden Joko Widodo, walaupun pada akhirnya proses pencalonan Kepala Polri
di DPR itu akan berlangsung mulus.
”Tekanan” itu lebih karena mereka merasa DPR tidak dihargai oleh
Presiden Jokowi yang tidak kunjung melantik calon Kepala Polri sebelumnya,
Komisaris Jenderal Budi Gunawan, yang lolos proses di DPR secara aklamasi.
Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi PDI-P Trimedya Panjaitan, 30 Maret lalu,
menyatakan, Presiden harus memberikan penjelasan langsung tentang pembatalan
pencalonan Budi Gunawan dan pencalonan tunggal Badrodin Haiti.
Dalam jadwal disebutkan, pemerintah akan mengutus dua menteri ke
Komisi III DPR, yakni Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo
Edhy Purdijatno serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly. Namun,
Presiden Jokowi sepertinya telah memperkirakan ”tekanan” yang akan dilakukan
beberapa anggota DPR terhadap dirinya. Itu sebabnya, lewat Menko Polhukam
Tedjo Edhy Purdijatno, Presiden Jokowi menyatakan siap memberikan penjelasan
secara langsung jika memang itu yang dituntut oleh DPR.
Tidak punya
pilihan lain
Kita tahu bahwa Presiden Jokowi tidak melantik Budi Gunawan
sebagai Kepala Polri karena yang bersangkutan telah dinyatakan sebagai
tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Ada dugaan, Presiden Jokowi
tidak menarik usulan Budi Gunawan sebagai calon Kepala Polri karena berharap
DPR-lah yang akan melakukannya saat uji kelayakan dan kepatutan berlangsung.
Namun, ternyata, DPR secara aklamasi mendukung pencalonan Budi Gunawan
sebagai Kepala Polri.
Alhasil, Presiden Jokowi tidak punya pilihan lain kecuali
”menggantung” pelantikan Budi Gunawan dan mengangkat Badrodin Haiti sebagai
Plt Kepala Polri. DPR dengan berbagai cara mencoba menekan Presiden Jokowi
untuk melantik Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Budi Gunawan sendiri
mempraperadilankan penetapan KPK terhadap dirinya sebagai tersangka, dan
hasilnya, penetapan KPK itu dinilai tidak sah. Akan tetapi, Presiden Jokowi
tetap berkeras pada keputusannya, tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kepala
Polri.
Kalangan luas menganggap keputusan Presiden Jokowi untuk tidak
melantik Budi Gunawan sangat tepat. Sulit membayangkan risiko yang akan
diterima Presiden Jokowi jika ia melantik Budi Gunawan sebagai Kepala Polri.
Kita bisa berdebat panjang mengenai itu. Namun, sejarah tak mengenal
pengandaian.
Kehadiran pejabat baru Kepala Polri sangat diperlukan, terutama
untuk mengambil keputusan-keputusan yang strategis, yang tidak dapat
dilakukan oleh seorang Pelaksana Tugas Kepala Polri. Dengan hadirnya Badrodin
Haiti di puncak kepemimpinan Polri, diharapkan ia dapat mengembalikan tingkat
kepercayaan masyarakat kepada Polri. Sebab, pertikaian antara KPK dan Polri
yang terjadi sejak calon Kepala Polri, Budi Gunawan, dinyatakan sebagai
tersangka oleh KPK telah menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
Polri sebagai lembaga.
Akan tetapi, dengan hadirnya Badrodin Haiti sebagai Kepala
Polri, tidak berarti persoalan di lembaga Polri itu selesai. Masih ada
persoalan lain, yang tidak kalah rumit, yakni pengisian jabatan Wakil Kepala
Polri yang ditinggalkan Badrodin Haiti. Polisi yang bersih dari rekening
gendut tetap menjadi persyaratan utama yang harus dipenuhi.
Budi Gunawan disebut-sebut akan mengisi jabatan itu mengingat
dari segi hukum tidak ada lagi halangan baginya untuk menduduki jabatan
tersebut.
Namun, rasanya itu hanya merupakan kabar burung. Kalaupun
tawaran itu benar-benar ada, kecil kemungkinan Budi Gunawan akan menerimanya.
Ia adalah calon Kepala Polri, yang pelantikannya ”digantung”, bagaimana
mungkin ia bersedia dicalonkan sebagai Wakil Kepala Polri. Menerima tawaran
itu sama dengan mengecilkan dirinya sendiri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar